Baru pada tahun 1973, Idik Sulaeman melontarkan suatu nama untuk Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan Paskibraka.
PAS berasal dari PASukan, KIB berasal dari KIBar mengandung pengertian pengibar, RA berarti bendeRA, dan KA berarti PusaKA.
Mulai saat itu, anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka disebut Paskibraka hingga saat ini.
Sosok H Mutahar
Berikut profil Husein Mutahar yang dikenal sebagai salah satu pendiri Pasukan Pengibar Bendera Pusaka atau Paskibraka dikutip dari laman TribunnewsWiki.com.
Sosok ini memiliki nama lengkap Sayyid Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al-Muthahar atau juga dikenal dengan nama H Mutahar.
Husein Mutahar adalah tokoh negarawan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia yang lahir di Semarang, pada 5 Agustus 1916.
Selain pendiri Paskibraka, ia dikenal sebagai komponis musik Indonesia khusus lagu nasional dan kepanduan.
H Mutahar juga merupakan tokoh utama Pandu Rakyat Indonesia, yakni merupakan gerakan kepanduan independen yang nasionalis.
Namun dalam perjalanannya, gerakan kepanduan melebur menjadi gerakan Pramuka.
Mutahar juga aktif dalam gerakan pramuka tersebut.
Baca juga: Orangtua Paskibraka 2023 Asal Sultra Wiradinata Setya Persada Jawab Polemik Penggantian Doni Amansa
Mutahar menciptakan beberapa lagu nasional yang tak pernah absen dilantunkan pada hari kemerdekaan Indonesia, seperti Hymne Syukur dan Hari Merdeka.
Selain itu, ia juga menciptakan lagu untuk perayaan hari ulang tahun Indonesia yang ke-50 berjudul Dirgahayu Indonesiaku.
Mutahar juga menciptakan beberapa lagu kepanduan di antaranya Tepung Tangan Silang-Silang.
Selain itu, Mari Tepuk, Hymne Pramuka, Jangan Putus Asa, Saat Berpisah, Gembira, dan Slamatlah.
Sosok Husein Mutahar mengenyam pendidikan di Universitas Gadjah Mada jurusan Fakultas Hukum pada 1946-1947.
Ia juga menempuh pendidikan di MULO B pada tahun 1934 silam.
H Mutahar juga pernah bersekolah di AMS A-I pada 1938.
Mutahar memulai kariernya dengan menjabat sebagai Sekretaris Panglima Angkatan Laut RI di Yogyakarta.
Diapun pernah menjadi ajudan Presiden Soekarno.
Saat menjadi ajudan itulah dia ditugasi menyusun upacara pengibaran bendera pada HUT pertama Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1946.
Cikal bakal ide dan gagasan awal Paskibraka itupun lahir.
Selanjutnya, dia beralih menjadi pegawai tinggi Sekretariat Negeri di Yogyakarta pada 1947 silam.
Mutahar juga sempat menjabat di beberapa departemen.
Pada tahun 1969-1973, ia dipercaya duduk di kursi Duta Besar RI DI Tahta Suci (Vatikan).
Baca juga: Kronologi Siswa SMA Asal Konawe Diganti Meski Sudah Lolos Seleksi Paskibraka Nasional Wakili Sultra?
Selain menjadi komponis, H Mutahar juga menguasi 6 bahasa secara aktif.
Di tahun 1974, H Mutahar menjabat sebagai Sektretaris Jenderal Departemen Luar Negeri.
H Mutahar tutup usia di Jakarta pada 9 Juni 2004 dalam usia 88 tahun dan dimakamkan di Pemakaman Jeruk Purut, Jakarta Selatan.
Sosok Siti Dewi Sutan Assin
Sosok yang memiliki nama lengkap Siti Dewi Suryo Sutan Assin adalah salah satu dari lima anggota Paskibraka yang pertama setelah terbentuknya Pasukan Pengibar Bendera Pusaka.
Wanita yang memiliki nama lahir Siti Dewi Gando Nilai dan akrab disapa Titik ini dipercaya menjadi pembawa nampan pada upacara bersejarah di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.
Siti Dewi Sutan Assin sebagai pembawa nampan yang menerima Bendera Pusaka dari presiden Indonesia dalam upacara HUT RI pertama tersebut.
Melansir Wikipedia, Siti Dewi lahir di Manado, Sulawesi Utara (Sulut), pada 5 Oktober 1926.
Putri dari pasangan Sutan Assin (ayah) dan Rangkayo Limbak Tjahaja (ibu) tersebut bersekolah di Yogyakarta setelah ayahnya yang berprofesi dokter berpindah tugas dari Manado.
Selain bersekolah, perempuan yang menguasai bahasa Belanda, Inggris, dan Prancis, tersebut juga aktif sebagai relawan di Palang Merah, kepanduan, dan dapur umum.
Setelah ibu kota Indonesia kembali di Jakarta pada tahun 1950, dia melanjutkan pendidikannya di bidang keguruan dan pendidikan di Belanda.
Setelah kepulangannya dari Belanda, Siti Dewi bertemu kakak kelasnya ketika di Yogyakarta yakni Atmono Suryo hingga mereka menikah pada 29 September 1959.
Siti Dewi kemudian pindah ke Amerika Serikat mendampingi suaminya yang bekerja di salah satu perwakilan Indonesia.
Karier suaminya terus menanjak sehingga ditunjuk menjadi duta besar di negara sahabat.
Baca juga: Siswi SMA Asal Kendari Sulawesi Tenggara Jadi Paskibraka Nasional Utusan Banten di Istana Negara
Dia juga ikut berpindah-pindah domisili dan mendampingi suaminya sebagai istri seorang diplomat.
Siti Dewi Sutan Assin meninggal dunia pada 20 Desember 2000 di Jakarta dan dimakamkan di TPU Karet, Jakarta Pusat.(*)
(TribunnewsSultra.com/Desi Triana Aswan)