Wisata Sulawesi Tenggara
Menelusuri Baluara di Benteng Keraton Buton, Jadi Menara Pantau hingga Penyimpanan Peluru dan Mesiu
Budayawan Buton, Imran Kudus mengatakan Baluara atau bastion dalam kawasan Benteng Keraton Buton berjumlah 16.
Penulis: Harni Sumatan | Editor: Sitti Nurmalasari
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, BAUBAU - Menelusuri Baluara di Benteng Keraton Buton, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Benteng Keraton Buton merupakan salah satu peninggalan kesultanan yang dikenal masyarakat luas.
Jaraknya 3,4 kilometer (km) dari Pelabuhan Murhum Baubau, waktu tempuh 9 menit dengan kendaraan roda dua.
Jika dari Bandara Betoambari berjarak 5,5 km, waktu tempuh selama 13 menit dengan kendaraan roda dua.
Benteng Keraton Buton dari pusat kota di Kecamatan Wolio berjarak 2,9 km, waktu tempuh 7 menit dengan kendaraan roda dua.
Benteng ini diakui sebagai benteng terluas dunia pada tahun 2006 silam.
Memiliki luas 23,375 hektar dan 2.740 meter untuk panjang benteng yang mengelilingi.
Baca juga: Bumikan Kabanti, Komunitas Budaya di Baubau Bakal Tampilkan di Benteng Keraton Buton, Bus, dan Kapal
Benteng ini terdiri dari tiga komponen yaitu Badili, Lawa, dan Baluara.
Baluara adalah bagian dari sistem pertahanan dalam Benteng Keraton Buton, berbentuk sudut yang menonjol dan tempat meriam.
Baluara berasal dari bahasa Portugis, baluer yang berarti bastion atau benteng.
Fungsinya sebagai tempat penyimpanan logistik perang dan lokasi pemantauan musuh.
Dinamakan Baluara sesuai dengan lokasi kampung tempatnya dibangun.
Jika berjalan kaki, wisatawan bisa menikmati seluruh Baluara dengan seksama.
Selain itu, pengunjung bisa melihat kebiasaan masyarakat yang luput jika berjalan menggunakan kendaraan.
Baca juga: Kapolres Baubau AKBP Bungin Tinjau Benteng Keraton Buton, Pastikan Keamanan Warga Saat Berwisata
Budayawan Buton, Imran Kudus mengatakan Baluara atau bastion dalam kawasan Benteng Keraton Buton berjumlah 16.
“Terdiri dari Baluara yang besar dan kecil. Hal ini dipengaruhi lokasi benteng dan fungsi pertahanannya,” jelasnya.
Adapun namanya yakni Baluarana Gama, Baluarana Litao, Baluarana Barangkatopa, Baluarana Wandailolo, Baluarana Baluwu, Baluarana Dete.
Baluarana Kalau, Baluarana Godona Oba, Baluarana Wajo/Bariya, Baluarana Tanailandu, Baluarana Melai/Baau.
Baluarana Godona Batu, Baluarana Lantongau, Baluarana Gundu-Gundu, Baluarana Siompu, dan Baluarana Rakia.
Kata dia, sisi utara benteng berdiri di atas tebing tinggi dengan Baluara terbesar yakni Baluara Gama.
Benteng dekat Baluara ini dibuat tidak tinggi, sebab lokasi benteng yang sudah dekat tebing.
Baca juga: Wisata Benteng Keraton Liya dan Maritim Center Wakatobi Sulawesi Tenggara Dibuka Umum Juli 2025
Baluara Gama juga digunakan sebagai menara pantau, karena langsung bisa melihat aktivitas di lautan.
“Sisi barat dan sisi utara benteng terdapat Baluara Gundu-Gundu. Baluara ini terdiri dari tiga tingkatan serta berfungsi untuk memantau musuh dari titik paling tinggi,” jelasnya.
Ia menyebut dari area tersebut, kapal-kapal yang datang dapat terlihat sebelum masuk ke Pelabuhan Baubau.
Di Baluara Gundu-Gundu terdapat meriam cukup besar.
Sisi ini juga tidak terdapat parit seperti Baluara lain.
Ini disebabkan tanah yang datar dan berbatu, sehingga Baluara Gundu-Gundu dibuat tinggi dan berlapis.
Pada pertemuan sisi utara terdapat Gunduna Watu.
Baca juga: Antusiasme Masyarakat Kota Baubau Sultra Saksikan Pesta Kembang Api di Benteng Keraton Buton
Gunduna Watu dibuat besar dan tinggi agar tidak mudah ditembus musuh.
“Sisi selatan, Baluara seluruhnya memang dibuat besar dan tinggi sebab tanah yang datar, di sana juga tidak jauh dari Gunduna Watu tempat penyimpanan logistik perang,” bebernya.
Gunduna Watu adalah gudang penyimpanan palaoro atau peluru dan logistik perang.
Terlihat terdapat bekas kusen yang dipercaya merupakan pintu.
Kemudian sisi paling ujung, pertemuan antara timur dan selatan terdapat Gunduna Oba.
Bahkan hingga saat ini masih terdapat rumah penyimpanan mesiu.
Jika dilihat struktur Baluara Gunduna Oba sangat tinggi dan tidak dilengkapi tangga untuk naik.
Baca juga: Jalan-jalan ke Baubau-Buton, Jelajahi Jejak Sejarah Benteng Keraton Wolio hingga Hutan Lambusango
Ini untuk menyulitkan musuh merebut gudang penyimpanan tersebut.
Pada sisi timur terdapat Baluara Kalau dan Baluara Dete yang cukup besar.
Baluara ini digunakan sebagai menara untuk memantau sumber air yang digunakan.
“Di antara Baluara Kalau dan Gunduna Oba terdapat jalan menuju sumber mata air. Sumber mata air itu digunakan oleh warga dalam benteng,” ujar Imran.
Kata dia, benteng yang tinggi menunjukkan pentingnya Kali Kalau dan Uwe Kampenalo.
“Di sisi timur juga terdapat Uwe Polanto yang dahulu digunakan sebagai armada militer. Ketika dibutuhkan maka armada militer ini harus dikeluarkan lewat Uwe Polanto,” jelasnya.
Ia menjelaskan dahulu sungai itu masih bisa diakses kapal sebelum sedimentasi yang banyak.
Baca juga: Meriahnya Festival Sara Yi Sora di Benteng Sorawolio Baubau Sulawesi Tenggara, Pertama Kali Digelar
Terjadi sekitar abad 16 sampai 18.
Kapal atau armada militer itu bernama Bhungkana Banyak.
Kapal itu terparkir di Uwe Polanto sehingga membutuhkan pertahanan yang kuat di area tersebut.
“Sebab jika masuk ke sumber air ini, juga sudah mudah untuk masuk ke dalam benteng,” ujarnya.
Selain itu, sungai juga menjadi penghubung antara Bukit Wolio dan Sorawolio.
Masing-masing Baluara dapat diakses menggunakan kendaraan bermotor.
Saat matahari terbenam juga sangat cantik jika dilihat dari Baluara sisi barat, bisa lebih jelas sebab berada di ketinggian.
Baca juga: Air Terjun Kogawuna Surga Tersembunyi di Desa Wisata Limbo Bungi Baubau Sulawesi Tenggara
Ketika berwisata dengan jalan kaki, tampak bangunan masih banyak berbahan kayu dengan model panggung.
Makam dan rumah di area benteng saling berdampingan.
Bahkan memiliki pemakaman keluarga yang berada di tengah-tengah permukiman.
Filosofinya, masyarakat ingin terus merasa dekat dengan keluarga yang telah berpulang.
Tanaman yang tumbuh di pekarangan warga tidak hanya berfungsi menyejukkan, tetapi juga untuk tanaman ritual.
Misalnya bunga kamboja, di Wolio disebut jempaka yang digunakan dalam upacara kematian atau lingkar hidup masyarakat lainnya.
Benteng Keraton Buton saat ini masuk dalam Desa Wisata Limbo Wolio.
Baca juga: Tempat Wisata Baru di Kawasan Pelabuhan Bungkoto Kendari Sulawesi Tenggara, Curi Perhatian Warga
Fasilitasnya cukup lengkap, mulai dengan rumah ibadah, toilet hingga penginapan.
Untuk memperoleh cerita yang lengkap, wisatawan juga bisa menggunakan pemandu wisata saat berkunjung.
Saat ini, retribusi juga sudah diberlakukan untuk wisatawan dengan rincian, umum Rp20 ribu per orang dan mancanegara Rp50 ribu per orang. (*)
(TribunnewsSultra.com/Harni Sumatan)
| Jalan-jalan ke Baubau-Buton, Jelajahi Jejak Sejarah Benteng Keraton Wolio hingga Hutan Lambusango |
|
|---|
| Mengenal Benteng Liya Togo, Destinasi Wisata Sejarah Wangi-Wangi Selatan Wakatobi Sulawesi Tenggara |
|
|---|
| Cagar Budaya Benteng Terluas, Benteng Katona Muna Sulawesi Tenggara Raih Rekor MURI |
|
|---|
| Pesona Benteng Desa Wisata Limbo Wolio Terluas di Dunia, Simpan Cerita Bersejarah Kesultanan Buton |
|
|---|
| Deretan Destinasi Wisata di Desa Liya Togo Wakatobi, Masjid, Makam Pemuda Sakti dan Benteng Keraton |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/sultra/foto/bank/originals/Menelusuri-Baluara-di-Benteng-Keraton-Buton-Jadi-Menara-Pantau-hingga-Penyimpanan-Peluru-dan-Mesiu.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.