Alhasil, pemerintah Jepang pun membuat kebijakan berupa menerbitkan Undang-Undang Makan Siang Sekolah yang mulai diterapkan pada tahun 1954.
Lalu, baru pada tahun 1970-an, makan siang yang diberikan kepada para siswa di Jepang mulai memiliki standar gizi yang diperlukan dan diterpakna hingga saat ini.
Kemudian, pada bulan Juni 2005, undang-undang terkait shokuiku atau edukasi makanan dan nutrisi mulai diberlakukan sebagai tanggapan atas meningkatnya jumlah gangguan makan di kalangan anak muda Jepang.
Lantas, di bulan April 2007, pemerintah Jepang membentuk "Sistem Guru Diet dan Nutrisi" untuk meningkatkan komponen pendidikan dari program ini.
Pada tahun 2008, UU Makan Siang Sekolah pun direvisi untuk memfokuskan pada edukasi makanan dan gizi.
Detail dan Tujuan Program
Program makan siang untuk anak ini wajib diterapkan di sekolah serta diikuti oleh seluruh siswa di Jepang.
Meskipun tidak gratis untuk semua siswa, program ini disubsidi oleh pemerintah Jepang sebesar 2,5 dolar AS atau Rp 39.150 (kurs Rp 15.594) per porsinya.
Adapun menu makan siang ini disediakan oleh ahli gizi demi memastikan para siswa menerima makanan yang memiliki gizi seimbang dan sehat setiap harinya.
Semua makanan disiapkan dari bahan makanan yang segar dan bukannya makanan beku atau olahan.
Tiap makanan tersebut mengandung 600-700 kalori yang mengandung karbohidrat, daging atau ikan, dan sayuran.
Lalu, pada setiap tahunnya, pemerintah Jepang bakal mempelajari nutrisi dan pola makan siswa di seluruh negeri dan menggunakan informasi tersebut untuk membantu menentukan bagaimana menu makanan dibuat.
Kemudian, secara teknisnya, makan siang gratis ini disajikan dan dikonsumsi di dalam kelas.
Selain itu, para siswa juga saling melayani satu sama lain dan membersihkan alat makan mereka sendiri.
Sementara, tujuan pemerintah Jepang membuat program ini adalah agar para siswa belajar tentang apa yang mereka makan dan mengapa makanan dan nutrisi tertentu baik untuk mereka.