Kasus Tambang di Sulawesi Tenggara

Soal Rp75 Miliar Disita dari Dirut PT KKP di Sulawesi Tenggara, Kuasa Hukum Sebut Tak Ada Uang Tunai

Penulis: Risno Mawandili
Editor: Aqsa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Soal Rp75 miliar disita dari Direktur Utama PT Kabaena Kromit Prathama atau Dirut PT KKP, AA, kuasa hukum ungkap tak ada uang tunai. AA adalah salah satu tersangka dugaan kasus korupsi pertambangan nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan atau IUP PT Antam Tbk di Blok Mandiodo, Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra).

Penyidik juga menyita satu rumah milik tersangka WAS yang merupakan Owner PT LAM.

Rumah tersebut berlokasi di Kelurahan Mustika Sari, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat (Jabar).

Sementara dari tersangka GL yang merupakan Pelaksana Lapangan PT LAM, pihak kejaksaan juga menyita satu mobil Honda Accord.

Selain barang bukti aset, uang dan stok ore nikel, kejaksaan juga menyita dokumen terkait administrasi pertambangan nikel dari kantor PT LAM dan PT Antam UBPN Konawe Utara.

Asintel Kejati Sultra, Ade Hermawan, mengatakan, penyitaan aset terkait dugaan kasus penjualan ore nikel yang diselidiki kejaksaan.

Baca juga: Kejati Sultra Pertimbangkan Pasal TPPU di Kasus Tambang Nikel PT Antam Blok Mandiodo Konawe Utara

Ia mengatakan penyitaan aset tersebut untuk mengembalikan kerugian negara dari kasus tersebut yang mencapai Rp5,7 triliun.

Kronologi Kasus

Hingga saat ini, Kejaksaan sudah menetapkan 10 tersangka dalam dugaan kasus korupsi tambang nikel wilayah IUP PT Antam Tbk Blok Mandiodo, Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra).

Tersangka tersebut sebanyak 5 orang merupakan pejabat dan mantan pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Tiga tersangka dari pihak PT Lawu Agung Mining atau PT LAM dan masing-masing satu orang dari PT Antam Tbk UBPN Konut serta PT Kabaena Kromit Prathama atau PT KKP.

Kronologi kasus ini bermula dari adanya KSO antara Antam dengan PT LAM serta Perusahaan Daerah Sulawesi Tenggara atau Perusahaan Daerah Konawe Utara.

Modus operandinya, dengan cara menjual hasil tambang nikel di wilayah IUP PT Antam menggunakan dokumen RKAB dari PT KKP dan beberapa perusahaan lain di sekitar Blok Mandiodo.

Baca juga: Daftar Nama 38 Perusahaan Diperiksa Kejati Sultra Soal Kasus Tambang PT Antam Mandiodo Konawe Utara

Seolah-olah, ore nikel tersebut bukan berasal dari IUP Antam lalu dijual ke beberapa smelter di Morosi dan Morowali.

Praktik tersebut berlangsung secara berlanjut karena diduga adanya pembiaran dari pihak PT Antam.

Berdasarkan perjanjian KSO itu, semua ore nikel hasil penambangan di wilayah IUP tersebut harus diserahkan ke Antam.

Halaman
1234