Penyebab Beras Langka dan Mahal, Satgas Pangan Turun Lapangan Tak Temukan Penimbunan Bahan Pokok

Berikut ini penyebab beras langka dan mahal. Menindaklanjuti hal tersebut, Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri sampai turun tangan.

Kolase TribunnewsSultra.com
ILUSTRASI- Berikut ini penyebab beras langka dan mahal. Menindaklanjuti hal tersebut, Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri sampai turun tangan. Mereka terjun lapangan untuk memastikan temua adanya penimbunan beras. Namun hingga saat ini, belum ditemukan adanya penimbunan bahan pokok tersebut. 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM- Berikut ini penyebab beras langka dan mahal.

Menindaklanjuti hal tersebut, Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri sampai turun tangan.

Mereka terjun lapangan untuk memastikan temua adanya penimbunan beras.

Namun hingga saat ini, belum ditemukan adanya penimbunan bahan pokok tersebut.

Seperti diketahui, kelangkaan bahan pokok dan melonjaknya harga beras di pasar menjadi perhatian sejumlah pihak.

Sejumlah masyarakat mengeluh dengan kelangkaan dan mahalnya beras.

Berbagai dugaan penyebab mahalnya beras ini juga menjadi perbincangan dan viral di media sosial.

Baca juga: Pedagang Nasi Kuning di Kota Kendari Sulawesi Tenggara Putar Otak Imbas Harga Beras Mahal

Dilansir dari Tribunnews.com, anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher mengatakan langka dan mahalnya beras di pasaran selama beberapa bulan terakhir ini ditengarai akibat dari kebijakan bansos yang salah penerapan.

Ia menyebut kondisi ini semakin mengkhawatirkan.

Pasalnya, bisa membuat masyarakat menurun daya belinya terhadap bahan pokok.

Terlebih, mendekati bulan suci Ramadan dan Idulfitri, kebutuhan pokok akan terus meningkat.

Ia pun tak sependapat dengan klaim Pemerintah yang menyebut penyebab beras mahal dan langka gegera perubahan cuaca.

"Alasan adanya El Nino dan gagal panen bukanlah faktor tunggal yang membuat beras menjadi langka dan mahal. Kebijakan bansos yang ugal-ugalan tanpa memikirkan ketersediaan pasokan juga menjadi faktor penyebab beras langka," ujar Netty melalui keterangannya, Sabtu (24/2/2024) dikutip dari Tribunnews.com.

Sebut Bansos Jadi Penyebab

Pemikiran Netty malah menyebut jika bantuan sosial atau bansos adalah penyebab utama.

Netty merasa heran, bansos jelang pemilu kemarin lebih sering dan lebih banyak ketimbang pada masa pandemi.

"Pemerintah harus berani mengakui dan mengevaluasi kebijakan tersebut," tutur Netty.

Dugaan Musim Tanam Terlambat

Menurut pakar pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Taryono, angkat bicara terkait melonjaknya harga beras di pasaran.

Ia menegaskan bahwa kenaikan harga ini bukan disebabkan oleh kelangkaan pasokan, melainkan karena musim tanam yang terlambat.

"Beras tidak langka, yang langka itu beras premium dari rice mill besar. Harga sudah lama mahal karena musim tanam terlambat," ungkap Taryono.

Taryono menambahkan bahwa impor beras dapat membantu memenuhi kebutuhan di pasaran.

"Beras impor sudah masuk, artinya stok di gudang masih cukup. Yang berkurang mungkin beras dari hasil panen petani," terangnya.

Untuk meningkatkan produksi dalam negeri, Taryono menekankan pentingnya intensifikasi pertanian yang ramah lingkungan. Namun, ia mengakui bahwa hal ini tidak mudah karena berbagai tantangan.

