TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Bisakah Richard Eliezer atau Bharada E kembali menjadi polisi atau anggota Polri dan bertugas di kepolisian usai divonis 1 tahun 6 bulan penjara?
Pertanyaan tersebut mencuat setelah vonis Richard Eliezer dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta atau PN Jaksel dalam sidang putusan pada Rabu (15/02/2023).
Dalam kasus pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Richard divonis hukuman paling ringan dibandingkan vonis Ferdy Sambo cs.
Putusan vonis Bharada E yang dibacakan Ketua Majelis Hakim PN Jaksel Wahyu Iman Santoso adalah 1 tahun 6 bulan penjara.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum atau JPU yang menuntutnya 12 tahun penjara.
Dalam kasus ini, vonis Ferdy Sambo sebelumnya adalah pidana hukuman mati.
Sedangkan, istrinya Putri Candrawathi dijatuhi vonis hukuman 20 tahun penjara.
Baca juga: Tak Harap Bebas Meski Dimaafkan Keluarga Brigadir J, Bharada E Ingin Vonis di Bawah 5 Tahun Penjara
Terdakwa lainnya, Kuat Maruf divonis 15 tahun penjara, sedangkan Ricky Rizal dijatuhkan vonis hukuman penjara 13 tahun.
Vonis ringan terhadap Richard Eliezer kemudian memunculkan pertanyaan bisakah yang bersangkutan kembali menjadi polisi dan bertugas di kepolisian?
Simak penjelasan pakar hukum pidana, Jamin Ginting, sebelum hasil sidang vonis terhadap Richard tersebut berikut ini.
Sebelumnya, Jamin sudah memperkirakan vonis Richard Eliezer alias Bharada E akan lebih ringan ketimbang empat terpidana lainnya.
Pasalnya, Richard dianggap menjadi justice collabolator dalam kasus pembunuhan Brigadir J yang menyeret Ferdy Sambo cs.
Justice collaborator atau JC adalah sebutan bagi pelaku kejahatan yang bekerja sama dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum.
Bisakah Kembali di Kepolisian?
Jamin Ginting yang merupakan pakar hukum pidana mengungkap kemungkinan majelis hakim mengembalikan Richard ke kepolisian.
“Apakah hakim ingin mengembalikan Richard Eliezer ke kepolisian dengan suatu reward yang dia lakukan karena mengungkap fakta,” kata Jamin.
“Atau hakim menganggap rewar-nya tidak harus mengembalikan dia ke kepolisian tapi cukup dengan memberikan hukuman yang lebih ringan,” jelasnya menambahkan.
Menurut Jamin, ada syarat tertentu jika majelis hakim ingin mengembalikan Bharada E ke kepolisian.
Yakni, dengan memberikan vonis pidana di bawah dua tahun penjara.
“Kalau dia dikembalikan ke kepolisian, hukumannya tidak boleh lebih dari dua tahun,” ujarnya.
Menurutnya, syarat untuk bisa diterima di kepolisian adalah tidak boleh dipidana lebih dari dua tahun.
Baca juga: Ini Alasan Hakim Beri Hukuman 1 Tahun 6 Bulan Bharada E, Richard Langsung Diamankan LPSK Usai Sidang
“Karena syarat untuk bisa diterima di kepolisian tidak boleh dipidana lebih dari dua tahun,” katanya dalam kanal YouTube Kompas TV pada Rabu (15/2/2023).
“Kalau itu menjadi tujuan maka kemungkinan besar hukuman tidak lebih dari dua tahun,” jelas Jamin dikutip TribunnewsSultra.com dari artikel yang tayang di TribunWow.com.
Jika tidak, Jamin menduga hakim akan memvonis Bharada E dengan hukuman paling ringan daripada empat terpidana lain.
“Tapi kalau hakim menilai 'Ya sudah dia tidak diberikan kesempatan berkarier di kepolisian', tapi dihukum yang paling rendah di antara para terpidana tersebut,” ujarnya.
