Wali Kota New York Zohran Mamdani Diancam Donald Trump soal Status Kewarganegaraan dan Dana Federal

Berikut ini kemarahan Donald Trump selaku Presiden AS atas terpilihnya Zohran Mamdani sebagai Wali Kota New York. 

FB The White House/Zohran Kwame Mamdani
TRUMP DAN MAMDANI - Foto diambil dari Facebook The White House dan Zohran Kwame Mamdani, Selasa (4/11/2025) memperlihatkan Presiden AS Donald Trump dalam unggahan pada 11 Oktober 2025 dan kandidat wali kota New York Zohran Mamdani dalam unggahan pada 28 Oktober 2025.    

Alasan ini yang mendorong partai Republik untuk membangun narasi bahwa Mamdani berbahaya bagi keamanan Amerika.

Di balik alasan hukum dan ideologis, terdapat pula motif politik yang lebih besar.

Kemenangan Mamdani dianggap simbol pergeseran kekuasaan di New York, dari dominasi politik lama menuju kepemimpinan yang lebih beragam dan progresif.

Bagi Partai Republik, munculnya figur seperti Mamdani seorang Muslim, imigran, dan anggota partai sosialis menjadi ancaman terhadap citra konservatif Amerika yang mereka pertahankan.

Dengan menuding Mamdani sebagai komunis dan teroris, Partai Republik berusaha melemahkan pengaruh politik sayap kiri sekaligus menarik simpati pemilih konservatif menjelang pemilu mendatang.

Banyak pengamat menilai ancaman ini bukan sekadar upaya hukum, melainkan manuver politik yang sarat dengan Islamofobia dan diskriminasi rasial.

Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) menilai serangan terhadap Mamdani sebagai bentuk kebencian terhadap Muslim dan imigran.

Mereka menyebut langkah Partai Republik sebagai upaya sistematis untuk menekan suara kelompok minoritas di ruang politik Amerika.

Bisakah Kewarganegaraan Zohran Mamdani Dicabut?

Secara hukum, pencabutan kewarganegaraan di Amerika Serikat dikenal dengan istilah denaturalisasi.

Proses ini hanya berlaku bagi warga negara yang memperoleh kewarganegaraan melalui naturalisasi, bukan bagi mereka yang lahir di tanah Amerika.

Denaturalisasi dilakukan melalui putusan pengadilan federal, bukan keputusan politik atau perintah presiden.

Departemen Kehakiman (DOJ) harus membuktikan secara hukum bahwa seseorang memperoleh kewarganegaraan dengan cara ilegal, curang, atau memberikan pernyataan palsu yang material dalam proses naturalisasi.

Bukti yang diperlukan juga harus sangat kuat, karena standar hukum untuk mencabut kewarganegaraan jauh lebih tinggi dibanding kasus perdata biasa.

Pemerintah harus menunjukkan bukti “jelas, tegas, dan meyakinkan” bahwa seseorang berbohong dalam proses naturalisasi, dan kebohongan itu mempengaruhi keputusan pemberian kewarganegaraan.

Denaturalisasi biasanya diterapkan pada kasus ekstrim, seperti mantan anggota Nazi yang bersembunyi di AS setelah Perang Dunia II, atau individu yang terbukti mendukung kegiatan terorisme internasional.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved