Opini
OPINI: Hantu-hantu Itu Masih Gentayangan
Di Kamboja terdapat "rumah hantu", sebuah gedung yang berdiri angker terletak di Choueng Ek Killing Fields dekat Phnom Phen yang dikenal sebagai salah
Berbeda dengan museum di Kamboja yang sepenuhnya mengisahkan kekejaman pembantaian massal oleh rezim Pol Pot, museum Lubang Buaya lebih fokus mengglorifikasi kekejaman pembantaian para jenderal Pahlawan Revolusi.
Diorama di musem itu sama sekali tidak memuat jejak peristiwa pembantaian massal terhadap warga yang terjadi pasca peristiwa 30 September 1965.
Padahal, seperti terungkap dalam banyak laporan investigasi para jurnalis maupun lembaga HAM nasional dan internasional, termasuk Komnas HAM, diduga 500 ribu sampai 2 juta orang yang dituduh simpatisan PKI di seluruh Indonesia telah dibantai secara sadis menyusul "kudeta" PKI itu.
Saya sendiri hingga kini belum sepenuhnya yakin jika peristiwa 30 S PKI itu adalah gerakan kudeta yang diinisiasi sepenuhnya oleh PKI. Alasannya, semua kudeta yang pernah terjadi di dunia, selalu dilakukan oleh elit militer, atau elit politik yang didukung pasukan secara massif, dengan peralatan tempur yang lengkap pula.
Yang terjadi pada peristiwa 30 September 1965 hanya dilakukan oleh satu batalyon pasukan Cakrabirawa, tanpa rantai komando yang jelas dan terstruktur, minim persenjataan, bahkan tidak didukung alat komunikasi yang memadai seperti HT misalnya.
Tidak heran hanya dalam hitungan jam, para pemberontak itu mampu digulung pasukan Kostrad dipimpin Jenderal Soeharto beserta sejumlah pasukan dari Kodam Diponegoro yang konon telah disiapkan di Jakarta oleh Pak Harto beberapa hari jelang rencana kudeta itu.
Para sejarawan, terutama para indosianist, kukuh bahwa peralihan rezim Orla kepada rezim Orba murupakan kudeta elit militer beraliansi dengan kekuatan kapitalisme global yang kemudian dikenal dengan istilah Kudeta Merangkak.
Paling tidak ada 4 versi sejarah yang coba mengungkap peristiwa kelabu itu. 3 versi menyebut diinisiasi elit militer menyusul konflik di tubuh Angkatan Darat (AD), gabungan AD dengan PKI, atau AD dibantu oleh dan atas skenario Amerika (CIA), dan hanya versi resmi pemerintah yang tegas menyebut PKI sebagai dalang tunggal.
Seperti kata Winston Churcill, "Sejarah selalu ditulis oleh pemenang." Atau seperti kata Ariel Heryanto, guru besar Monash University Australia, "Sejarah tidak selalu berisi tentang peristiwa masa lalu, tapi kisah masa lalu yang ditulis orang masa kini untuk kepentingan saat ini."
Alih-alih melakukan rekonsiliasi seperti Kamboja, Indonesia lebih suka memelihara hantu-hantu itu dan membiarkannya gentayangan di benak jutaan warga bangsa, untuk sewaktu-waktu ditangkap dan digunakan bagi kepentingan politik tertentu.
Indonesia memang dikenal sebagai bangsa yang doyan memelihara hantu. Ada hantu Pocong, Wewe Gombel, Suster Ngesot, Kuntilanak, Suangge yang ditakuti serta dihindari, tapi juga ada hantu yang dirindukan seperti Si Manis Jembatan Ancol, atau hantu-hantu di Gunung Kemukus yang disembah dalam ritual untuk peroleh kekayaan secara instan.
Dalam konteks politik, selain hantu PKI yang dibiarkan terus gentayangan, kini muncul pula hantu "Dungu" peliharaan Rocky Gerung, juga hantu Gemoy versi PKS yang terus saja mengintai.
Maka rajin-rajinlah baca ayat Kursi bagi kaum muslimin, atau mengenakan salib bagi yang Kristen agar senantiasa terhindar dari terkaman hantu-hantu gentayangan itu.
Ba'da Subuh, 7 Desember 2023. (*)
(Penulis: Adalah Fungsional KAHMI, pernah menjabat Ketua Umum HMI Cabang Ujung Pandang)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.