Viral Kasus Guru di Konawe Selatan
‘Dia Mengakui Perbuatannya’ Penjelasan Aipda WH Ayah Korban Kasus Guru Supriyani di Konawe Selatan
Aipda WH, sosok ayah murid SD korban dugaan kasus guru Supriyani menyebut sang guru honorer tersebut sudah mengakui perbuatannya.
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Aipda WH, sosok ayah murid SD korban dugaan kasus guru Supriyani menyebut sang guru honorer tersebut sudah mengakui perbuatannya.
Pengakuan tersebut, katanya, disampaikan guru sekolah dasar (SD) negeri, di Kecamatan Baito, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), itu saat mediasi di kediamannya.
Meski guru Supriyani dalam upaya mediasi sebelum terbitnya laporan polisi (LP) awalnya tidak mengakui perbuatannya.
Penjelasan lengkap Aipda WH yang berdinas di Kepolisian Sektor atau Polsek Baito, Kabupaten Konsel, Provinsi Sultra, tersebut disampaikan, pada Senin (21/10/2024).
Dia ditemui TribunnewsSultra.com di Mapolres Konawe Selatan usai konferensi pers yang dipimpin Kapolres Konsel AKBP Febry Syam, meski dia tak mengikuti kegiatan tersebut.
Dalam konferensi pers, AKBP Febry didampingi Kasatreskrim Polres Konsel AKP Nyoman Gede Arya serta Kepala Kepolisian Sektor atau Kapolsek Baito, Ipda Muhammad Idris.
Aipda WH dalam keterangannya mengatakan upaya mediasi dengan guru Supriyani sudah berkali-kali dilakukan.
Baca juga: Cerita Lengkap Kasus Guru Supriyani Konawe Selatan Versi Gurunya, Ayah Korban Aipda WH, Kepolisian
“Dari awal, dari Polsek Baito sebelum terbit LP (laporan polisi) sudah dilakukan upaya mediasi,” katanya.
“Akan tetapi yang bersangkutan awalnya tidak mengakui,” jelas sosok bintara tinggi kepolisian tersebut.
Karena guru itu tak mengaku, diapun bersepakat dengan sang istri N untuk melanjutkan proses hukum kasusnya.
Dengan melaporkan guru Supriyani ke Polsek Baito.
“Sehingga kami bersepakat dengan istri untuk mencari keadilan,” ujarnya.
“Adapun yang kami laporkan itu terkait penganiayaan,” jelasnya menambahkan.
Meski demikian, upaya mediasi pun terus dilakukan.
Pertama, guru Supriyani datang bersama kepala sekolah (kepsek) di kediaman korban.
Dalam kesempatan itu, kata Aipda WH, guru honorer tersebut mengakui perbuatan telah menganiaya anaknya.
“Jadi upaya mediasi yang dilakukan pertama kali tersangka ini datang bersama kepala sekolah mengakui akan perbuatannya,” katanya.
Namun saat itu, Aipda WH meminta waktu untuk mendiskusikannya sekaligus memberikan waktu sang istri berpikir.
“Kami sampaikan bahwa beri kami waktu untuk mendiskusikan ini. Beri istri saya waktu untuk berpikir,” jelasnya.
Selanjutnya, upaya mediasi kedua kembali dilakukan, guru Supriyani didampingi kepala desa (kades).
“Begitupula di mediasi kedua yang didampingi oleh Kepala Desa Wonua Raya, jawaban masih sama,” ujarnya.
Baca juga: Barang Bukti Kasus Supriyani Diamankan Aipda WH Ortu Murid, Tim Internal Polda Sultra Cari Kebenaran
Diapun mengungkap mediasi di rumahnya berlangsung sebanyak tiga kali.
Sekali didampingi kepsek, sekali didampingi kades, dan guru Supriyani datang sendiri bersama kerabatnya sebanyak satu kali.
Sementara, pertemuan selanjutnya berlangsung di kantor kepolisian setelah kasus tersebut bergulir.
“Posisi ke rumah itu yang didampingi kepala sekolah satu kali. Yang didampingi oleh kepala desa satu kali,” katanya.
“Yang mereka datang sendiri kurang lebih dua kali. Selepasnya itu kami ketemunya di kantor polisi,” jelasnya menambahkan.
Dalam kesempatan tersebut, Aipda WH, juga menjawab terkait kabar permintaan uang ‘damai’ sebesar Rp50 juta.
Saat ditanya wartawan, dia menegaskan pihaknya sebagai keluarga korban sama sekali tak pernah meminta uang tersebut.

“Kalau terkait kabar permintaan uang yang besarannya seperti itu pak, tidak pernah kami meminta,” ujarnya.
“Sekali lagi kami sampaikan tidak pernah,” kata Aipda WH yang tampak mengenakan kemeja berwarna cokelat.
Mediasi Kasus Berlangsung Berkali-kali
Kapolres Konsel, AKBP Febry Syam, menjelaskan, proses mediasi terduga pelaku dan keluarga korban dilakukan berkali-kali.
“Empat kali dilakukan mediasi antara orangtua korban dan pelaku, tetapi pelaku tidak mengakuinya,” kata AKBP Febry.
“Sehingga orang tua korban melanjutkan laporannya,” jelasnya dalam konferensi pers di Mapolres Konawe Selatan.
Kapolsek Baito, Ipda Muhammad Idris, membeberkan, penetapan tersangka hingga pelimpahan tersangka dan barang buktinya ke kejaksaan berdasarkan hasil penyelidikan serta penyidikan kepolisian.
Baca juga: Fakta Baru Kasus Ibu Supriyani di Konawe Selatan, Keluar Lapas Dijemput Suami, Dicari Hotman Paris
Diapun menyebut upaya mediasi antara orangtua korban dengan guru SU sudah dilakukan berkali-kali.
“Awalnya sebelum ada LP (laporan polisi) saya sudah berusaha mediasi karena orangtua korban minta petunjuk ke saya,” ujarnya.
“Saya sampaikan kita cari solusinya dan kita selesaikan secara kekeluargaan,” kata Ipda Idris menambahkan.
Idris mengaku upaya mediasi tersebut berkali-kali dilakukan, namun guru SU tetap mengaku tidak memukuli korban.
Orangtua korban bahkan siap mencabut laporan asalkan guru SD tersebut mau mengakui perbuatannya dan meminta maaf.
“Setelah itu saya panggil ibu guru ke kantor dan ketika tiba di kantor langsung ibu guru mengatakan kapan saya pukul kamu sambil menunjuk dan pelototi korban,” ujarnya.
“Dan terduga pelaku tidak mengakui perbuatannya dan mengatakan kalau saya lakukan silakan buktikan,” lanjut Ipda Idris.
Baca juga: Duduk Perkara Kasus Guru SD Konawe Selatan Ditahan Atas Tuduhan Aniaya Murid Anak Polisi Konsel
Kapolsek mengungkapkan upaya berdamai sempat terjadi setelah orangtua korban bertemu dengan guru SU.
Namun, orangtua korban tetap melanjutkan proses hukum karena terduga pelaku tidak serius mengakui perbuatanya.
“Sebenarnya orang tua sudah luluh hatinya untuk berdamai,” jelas Ipda Idris.
“Namun setelah mendengar info bahwa terduga pelaku minta maaf tidak ikhlas sehingga orangtua korban meminta agar kasusnya dilanjutkan sesuai dengan prosedur hukum,” lanjut kapolsek.
Ipda Idris mengatakan penetapan tersangka kepada SU atas dugaan penganiayaan terhadap anak berdasarkan bukti dan keterangan dua murid SD yang juga rekan korban.
“Kedua saksi merupakan teman korban dan melihat langsung kejadian tersebut,” ujar Ipda Idris.
Kapolres Konsel AKBP Febry Syam menyebut penyidik kepolisian memanggil 7 saksi untuk dimintai keterangan dalam kasus ini.
“Kami telah memanggil 7 orang saksi dalam penyidikan tersebut,” kata AKBP Febry.
Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam, didampingi Kapolsek Baito, Ipda Muhammad Idris, pun memberikan penjelasan terkait kronologi dan duduk perkara kasus ini.
Penjelasan disampaikan dalam konferensi pers resmi di Mapolres Konsel, Sulawesi Tenggara, pada Senin (21/10/2024).
TribunnewsSultra.com juga sempat melihat Aipda WH, sang ayah korban M, di luar ruangan konferensi pers.
“Kejadian terjadi pada Rabu (24/4/2024) di sekolah, saat korban telah bermain dan pelaku datang menegur korban hingga melakukan penganiayaan,” kata AKBP Febry.
Kasus tersebut dilaporkan ke Polsek Baito, Jumat (26/04/2024), sebagaimana Laporan Polisi (LP) Nomor LP/03/IV/2024/Polsek Baito/Polres Konsel/Polda Sultra.
Pelapor yakni N, ibu kandung korban murid kelas 1 SD di Kecamatan Baito, yang juga istri dari Aipda WH.
Dengan terlapor SU, oknum guru SD, yang diduga pelaku kekerasan fisik terhadap anak berinisial M tersebut.
“Benar, orang tua korban merupakan seorang anggota kepolisian di Polsek Baito, iya Kanit Intel,” jelas AKBP Febry.
Kronologi kasus ini berawal saat ibu korban melihat ada bekas luka di paha bagian belakang korban, Kamis (25/4/2024) sekitar pukul 10.00 wita, dan menanyakannya kepada korban mengenai luka tersebut.
Kepada ibunya, sang anak menjawab bahwa luka tersebut akibat terjatuh saat bersama ayahnya Aipda WH di sawah.
Pada Jumat (26/4/2024) sekitar pukul 11.00 wita pada saat korban hendak dimandikan oleh sang ayah untuk pergi salat Jumat, N mengonfirmasi suaminya tentang luka di paha korban.
Suami korban kaget dan langsung menanyakan kepada korban tentang luka tersebut.
Korban kepada ayahnya pun menjawab bahwa telah dipukul oleh gurunya SU di sekolah, pada Rabu (24/4/2024).
Setelah itu, ayah dan ibu korban pun mengkonfirmasi saksi yang disebut korban yang melihat atau mengetahui kejadian tersebut.
Saksi I dan A disebutkan membenarkan dan melihat bahwa korban telah dipukul oleh guru SU dengan menggunakan gagang sapu ijuk di dalam kelas, pada Rabu (24/4/2024).
Pada Jumat (26/4/2024), sekitar pukul 13.00 wita, N dan Aipda WH melaporkan kejadian itu ke Kepolisian Sektor (Polsek) Baito.
Kemudian saat itu juga pihak Polsek Baito melalui kanit reskrim mengundang terduga pelaku ke markas polsek untuk dikonfirmasi terkait laporan tersebut.
“Tetapi yang diduga pelaku tidak mengakuinya sehingga yang diduga pelaku disuruh pulang ke rumahnya, dan laporan Polisi diterima di Polsek Baito,” kata AKBP Febry Sam.
AKBP Febry bersama Ipda Muhammad Idris menjelaskan sejumlah upaya pun telah dilakukan pihak Polsek Baito.
Dengan mediasi untuk penyelesaian kasus secara kekeluargaan akan tetapi terkendala karena terduga pelaku tidak mengakui perbuatannya.
Dalam keterangan kepolisian disebutkan, kepala sekolah bersama terduga pelaku dan suaminya, disebutkan pernah datang ke rumah korban, beberapa hari setelah ada laporan di Polsek Baito.
SU datang untuk meminta maaf dan mengakui perbuatannya, tetapi pihak ibu korban N belum bisa memaafkan.
Sebelum kasus naik ke tahap penyidikan, kepala desa bersama terduga pelaku dan suaminya disebutkan juga pernah datang ke rumah korban untuk meminta maaf dan mengakui perbuatannya.
Dalam pertemuan tersebut, pihak korban disebutkan sudah menerima dan memaafkan, tinggal menunggu kesepakatan damai.
Tetapi beberapa hari setelah itu, pihak korban mendengar informasi tersangka minta maaf tidak ikhlas yang membuat orangtua korban tersinggung dan bertekad melanjutkan perkara ke jalur hukum.(*)
(TribunnewsSultra.com/Samsul Samsibar)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.