Baca juga: Beras, Gula Pasir hingga Minyak Goreng Ludes Terjual Saat Gerakan Pangan Murah di Konawe Sultra

"Produksi dalam negeri belum optimal. Biaya usaha tani mahal, tenaga kerja sulit, teknologi penggantinya belum siap atau sudah siap tapi budaya masyarakat belum menerima," paparnya.

Taryono pun mengusulkan solusi alternatif, yaitu desentralisasi kedaulatan pangan.

"Saya usul desentralisasi kedaulatan pangan. Pangan tidak harus beras seperti sekarang," tegasnya.

Dosen Departemen Budidaya Pertanian UGM ini menjelaskan bahwa ketergantungan masyarakat pada nasi saat ini merupakan hasil dari politik beras sejak masa Orde Baru.

Padahal, setiap wilayah memiliki kekhasan dan potensi pangan masing-masing.

"Di Pantura Jawa Timur, masyarakat masih suka mengkonsumsi jagung. NTT, NTB juga sama. Di Merauke, transmigrannya bahkan menanam talas untuk sumber karbohidrat," terangnya.

Taryono juga mencontohkan bahwa di pesisir timur Sulawesi, masyarakat mengonsumsi sagu dengan beragam bentuknya.

Satgas Tak Temukan Penimbunan

Baca juga: Viral Aksi 2 Pria Gasak 51 Karung Beras di Konawe Sultra Terekam CCTV, Kerugian Ditaksir Rp30 Juta

Satgas Pangan Polri menegaskan tidak menemukan adanya penimbunan beras di balik kelangkaan bahan pokok tersebut di Indonesia.

"Hingga saat ini dari gudang-gudang penyimpanan beras yang kami monitor, belum ditemukan adanya penimbunan beras," kata Kasatgas Pangan Polri Brigjen Whisnu Hermawan saat dikonfirmasi, Sabtu (24/2/2024).

Whisnu menegaskan pihaknya akan menindak tegas apabila menemukan adanya perbuatan penimbunan beras tersebut.

Satgas Pangan Polri, kata Whisnu, akan menindak sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.

"Di antaranya undang-undang pangan, undang-undang perdagangan, undang-undang perindustrian dan peraturan lain yang terkait," jelasnya.

Pastikan Harga Turun Jelang Ramadan

Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri diketahui melakukan inspeksi mendadak (sidak) di gudang beras Bulog di kawasan Jakarta Utara pada Kamis (22/2/2024).

Sidak yang dipimpin langsung Kasatgas Pangan Polri Brigjen Whisnu Hermawan itu untuk mengecek soal ketersediaan hingga harga beras yang sedang menjadi perbincangan karena terjadi kelangkaan hingga membuat harganya melambung.

"Kami dari Satgas Pangan pusat mengecek langsung ke gudang Bulog Jakarta, memastikan bahwa beras banyak dan cukup," kata Whisnu kepada wartawan, Kamis.

"Kami juga hadir untuk mengecek di pasar-pasar becek dan ritel modern, hari ini kita lihat bersama-sama Bulog telah menyalurkan hampir 13 ton beras itu ke ritel modern melalui food station 3 ribu ton, artinya 1-2 hari ini akan dibanjiri oleh beras di pasar-pasar atau di toko-toko ritel modern," sambungnya.

Jenderal Polisi yang juga menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus ini meminta agar masyarakat tidak perlu khawatir dengan ketersediaan hingga harga beras.

"Kami pun melihat dan mengawasi seluruh pasar-pasar becek, kami mendapatkan data di seluruh Indonesia bahwa beras pun banyak dan tentunya masyarakat tidak perlu khawatir terkait dengan beras. Karena kita lihat bahwa sudah masuk beras-beras impor dari luar negeri yang secara bertahap memenuhi gudang-gudang Bulog di seluruh Indonesia," ucapnya.

Dengan pengecekan itu, Whisnu memastikan jika harga beras akan turun dalam waktu dekat ini.

