Sultra Memilih

Wakatobi dan Kolaka Sultra Masuk 10 Daerah Tertinggi Pelanggaran Netralitas ASN dan Politik Uang

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Tenggara beberkan dua daerah di Sultra ini masuk 10 tertinggi pelanggaran netralitas ASN dan politik uang secara nasional. Ketua Bawaslu Sultra, Iwan Rompo Banne mengatakan data tersebut berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) menurut Bawaslu RI.

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Tenggara beberkan dua daerah di Sultra ini masuk 10 tertinggi pelanggaran netralitas ASN dan politik uang secara nasional.

Ketua Bawaslu Sultra, Iwan Rompo Banne mengatakan data tersebut berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) menurut Bawaslu RI.

"Ada kabupaten kita yang masuk 10 besar paling tinggi nasional, pelanggaran netralitas ASN menurut bawaslu RI, kemudian politik uang," kata Iwan saat ditemui TribunnewsSultra.com di ruang kerjanya beberapa hari lalu.

Ia menyebut, kabupaten di Sultra yang masuk 10 kabupaten tertinggi pelanggaran netralitas ASN di Indonesia, adalah Kabupaten Wakatobi.

Bahkan merupakan peringkat pertama secara nasional yaitu dengan 18 kasus.

Baca juga: Kerawanan Pemilu 2024 di Sulawesi Tenggara, Politik Uang, Isu Sara, Netralitas ASN Dibahas Bawaslu

Sementara untuk kabupaten di Sultra yang masuk 10 tertinggi pelanggaran netralitas atau rawan politik uang secara nasional adalah Kabupaten Kolaka.

"Di IKP itu netralitas ASN dan politik uang, memang ditingkat provinsi tidak ada laporannya terkait itu. Tapi ditingkat kabupaten kota ada laporannya. Dan itu masuk," ujarnya.

Iwan juga menjelaskan salah satu indikator suatu daerah dikategorikan rawan pelanggaran netralitas ASN dan politik uang, jika di daerah itu semakin kerap frekuensinya terjadi maka posisi kerawanannya dengan sendirinya akan semakin tinggi.

"Kalau yang lain, biasalah ada pelanggaran tapi apakah itu bisa ditindaki atau tidak, kan itu soalnya. Kan ini Bawaslu cara menyusun IKP-nya itu kalau ada kejadian atau tidak," beber Iwan.

"Kemudian politik uang ini sebenarnya terjadi di mana-mana, hanya kan bahkan kata orang ada yang lebih tinggi dari Kolaka tapi kan itu tidak ada kejadian," ucapnya.

Baca juga: Netralitas ASN dan Politik Uang Masih Cukup Tinggi, Bawaslu Sultra Cegah Potensi Pelanggaran Pemilu

Selain kedua poin pelanggaran tersebut, Iwan juga menyampaikan kerawanan lainnya dari sisi penyelenggaraan pengawasan.

Dalam hal ini termasuk belum dibahasnya anggaran pengawasan Pemilihan Gubernur atau Pilgub 2024.

"Rawan juga, ngapain coba, atau anggarannya tidak cukup, kan ini mesti kita runding-rundingan. Tidak bisa juga sepihak Bawaslu mematok ini, tidak bisa juga pihak yang sana mematok segini, tidak bisa. Kita harus rundingkan dulu," ujarnya.

Menurutnya, kerawanan Pemilu 2024 dari sisi pandang Bawaslu saat ini berbekal capaian yang disusun pengurus periode lalu.

Iwan beranggapan berdasarkan IKP tersebut, seharusnya Sultra masuk kategori rawan tinggi, bukannya rawan sedang.

Baca juga: Pemilu 2024 Makin Dekat, PJ Walikota Kendari Ingatkan ASN Lagi Jaga Netralitas Saat Hari KORPRI 2022

"Sebenarnya kita ini kategori harusnya rawan tinggi. Tapi entah mengapa kawan-kawan Bawaslu yang dulu kasih rawan sedang, nda tahu juga apa landasan kawan-kawan."

"Tapi setelah kita berdiskusi dengan kawan-kawan yang baru ini harusnya kalau kita yang nyusun kita kasih tinggi. Dari segi dua poin tadi," ujarnya.

Sementara itu, Pj Gubernur Sultra, Komjen Pol Andap Budhi Revianto juga menekankan netraliras ASN dalam mensukseskan penyelenggaraan Pemilu 2024.

Ia berharap, ASN patuh pada aturan perundang-undangan terkait netraliras ASN.

"Diharapkan netralitas ASN, kan ada tiga apakah politik uang dan lainnya, kan sudah ditahu. Ada ketentuan dalam undang undang ASN sudah diatur, nantikan diperiksa ada sanksi, bukan hanya sekadar ngomong, semua sudah diatur ketentuannya," ujarnya.

Baca juga: Deklarasi Damai Pemilu 2024, Pj Gubernur Sultra Andap Minta ASN Netral dan Tak Terlibat Politik Uang

Diketahui sekiranya ada tiga undang-undang yang menegaskan ASN harus bersikap netral.

Pertama, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam Pasal 2 menyatakan setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu.

UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga terdapat pasal soal netralitas ASN.

Kemudian dalam UU Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah teradapat dua pasal yang mengatur tentang netralitas ASN yaitu pada Pasal 70 dan Pasal 71.

Pasal 70 ayat (1) berbunyi dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia.

Baca juga: Masyarakat di Sulawesi Tenggara Diminta Tolak Politik Uang, KPK Gaungkan Hajar Serangan Fajar

Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana paling lama enam bulan penjara dan denda paling banyak Rp6 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 189.

Kemudian, Pasal 71 ayat (1) berbunyi pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa kampanye.

Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana paling lama enam bulan penjara dan denda paling banyak Rp6 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 188. (*)

(TribunnewsSultra.com/Amelda Devi Indriyani)