Pilkada Sultra
Jawaban Kuasa Hukum Tina Soal Dalil KPU Sultra Minta MK Tak Lanjutkan Permohonan Sengketa Pilkada
Kuasa Hukum Tina Nur Alam, Sugihyarman Silondae menilai dalil KPU Sultra yang meminta hakim MK menghentikan permohonan gugatan Pilkada tidak berbobot.
Penulis: Laode Ari | Editor: Sitti Nurmalasari
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI – Kuasa Hukum Calon Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 4, Tina Nur Alam menilai dalil KPU Sultra yang meminta hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menghentikan permohonan gugatan tidak berbobot.
Untuk diketahui permintaan KPU Sultra selaku Termohon yang meminta hakim tidak melanjutkan gugatan karena adanya pencabutan sepihak permohonan dari LM Ihsan Taufik Ridwan selaku calon Wakil Gubernur.
Hal tersebut disampaikan KPU Sultra dalam sidang Panel II Mahkamah Konstitusi pada Rabu, 22 Januari 2025 kemarin.
Kuasa Hukum Tina Nur Alam, Sugihyarman Silondae mengatakan pengajuan di MK sudah diatur dalam perundang-undangan dan dan menjadi kewajibannya untuk menilai seluruh permohonan.
Sehingga ia menilai dalil KPU Sultra selaku Termohon untuk meminta hakim tidak melanjutkan permohonan sengketa tidak sesuai konstitusi dan melanggar hak konstitusional Pemohon.
"Argumen-argumen yang disampaikan tidak cukup kuat untuk menghentikan pemeriksaan pokok perkara," jelasnya melalui keterangan tertulis, Minggu (26/1/2025).
"UU Nomor 7 Tahun 2020 (UU MK), serta Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 3 Tahun 2024 telah menegaskan kewajiban MK untuk menilai setiap dalil secara menyeluruh, berpedoman pada UUD 1945," lanjutnya.
Baca juga: Calon Wagub Ihsan Cabut Gugatan Sengketa Pilkada Sulawesi Tenggara di MK, Tina Nur Alam Tetap Lanjut
Sugihyarman menjelaskan pada aspek legal standing, Kuasa Hukum Termohon dan pihak terkait mendalilkan bahwa pencabutan surat kuasa dan permohonan secara sepihak oleh Calon Wakil Gubernur Sultra, La Ode Muh Ihsan Taufik Ridwan, otomatis menggugurkan kedudukan hukum (legal standing) Tina Nur Alam sebagai Calon Gubernur Sulawesi Tenggara.
Namun, Sugihyarman membantah tegas argumen tersebut dengan merujuk pada PMK Nomor 3 Tahun 2024, yang mengatur bahwa pencabutan permohonan harus dilakukan berdasarkan kesepakatan seluruh pasangan calon dan memenuhi syarat formil serta materil.
Ia menegaskan bahwa hak konstitusional seorang calon gubernur tidak dapat dianulir sepihak oleh pasangannya tanpa adanya kesepakatan bersama, karena hal tersebut mencederai prinsip keadilan dan berpotensi menciptakan manipulasi dalam proses hukum.
Dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, La Ode Muh Ihsan secara terbuka menyatakan bahwa pencabutan surat kuasa dan permohonan dilakukan atas kemauannya sendiri, tanpa persetujuan dari calon gubernur dan tanpa pemberitahuan resmi kepada tim kuasa hukum yang mewakili pasangan calon.
Sugihyarman menilai pencabutan ini juga dilakukan sebelum Mahkamah Konstitusi menetapkan nomor register perkara dan jadwal sidang, sehingga secara prosedural pencabutan tersebut tidak memenuhi syarat formil dan materil sebagaimana diatur dalam hukum.
"Mahkamah Konstitusi, dalam hal ini, telah menunjukkan sikap yang jelas dengan tetap menetapkan nomor register perkara dan melanjutkan pemeriksaan pendahuluan, yang secara implisit mengesampingkan tindakan pencabutan sepihak tersebut."
"Dengan demikian, pencabutan sepihak tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah dan tidak dapat dijadikan alasan untuk menggugurkan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon," jelasnya.
Baca juga: Tina Nur Alam dan Ihsan Gugat Hasil Pilkada Sulawesi Tenggara 2024 ke MK, Sengketakan KPU Sultra
Menurut Sugihyarman, tindakan MK ini mencerminkan penerapan prinsip untuk menjaga keadilan, integritas, dan kesinambungan proses hukum, sehingga memastikan hak-hak konstitusional tetap terlindungi tanpa tersandera oleh tindakan prosedural yang cacat hukum.
Di sisi lain, Kuasa Hukum Termohon dan pihak terkait mempersoalkan dalil selisih suara antara Pemohon dan pemenang Pilkada—yang diklaim mencapai 31,55 persen—untuk menyatakan permohonan seharusnya langsung ditolak berdasarkan Pasal 158 UU Pilkada.
Menanggapi ini, Sugihyarman mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki sejumlah yurisprudensi yang menegaskan ambang batas selisih suara bukanlah norma absolut bila terdapat indikasi pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Ia menyebut beberapa Yurisprudensi MK, seperti Putusan MK Nomor 97/PHP.BUP-XIV/2016 (Sanggau), Putusan MK Nomor 47/PHP.BUP-XIV/2016 (Intan Jaya), dan Putusan MK Nomor 60/PHP.BUP-XVI/2018 (Paniai).
