Berita Baubau

Intip Mahirnya Penenun di Kampung Tenun Sulaa Baubau Sulawesi Tenggara, Belajar Turun Temurun

Mengintip suasana Kampung Tenun Sulaa, Kecamatan Betoambari, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Penulis: Harni Sumatan | Editor: Sitti Nurmalasari
TribunnewsSultra.com/Harni Sumatan
TENUN SULAA - Seorang ibu saat melakukan aktivitas tenun di Galeri Tenun Kelurahan Sulaa, Kecamatan Betoambari, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Minggu (26/10/2025). (TribunnewsSultra.com/Harni Sumatan) 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, BAUBAU - Mengintip suasana Kampung Tenun Sulaa, Kecamatan Betoambari, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kampung Tenun Sulaa terletak di dalam lorong dekat Dermaga Topa, tempat kapal penyeberangan menuju Siompu, dan Kadatua.

Jaraknya dengan Pelabuhan Murhum sekira 10,1 kilometer (km), waktu tempuh 24 menit berkendara motor atau mobil.

Galeri tenun ini berdiri di atas pantai berpasir putih, sehingga tidak hanya dapat berwisata melihat tenun tetapi juga keindahan laut yang biru kehijauan.

Jika sedang pasang, galeri ini berdiri tepat di atas air sementara jika surut berada di atas hamparan pasir putih.

Baca juga: Cerita Perajin Tenun Tradisional di Kendari Sulawesi Tenggara Hasilkan Motif Tolaki, Muna, Buton

Para penenun ialah ibu-ibu Kelurahan Sulaa yang mendapatkan keahliannya secara turun temurun.

Penenun, Musida mengatakan dirinya mendapat keahliannya setelah belajar dari ibunya.

“Saya bisa turun dari ibu, karena mama dulu menenun jadi belajar mi,” ujarnya, Minggu (26/10/2025).

Kata dia, aktivitas menenun di galeri berlangsung setiap hari serta terdapat giliran kelompok.

“Kita ini dikelompokkan dalam Kelompok Pesona Nirwana, anggota kami juga masih utuh dengan produksi masih lancar serta melakukan aktivitas menenun mulai pukul 8 pagi hingga 4 sore,” jelasnya.

Baca juga: Baju Adat hingga Batik Tenun Jadi Seragam Sekolah Siswa SD dan SMP di Kendari Sulawesi Tenggara

Berkunjung ke Kampung Tenun Sulaa, wisatawan akan disuguhkan aktor aksi langsung pembuatan tenun.

Cara tradisional masih tampak dilakukan para penenun. 

“Untuk motif sudah ada pengembangan, dari pelatihan untuk pengembangan motif dulu hanya motif lurik sekarang sudah ada motif seperti ikan dole dan lainnya,” ucap Musida.

Kata dia, mereka masih menyediakan motif tradisi seperti Akhirina Ashara, Baralu, Bhuncana Kaluku, Bulamalaka, Buruna Gola, Dalima Mabongko, Jempaka Biru dan lainnya.

“Kurang lebih ada sekitar 40 macam motif tradisi yang namanya juga sudah turun-temurun diberikan,” ujarnya.

Baca juga: Kisah Asma Lestarikan Tenun Sulawesi Tenggara, Bina Puluhan Perajin di Kendari hingga Hasilkan Cuan

Dalam sarung tradisi terdapat perbedaan motif lurik yakni untuk laki-laki menggunakan garis mendatar sementara perempuan membentuk kotak-kotak.

Kampung Tenun Sulaa tidak hanya sebagai tempat wisata, sarung yang dipajang dapat dibeli dengan harga dimulai Rp800 ribu bukan bahan katun sementara dengan bahan katun dibanderol mulai dari Rp1,5 juta.

“Bahan katun mahal sebab kami warnai sendiri menggunakan pewarna alami, kalau yang satunya pewarna yang dibeli dari toko,” jelasnya.

Untuk pemesanan dapat dilakukan jauh hari sebelum pemakaian, sebab jika motif pesanan cukup susah pembuatan bisa memakan 12-15 hari pengerjaan.

Musida juga berpendapat, profesi penenun banyak tidak digandrungi anak muda.

Baca juga: Tenun Buatan Warga Bone-Bone Kota Baubau Mentas di Lippo Plaza Buton Bisa Langsung Dibeli Pengunjung

“Sekarang generasi muda itu sudah banyak yang tidak mau belajar ini semua rata-rata 30-an ke atas umurnya,” ujarnya.

Ia berharap ke depannya tenun masih terus mendapatkan dukungan penuh serta minat anak muda meningkat untuk belajar menenun. (*)

(TribunnewsSultra.com/Harni Sumatan)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved