2 Partai Sukses Gugat UU Pilkada ke MK, Buka Peluang Pengusungan Partai Tak Punya Kursi di DPRD
Dua partai sukses menggugat Undang-Undang (UU) Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pada akhirnya mengubah konstalasi politik yang ada di Indonesia.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Desi Triana Aswan
a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 % (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.
b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (lima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 % (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;
c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilihan tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 % (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;
d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.0000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 % (enam setengah persen) di kabupaten/kota tersebut;".
Sebelumnya, Partai Buruh dan Partai Gelora menggugat aturan terkait batasan partai politik tanpa kursi di DPRD dalam pengusungan pasangan calon (paslon) di Pilkada.
Ketua tim hukum Partai Buruh dan Partai Gelora, Said Salahuddin, mengaku pihaknya dirugikan secara konstitusional atas keberlakuan pasal a quo.
Ia menilai persyaratan pendaftaran pasangan calon yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol lebih berat daripada persyaratan pendaftaran pasangan calon dari jalur perseorangan.
"Paslon yang diusulkan parpol, berbasis pada perolehan suara sah. Sedangkan, paslon perseorangan berbasis pada dukungan KTP pemilih," ungkapnya.
Dalam petitumnya, Partai Buruh dan Partai Gelora meminta MK menyatakan Pasal 40 Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "dalam hal partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, jika hasil bagi jumlah akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan menghasilkan angka pecahan, maka dihitung dengan pembulatan ke atas". (*)
(Tribunnews.com/TribunnewsSultra.com/Desi Triana)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.