“Terpidana yang empat sudah lebih tinggi dari Richard Eliezer dalam tuntutan, 12 tahun kan,” katanya menambahkan.
Sebelumnya, Ahli Psikologi Forensik sekaligus peneliti ASA Indonesia Institute, Reza Indragiri Amriel, menilai Bharada E masih mempunyai peluang berkarier sebagai anggota Polri.
Peluang kembali menjadi polisi dan bertugas di kepolisian jika majelis hakim pada PN Jaksel tidak menjatuhkan vonis lebih dari 2 tahun penjara dalam perkara tersebut.
“Kalau kita ingin menyelamatkan karier Eliezer sebagai personel Polri, maka berdasarkan preseden sebelumnya, andaikan divonis bersalah hukuman maksimalnya tidak lebih dari dua tahun saja,” katanya pada Minggu (12/02/2023).
Menurut Reza yang juga merupakan dosen psikologi forensik dan manajemen konflik di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), jika hakim menjatuhkan vonis maksimal 2 tahun penjara maka karier Richard di Polri kemungkinan masih bisa diselamatkan.
Sebab sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, telah menyampaikan jika terdapat anggota Polri yang terlibat kasus pidana dan mendapat putusan hukumannya di atas dua tahun penjara, maka akan dipecat dengan tidak hormat (PTDH).
“Ini sudah dilakukan dengan (AKBP) Brotoseno beberapa waktu yang lalu,” kata Reza dalam program Kompas Petang di Kompas TV dikutip TribunnewsSultra.com dari Kompas.com.
Brotoseno sebelumnya adalah penyidik di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Dia sempat berdinas di KPK tetapi kemudian dikembalikan karena diduga mempunyai hubungan dengan Angelina Sondakh yang merupakan mantan narapidana kasus suap Wisma Atlet.
Saat kembali berdinas di Bareskrim itulah Brotoseno terlibat kasus korupsi saat menyidik dugaan korupsi cetak sawah di Kalimantan periode 2012-2014 dan kemudian divonis 5 tahun penjara.
Baca juga: ‘Aku Bangga Jadi Putrimu’ Video Viral TikTok Trisha Eungelica Anak Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi
Setelah menjalani hukuman, ternyata Brotoseno sempat kembali berdinas di Polri sebagai staf setelah menjalani sidang komisi kode etik Polri (KKEP). Yang kemudian memicu perdebatan di masyarakat.
Saat itu, Ferdy Sambo yang masih menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan atau Kadiv Propam akhirnya mengubah peraturan Kapolri tentang sidang komisi kode etik Polri, sehingga bisa melakukan banding atas putusan sebelumnya.
Alhasil, Brotoseno kembali menjalani sidang KKEP banding dan diputuskan diberhentikan dengan tidak hormat pada 8 Juli 2022 lalu.
Selepas pulang menghadiri sidang Brotoseno itulah terjadi pembunuhan terhadap Yosua yang melibatkan Richard dan Ferdy Sambo di rumah dinas di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Sambo pun sudah menjalani sidang KKEP dan KKEP banding dengan keputusan pemecatan dari keanggotaan Polri.
Dia menjalani sidang KKEP sebelum menjalani persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua di PN Jaksel.
Sedangkan, Richard dan seorang terdakwa lain dalam kasus pembunuhan berencana Yosua yakni Ricky Rizal Wibowo alias Bripka RR, belum menjalani sidang KKEP.
Baca juga: 5 Fakta Vonis Putri Candrawati, Perasaan Sakit Hati Istri Ferdy Sambo dan Istilah Meeting of Mind
Reza berharap majelis hakim melihat keteguhan Richard yang mau membongkar skenario yang disusun buat menutupi pembunuhan terhadap Brigadir Yosua.
