Berita Baubau
Mengenal Iring-iringan Prosesi Pemakaman Seorang Sultan di Kesultanan Buton Sulawesi Tenggara
Mengenal iring-iringan prosesi pemakaman saat seorang Sultan wafat di Kesultanan Buton, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Penulis: Harni Sumatan | Editor: Amelda Devi Indriyani
TRIBUNNEWSSULTRA.COM,BAUBAU - Mengenal iring-iringan prosesi pemakaman saat seorang Sultan wafat di Kesultanan Buton, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Prosesi pemakaman Sultan dahulu merupakan upacara kenegaraan sehingga pelaksanaannya sangat disakralkan.
Jika Sultan mangkat maka secara otomatis perangkat kesultanan atau sara Kesultanan Buton akan mendatangi Kamali Istana untuk mempersiapkan kemangkatan Sultan.
Sebelum abad ke-19 ketika Sultan mangkat maka sebuah lonceng dan meriam akan dibunyikan sebagai tanda berpulangnya Sultan yang saat itu sedang menjabat.
Bahkan meriam beberapa kali ditembakkan mengiringi prosesi pemakaman jenazah.
Namun, setelah Sultan Idrus Qaimuddin, upacara membunyikan lonceng dan menembakan meriam tidak lagi dilakukan, sebab tertulis dalam surat wasiatnya sebelum wafat.
Sehingga sejak Sultan Buton ke-29 menjabat, prosesi tersebut tidak lagi dilaksanakan hingga saat ini.
Baca juga: Hujan Deras Iringi Pemakaman Sultan Buton La Ode Muhammad Izat Manarfa di Baubau Sulawesi Tenggara
Budayawan Buton, Imran Kudus mengatakan prosesi pemakaman Sultan untuk bunyi-bunyian yang masih digunakan hingga saat ini tinggallah Penabu Tambur.
"Saat keranda diangkat penabu tambur akan dibunyikan kurang lebih satu menit, baru setelah itu iring-iringan dapat jalan menuju pemakaman," jelasnya, Jumat (29/3/2024).
Kata dia, Penabu Tambur ialah penabu gendang Tari Galangi yang berjumlah 11 orang.
"Dalam prosesi tidak terdapat Tarian Galangi, namun Tarian Galangi ialah tarian yang dahulu hanya ditarikan oleh pasukan inti kesultanan yang berada di barisan paling depan dan belakang sebagai pengamanan Sultan," jelasnya.
Pasukan inti yang disebutkan berjumlah 11 regu tersebut tidak lagi dapat dihadirkan sebab pasukan inti kesultanan sudah lama tidak ada.
"Sejak mangkatnya Sultan ke-38 tahun 1960, perlahan pasukan regu inti kesultanan tidak ada," imbuhnya.
Sehingga saat ini pasukan regu inti kesultanan diwakilkan oleh sebuah sanggar yang memfokuskan diri pada salah satu kegiatan kesultanan yakni Tarian Galangi.
Baca juga: Suasana Rumah Duka Sultan Buton ke-40 di Kamali Baadia Kota Baubau Sulawesi Tenggara
Imran mengatakan dalam prosesi pemakaman Sultan Buton ke-40 kemarin, pihaknya tidak melaksanakan Penabu Tambur sebab penabu masih ada di luar daerah.
Dalam prosesi pemakaman, Sultan diangkat di atas keranda terbuka yang mana terdapat 4 orang anak laki-laki yang terdiri dari 2 orang anak bertugas mengipas jenazah Sultan dan 2 orang anak lainnya memegang lilin atau sulu.
Di atas keranda terbuka terdiri dari dua bantal panjang mengapit Sultan disebut Kambali, yang pada ujung bantal diletakan ornamen terbuat dari perak atau emas.
Kemudian pada kepala hingga kaki pula terdapat bantal lebih pendek yang juga disebut Kambali.
"Jadi sebelum Sultan diletakan di atas keranda, Tombi atau bendera sudah lebih dulu dipersiapkan, pula Paturu Kelambu yang nantinya akan menjadi penutup makam usai Sultan dikuburan," jelasnya.
Imran Kudus juga menjelaskan terdapat aturan jalan iring-iringan pemakaman Sultan yakni pasukan inti kesultanan yang terbagi atas 3 regu.
Tamburu Lima Anguna atau Kompaniya Yi Nunca terdiri dari 5 regu yang bertugas di istana untuk keperluan pengamanan pribadi Sultan yang berada paling depan saat pengantaran Sultan menuju pemakaman.
Baca juga: Cerita Putri Sultan Buton LM Izat Manarfa Ungkap Kondisi Sang Ayah Sebelum Meninggal, Sempat Umroh
Kemudian, di belakang sara Kesultanan Buton terdapat 6 regu lain yang terbagi menjadi 2 regu yakni 4 regu disebut Kompaniya Pata Anguna dan Kompaniya Rua Anguna atau Kompaniya Sara yang terdiri 2 regu.
"Jadi urutan seharusnya dalam prosesi pemakaman Sultan yakni pasukan inti Kesultanan, Tombi, Paturu Kelambu, perangkat masjid yang terdiri dari perangkat Masjid Keraton, Sorawolio, dan Baadia, Keranda, perangkat Kesultanan Buton, lalu ditutup dengan 6 regu pasukan inti kesultanan," jelasnya.
Namun, pada pelaksanaan prosesi pemakaman Sultan Buton ke-40, La Ode Muhammad Izat Manarfa pada Rabu (27/3/2024), pasukan inti kesultanan tidak diikut sertakan sehingga barisan paling depan ialah Tombi atau bendera.
Pada prosesi pemakaman Sultan Buton ke-40 terdapat sebuah payung kebesaran yang memayungi jenazah Sultan sebab Sultan berpulang saat masih menjabat.
"Jenazah Sultan harus dipayungi saat diangkat menuju keranda dan hingga ke pemakaman sebab Sultan dianggap sedang lakukan proses keluar dari istana," tambahnya.
Iringin-iringan tersebut berjalan perlahan dengan melantunkan lafadz Tahlil sampai ke pemakaman.
Lalu setelah itu sebagaimana biasa akan diadakan pembacaan talkim, tahlil, yasin dan doa.
Setelah proses pemakaman, Paturu Kelambu berwarna putih diletakan di atas makam Sultan sebagai tanda kebesaran.(*)
(TribunnewsSultra.com/Harni Sumatan)
Hujan Deras Iringi Pemakaman Sultan Buton La Ode Muhammad Izat Manarfa di Baubau Sulawesi Tenggara |
![]() |
---|
Detik-detik Jenazah Sultan Buton ke-40 Sampai di Rumah Duka di Baubau Sulawesi Tenggara |
![]() |
---|
Suasana Rumah Duka Sultan Buton ke-40 di Kamali Baadia Kota Baubau Sulawesi Tenggara |
![]() |
---|
Cerita Putri Sultan Buton LM Izat Manarfa Ungkap Kondisi Sang Ayah Sebelum Meninggal, Sempat Umroh |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.