Pada putusan-putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi tetap memeriksa pokok perkara meski selisih suara di atas ambang batas.
“Ini menunjukkan bahwa MK tidak sekadar menghitung angka suara. Bila prinsip kejujuran dan keadilan terlanggar, Mahkamah Konstitusi wajib menggali substansi demi melindungi hak konstitusional,” ujar Sugihyarman.
Lebih lanjut, Termohon dan pihak terkait mempersoalkan dalil Pemohon Tina Nur Alam mengenai dugaan pemalsuan tanda tangan Ketua DPD Partai Hanura Sultra dalam dokumen B-KWK PARPOL yang menjadi bagian dari persyaratan pencalonan, dengan alasan bahwa dugaan tersebut tidak dilaporkan secara resmi ke kepolisian atau Bawaslu.
Baca juga: No Comment Jawab Tina Nur Alam Ditanya Soal Permintaan NasDem Sultra Tak Ajukan Gugatan ke MK
Namun, Sugihyarman menilai pandangan tersebut lemah secara hukum dan tidak relevan dalam konteks sengketa ini.
“Tidak adanya laporan resmi ke aparat penegak hukum tidak serta-merta menghilangkan potensi pelanggaran. Dalam mekanisme di Mahkamah Konstitusi, Pemohon memiliki ruang untuk mengajukan bukti lain, seperti keterangan saksi, ahli, serta akta otentik di bawah sumpah (affidavit), yang secara hukum sah dan dapat digunakan untuk menilai keabsahan dokumen,” jelas Sugihyarman.
Ia menekankan bahwa kasus ini bukanlah proses pidana yang m emerlukan penegakan hukum dalam ranah kriminal, melainkan sengketa konstitusional yang bertujuan untuk menilai keabsahan proses dan dokumen dalam pemilihan.
Dalam konteks ini, pembuktian tidak bergantung pada adanya laporan pidana, tetapi pada substansi bukti yang dapat menunjukkan adanya pelanggaran yang berdampak pada legitimasi pencalonan dan hasil pemilu.
“Apalagi, dalam perkara ini terdapat pengakuan langsung dari Wa Ode selaku pihak yang diduga tanda tangannya dipalsukan, dituangkan dalam bukti akta otentik (affidavit) dan bukti-bukti pendukung lain yang sah secara hukum. Karena itu, peran MK adalah memverifikasi dan menilai dampak pemalsuan atas legitimasi pencalonan,” paparnya.
Sugihyarman menambahkan bahwa pemalsuan dokumen, seperti tanda tangan Ketua DPD Partai Hanura Sultra, adalah pelanggaran administratif yang berdampak langsung pada keabsahan pencalonan.
"Pencalonan itu bersifat kumulatif. Artinya, meskipun pasangan calon telah memenuhi syarat minimal jumlah dukungan partai politik, jika salah satu dokumen dukungan partai pengusung cacat hukum, maka pencalonan tetap tidak sah," jelasnya.
Baca juga: Tim Pendukung Iringi Tina Nur Alam-LM Ihsan Keluar Venue Debat Sambil Nyanyikan Yelyel Nomor Empat
Ia juga menyoroti kejanggalan verifikasi dokumen oleh KPU Sultra melalui video call yang justru diajukan oleh pihak terkait sebagai bukti.
"Mengapa KPU tidak aktif membuktikan keabsahan dokumen ini? Hal ini memunculkan potensi keberpihakan dan penyimpangan prosedur yang harus diusut," tegasnya.
Sugihyarman pun menyoroti penghentian beberapa laporan dugaan politik uang oleh Bawaslu dan kepolisian karena batas waktu investigasi.
Menurutnya, penghentian di tingkat pengawas bukan berarti meniadakan pelanggaran.
“Asas kemanfaatan dan keadilan menuntut agar MK dapat memeriksa lebih jauh. Dalam perkara semisal Putusan MK Nomor 3/PHP.BUP-XIX/2021 (Halmahera Utara) atau Nomor 135/PHP.GUB-XIX/2021 (Kalimantan Selatan), MK menegaskan bahwa jika indikasi money politics besar dan berdampak masif, maka perselisihan wajib digali sampai pokok perkara,” urainya.
Pada akhirnya, Sugihyarman menegaskan bahwa perkara Nomor 249/PHPU.GUB-XXIII/2025 patut diteruskan ke pemeriksaan pokok perkara.
Ia mengutip empat asas hukum utama—keadilan, kepastian hukum, kemanfaatan, dan perlindungan hak konstitusional—yang dianut MK berdasarkan UU MK dan yurisprudensi terdahulu. (*)
(TribunnewsSultra.com/La Ode Ari)
Tim Pendukung Iringi Tina Nur Alam-LM Ihsan Keluar Venue Debat Sambil Nyanyikan Yelyel Nomor Empat |
![]() |
---|
Ruksamin Minta Saran Tina Nur Alam Jika Dirinya Gubernur Sultra, Ihsan Malah Bahas 1 Tambah 3 Jadi 4 |
![]() |
---|
Tina Nur Alam Sorot Visi Sultra Pusat Energi Dunia, Dijawab Ruksamin, Berbalas Kelakar Soal Sepakat |
![]() |
---|
Ratusan Mahasiswa Sultra Harap Program Beasiswa Diteruskan Tina Nur Alam Jika Terpilih Jadi Gubernur |
![]() |
---|
Tina Nur Alam Cerita Bahteramas, Program Serba 4, Kenalkan Ihsan Cawagub Sultra Termuda Saat Debat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.