“Dan kesetiaan pada sumpah jabatan itulah yang membuat semua berharap bahwa nantinya hakim akan memberikan apresiasi dengan hukuman maksimal dua tahun saja,” jelas Reza yang pernah menjadi saksi meringankan untuk Richard dalam persidangan belum lama ini.
Vonis Bharada E
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J), Bharada Richard Eliezer (Bharada E), menghadapi sidang vonis pada Senin (13/2/2023).
Hakim Wahyu Iman Santosa yang merupakan ketua majelis hakim dalam sidang perkara pembunuhan berencana Brigadir J, membacakan langsung vonis Richard Eliezer.
Richard dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, lebih rendah dari tuntutan JPU, yakni 12 tahun penjara.
Mendengar vonis hukuman tersebut, Richard Eliezer langsung menangis terharu.
Baca juga: Ferdy Sambo Divonis Mati: Perjalanan Kasus Eks Kadiv Propam Polri Sejak Awal hingga Vonis Hari ini
Pengunjung sidang pun riuh spontan memberikan respons.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa pidana 1 tahun 6 bulan,” kata Wahyu Iman Santoso dalam persidangan.
Tampak keluarga Brigadir J, dalam hal ini Rosti Simanjuntak, ibunda korban turut serta mendengar vonis Richard Eliezer.
Diansir laman YouTube Kompas TV, tampak orang tua Richard juga langsung menangis dan berpelukan.
Tampak di ruang sidang Bharada E langsung diberikan perlindungan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim PN Jaksel, mengatakan terdakwa Richard Eliezer sebenarnya punya beberapa kali kesempatan untuk membatalkan rencana eksekusi nyawa Brigadir J.
Hal ini disampaikan Hakim anggota, Alimin Ribut Sujono membacakan pertimbangan hukum dalam sidang agenda pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023).
“Seyogyanya, baik ketika berada di Saguling, ketika terdakwa sudah mengetahui ada perintah membunuh Ferdy Sambo yang salah, terdakwa punya kesempatan membatalkannya,” kata hakim.
Hakim menyebut bukannya mengambil kesempatan membatalkan atau mengurungkan niat menembak korban Yosua sebagaimana perintah Ferdy Sambo, Richard justru ikut masuk bersama Putri Candrawathi ke dalam mobil Lexus berpelat nomor B 1 MAH.
Padahal terdakwa mengetahui bahwa mobil tersebut akan membawanya ke lokasi kejadian perkara tempat Yosua akan dihilangkan nyawanya.
“Tapi justru sebaliknya, ketika mengetahui saksi Putri Candrawathi turun dari lantai 3, terdakwa langsung menuju dan masuk mobil Lexus B 1 MAH dan duduk di kursi belakang di samping saksi Kuat Maruf,” jelas hakim.
“Hal ini menunjukkan terdakwa sudah mengetahui tujuan kemana saksi Putri Candrawathi berangkat, yaitu ke rumah Duren Tiga tempat korban akan dihilangkan nyawanya,” ujarnya.
Selain itu sesampainya di rumah dinas Kadiv Propam Polri di Komplek Polri Duren Tiga, terdakwa kembali punya kesempatan untuk membatalkan rencana penembakan itu tapi tidak dilakukannya.
Terdakwa justru menemui Ferdy Sambo di ruang tengah dan mengokang senjata yang disiapkan atas perintah atasannya tersebut.
Demikian pula ketika terdakwa sampai di rumah Duren Tiga naik ke lantai 2 kemudian masuk ke kamar ajudan dan berdoa berharap Ferdy Sambo mengurungkan niatnya menghilangkan nyawa korban Yosua.
“Seharusnya terdakwa punya kesempatan membatalkannya tapi tidak terdakwa lakukan,” kata hakim.(*)
(TribunnewsSultra.com/Risno Mawandili, TribunWow.com/Jayanti tri utami, Tribunnews.com/Danang Triatmojo, Kompas.com/Aryo Putranto Saptohutomo)