"Jadi untuk Satgas Pangan bukan hanya di Jakarta, kami pun mengawasi dan memantau semua kegiatan beras yang ada di seluruh Indonesia. Ini terhambat karena distribusi saja, karena kemarin hujan ada beberapa tempat yang banjir," ucap Whisnu.

"Sehingga penyaluran beras agak terhambat. Tetapi saya dan temen-temen dari Bulog yakin satu-dua hari ke depan bahkan Minggu depan pastinya beras akan turun," sambungnya.

Lebih lanjut, Whisnu juga memastikan harga beras juga akan normal atau stabil saat memasuki bulan suci Ramadan.

"Kita mengecek dari hulu ke hilir ya, hilirnya kosong kita mengecek di Bulog ternyata di Bulog banyak, ini tinggal tergantung dengan distribusi saja. Makanya di Cipinang kita lihat sudah turun harganya, tinggal di pasar-pasar turunannya mungkin 1-2 hari akan turun juga. Mudah-mudahan dalam minggu depan semua sudah normal kembali," tegas Whisnu.

Dalam kesempatan yang sama, Pimpinan Perum Bulog Wilayah DKI Jakarta dan Banten Basirun menegaskan saat ini ketersediaan beras di DKI Jakarta cukup terjaga.

"Karena suplai dari kapal impor terus secara bergiliran berdatangan, sekarang pun kami sedang ada bongkar tiga kapal sekaligus baik di Priok, kemudian di Cigading maupun di Merak, semuanya untuk memenuhi suplai kami ke pasar-pasar, baik untuk langsung ke pasar," ujar Basirun.

"Kemudian ke Pasar Induk Cipinang, dan mensuplai untuk beras komersil melalui food station. Ketersediaan stock saat ini 77 ribu ton itu masih sangat mencukupi disamping juga jadwal kapal tentunya dari kantor pusat akan terus memasok untuk kebutuhan DKI Jakarta, Banten dan Jabodetabek," tukasnya.

Kondisi Kota Kendari

Kondisi di ibu kota Sulawesi Tenggara, Kendari pun demikian.

Sejumlah pedagang pasar di Kota Kendari mengeluh gegara langka dan beras mahal.

Misalnya saja, pedagang beras Pasar Pasaeno menyebut kenaikan harga beras belakangan ini tertinggi dalam 10 tahun terakhir.

Pasar tersebut berada Tenggara Kantor Wali Kota Kendari tepatnya di Jalan Pasaeno, Kelurahan Bende, Kecamatan Mandong, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kenaikan Harga beras tersebut melalui Harga eceran tertinggi (HET) yang telah oleh ditetapkan pemerintah.

Hasni Pedagang beras kepada TribunnewsSultra.com, jumat (23/2/2024) Sore, Mengungkapkan mahalnya harga beras saat ini tertinggi, selama pemerintahan Jokowi.

"Harga beras sekarang paling mahal mi selama periode pak Jokowi, harga beras untuk perliter awalnya 13 ribu menjadi 15 ribu untuk beras kepala Super sedangkan Perkilo bisa menyentuh harga 18 ribu," tuturnya.

Ia menambahkan rata-rata kenaikan harga beras menyentuh angka 2 ribu, sedangkan beras untuk 50 kilo gram dipasaran saat ini dijual Rp 800 ribu.

Santi salah satu pembeli beras mengaku pusing dan kaget dengan kenaikan harga beras terkesan mendadak.

"Kaget juga beras semahal ini, pas kampanye banyak beras setelah kampanye beras langka dan mahal," jelasnya.

Ia berharap pemerintah cepat mengambil tindakan untuk menstabilkan harga beras.

Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional No 7 Tahun 2023, HET beras berlaku sejak Maret 2023 adalah Rp10.900 per kg medium, sedangkan beras premium Rp13.900 per kg untuk zona 1 yang meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi.

(*)

(TribunnewsSultra.com/Tribunnews.com)

 

 

 

 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved