Penyebab Sifilis atau Penyakit Raja Singa yang Tren Kasusnya Terus Meningkat, Gejala, dan Pengobatan

Berikut penyebab sifilis atau penyakit raja singa yang tren kasusnya terus meningkat di Indonesia, gejala, pengobatan, hingga pencegahan.

Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Aqsa
handover
Berikut penyebab sifilis atau penyakit raja singa yang tren kasusnya terus meningkat di Indonesia, gejala, pengobatan, hingga pencegahan. Peningkatan kasus penyakit sifilis sebelumnya dilansir Kementerian Kesehatan atau Kemkes RI belum lama ini. Penyakit sifilis pada pria dan wanita dilaporkan meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir 2016-2022. 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Berikut penyebab sifilis atau penyakit raja singa yang tren kasusnya terus meningkat di Indonesia, gejala, pengobatan, hingga pencegahan.

Peningkatan kasus penyakit sifilis sebelumnya dilansir Kementerian Kesehatan atau Kemkes RI belum lama ini.

Penyakit sifilis pada pria dan wanita dilaporkan meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir 2016-2022. 

Peningkatannya dari 12 ribu kasus menjadi hampir 21 ribu kasus dengan rata-rata penambahan 17 ribu-20 ribu kasus pertahunnya.

Bahkan, kata Juru Bicara Kemkes RI, Muhammad Syahril, presentase pengobatan pasien sifilis dalam kehamilan masih rendah. 

Pasien ibu hamil dengan sifilis yang diobati hanya berkisar 40 persen, sisanya, sekitar 60 persen tidak mendapatkan pengobatan dan berpotensi menularkan dan menimbulkan cacat pada anak dilahirkan.

Lantas apa itu sifilis atau penyakit raja singa, apa penyebab, gejala, hingga cara pengobatan dan pencegahan?

Baca juga: Bayi Idap Penyakit Hidrosefalus Sejak Lahir di Kota Kendari Sulawesi Tenggara, Begini Kondisinya

Simak ulasannya berikut ini dihimpun TribunnewsSultra.com dari berbagai sumber.

1. Apa Itu Penyakit Sifilis
 
Penyakit sifilis adalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri. 

Dikutip dari laman Yankes Kemkes RI, penyakit yang juga dikenal ini dengan istilah raja singa ini dimulai sebagai luka yang tidak nyeri.

Biasanya luka pada alat kelamin, rektum atau mulut. 

Kondisi ini dapat menyebar dari orang ke orang melalui kontak kulit atau selaput lendir dari luka ini. 

Setelah infeksi awal, bakteri sifilis dapat tetap tidak aktif di dalam tubuh selama beberapa dekade sebelum menjadi aktif kembali.

Jika didiagnosis dengan cepat, penyakit ini dapat disembuhkan dengan pemberian antibiotik. 

Tanpa pengobatan, penyakit ini dapat merusak jantung, otak atau organ lain, dan dapat mengancam jiwa. 

Sifilis juga dapat ditularkan dari ibu ke anak yang belum lahir. 

Sifilis menular selama tahap primer dan sekunder, dan kadang-kadang pada awal periode laten. 

Pada kasus yang lebih jarang, kondisi ini dapat menyebar melalui kontak langsung dengan lesi aktif, seperti saat berciuman. 

Ini juga dapat ditularkan dari ibu dalam kehamilan ke bayinya selama kehamilan atau persalinan.

2. Penyebab Sifilis dan Penyebarannya

Baca juga: Kronologi Perawat RSUD Kendari Sultra Dipukul Keluarga Pasien hingga Alami Gangguan Pendengaran

Penyakit sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum yang berbentuk spiral. 

Bakteri dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka kecil, lecet, ruam pada kulit, atau melalui selaput lendir, yaitu jaringan dalam mulut atau kelamin.

Sifilis lebih banyak menular akibat berhubungan seksual dengan penderita infeksi ini. 

Selain hubungan seksual, penyebaran bisa terjadi melalui kontak fisik dengan luka di tubuh penderita.

Selain itu, bisa menular dari ibu hamil ke janin saat kehamilan atau persalinan.

Beberapa kondisi yang membuat seseorang berisiko tertular yakni:

- Bergonta-ganti pasangan seksual, contohnya menjalani hubungan poliamori.

Berikut penyebab sifilis atau penyakit raja singa yang tren kasusnya terus meningkat di Indonesia, gejala, pengobatan, hingga pencegahan. Peningkatan kasus penyakit sifilis sebelumnya dilansir Kementerian Kesehatan atau Kemkes RI belum lama ini. Penyakit sifilis pada pria dan wanita dilaporkan meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir 2016-2022. 
Berikut penyebab sifilis atau penyakit raja singa yang tren kasusnya terus meningkat di Indonesia, gejala, pengobatan, hingga pencegahan. Peningkatan kasus penyakit sifilis sebelumnya dilansir Kementerian Kesehatan atau Kemkes RI belum lama ini. Penyakit sifilis pada pria dan wanita dilaporkan meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir 2016-2022.  (handover)

- Berhubungan seksual tanpa kondom.

- Memiliki pasangan seksual penderita sifilis.

- Memiliki orientasi seksual lelaki seks lelaki.

- Positif terinfeksi HIV.

3. Gejala Sifilis

Berikut adalah gejala sifilis atau penyakit raja singa berdasarkan tahapan perkembangan penyakitnya:

* Sifilis Primer

Baca juga: Asal Mula Kesaktian Ibu Ida Dayak Bisa Sembuhkan Penyakit Sendi hingga Stroke Pakai Minyak Bintang

Gejala muncul antara 10-90 hari setelah penderita terpapar bakteri penyebab sifilis

Awalnya, gejala yang muncul berupa luka kecil di kulit (chancre) yang tidak terasa sakit. Luka ini timbul di lokasi masuknya bakteri ke dalam tubuh, biasanya di sekitar kelamin.

Luka sifilis juga dapat muncul di area mulut atau dubur. Tidak hanya di bagian luar, luka akibat sipilis juga bisa muncul di bagian dalam vagina, dubur, atau mulut sehingga tidak terlihat. 

Luka tersebut terkadang tidak menimbulkan rasa sakit sehingga penderita bisa tidak menyadari terkena sifilis.

Luka ini dapat menghilang dalam 3-6 minggu. 

Namun, hal tersebut bukan berarti penderita telah pulih. 

Bila tidak diobati, kondisi ini justru menandakan infeksi telah berkembang dari primer menjadi sekunder.

Baca juga: Waspada Ispa dan Penyakit Menular Selama Musim Pancaroba, Dinkes Berbagi Tips Jaga Imun Tubuh

Pada tahap ini, di area selangkangan juga dapat muncul benjolan yang menandakan pembengkakan kelenjar getah bening, sebagai reaksi dari sistem kekebalan tubuh terhadap bakteri penyebab sifilis.

* Sifilis Sekunder

Beberapa minggu setelah luka menghilang, gejala sifilis sekunder berbentuk ruam bisa muncul di bagian tubuh mana pun, terutama di telapak tangan dan kaki. 

Ruam tersebut dapat disertai kutil pada area kelamin atau mulut, namun tidak menimbulkan rasa gatal.

Biasanya, ruam yang muncul berwarna merah atau merah kecoklatan dan terasa kasar.

Tetapi ruam tersebut sering terlihat samar sehingga penderita tidak menyadarinya.

Selain timbul ruam, gejala sipilis (sifilis) tahap sekunder juga bisa disertai gejala lain.

Gejala tersebut seperti demam, lemas, nyeri otot, sakit tenggorokan, dan  pusing, pembengkakan kelenjar getah bening, rambut rontok, serta penurunan berat badan.

Ruam pada tahap ini juga akan menghilang meski tidak diobati. 

Namun, gejala dapat muncul berulang kali setelahnya. 

Tanpa pengobatan yang tepat, infeksi dapat berlanjut ke tahap laten atau tahap tersier.

* Sifilis Laten

Pada sifilis tahap ini, bakteri tetap ada, tetapi sifilis tidak menimbulkan gejala apa pun selama bertahun-tahun. 

Selama 12 bulan pertama tahap sifilis laten, infeksi masih bisa ditularkan.

Baca juga: Patut Disimak, 4 Manfaat Buah Naga untuk Kesehatan: Atasi Diabetes hingga Cegah Penyakit Jantung

Setelah 2 tahun, infeksi masih ada di dalam tubuh, tetapi tidak bisa menular kepada orang lain lagi.

Jika tidak diobati, infeksi ini dapat berkembang menjadi tahap tersier yang merupakan tahap sifilis paling berbahaya.

* Sifilis Tersier

Infeksi pada tahap ini dapat muncul antara 10-30 tahun setelah terjadinya infeksi pertama. 

Sifilis pada tahap tersier ditunjukkan dengan kerusakan organ permanen sehingga bisa berakibat fatal bagi penderitanya.

Pada tahap ini, sifilis bisa berdampak pada mata, otak, jantung, pembuluh darah, hati, tulang, dan sendi-sendi. 

Akibatnya, penderita bisa terkena kebutaan, penyakit jantung atau stroke.

* Sifilis Kongenital

Ibu hamil yang terkena sipilis dapat menyebarkan penyakit ini kepada anaknya, baik sejak dalam kandungan maupun saat persalinan. 

Sifilis jenis ini disebut sifilis bawaan atau sifilis kongenital.

Kondisi ini sering menimbulkan komplikasi serius saat kehamilan.

Komplikasi tersebut seperti keguguran, kematian janin, atau kematian bayi beberapa saat setelah dilahirkan.

Bila berhasil hidup, bayi yang lahir dengan sifilis kongenital biasanya tidak menunjukkan gejala tertentu pada awalnya. 

Namun, beberapa bayi dapat mengalami ruam di bagian telapak tangan atau telapak kaki, mengalami pembengkakan kelanjar getah bening dan organ limpa.

Baca juga: Paket Lengkap, Simak 10 Manfaat Daun Kelor untuk Bantu Obati Asam Urat hingga Penyakit Kuning

4. Tren Kasus Sifilis Meningkat 

Kasus penyakit sifilis atau raja singa dilaporkan meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2016-2022). 

Dari 12 ribu kasus menjadi hampir 21 ribu kasus.

Dengan rata-rata penambahan kasus setiap tahunnya mencapai 17.000 hingga 20.000 kasus.

Juru Bicara Kemkes RI, Muhammad Syahril, mengatakan, presentase pengobatan pada pasien sifilis masih rendah. 

Pasien ibu hamil dengan sifilis yang diobati hanya berkisar 40 persen pasien. 

Sekitar 60 persen tidak mendapatkan pengobatan dan berpotensi menularkan dan menimbulkan cacat pada anak yang dilahirkan.

“Rendahnya pengobatan dikarenakan adanya stigma dan unsur malu,” kata dr Syahril belum lama ini dikutip dari laman Kemkes RI.

“Setiap tahunnya, dari lima juta kehamilan, hanya sebanyak 25 persen ibu hamil yang di skrining sifilis. Dari 1,2 juta ibu hamil sebanyak 5.590 ibu hamil positif sifilis,” lanjutnya.

Berbarengan dengan tren penyakit sifilis yang meningkat, kasus HIV di Indonesia juga meningkat pada tahun 2023 ini. 

dr Syahril menyebut penularan kasus didominasi ibu rumah tangga.

Berdasarkan data Kemkes RI, jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV mencapai 35 persen. 

Lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya seperti suami pekerja seks dan kelompok MSM (man sex with man).

“Aktivitas ini telah menyumbang sekitar 30 persen penularan dari suami ke istri. Dampaknya, kasus HIV baru pada kelompok ibu rumah tangga bertambah sebesar 5.100 kasus setiap tahunnya,” jelasnya.

Ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV berisiko tinggi untuk menularkan virus kepada anaknya. 

Penularan bisa terjadi sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, atau saat menyusui.

Secara umum, penularan HIV melalui jalur ibu ke anak menyumbang sebesar 20-45 persen dari seluruh sumber penularan HIV lainnya seperti melalui sex, jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman.

Dampaknya, sebanyak 45 persen bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV akan lahir dengan HIV dan sepanjang hidupnya akan menyandang status HIV Positif.

“Saat ini kasus HIV pada anak usia 1-14 tahun mencapai 14.150 kasus. Angka ini setiap tahunnya bertambah sekitar 700-1000 anak dengan HIV,” ujarnya.

Dengan peningkatan kasus HIV dan penyakit sifilis itu, dr Syahril mengimbau pasangan yang sudah menikah agar setia dengan pasangannya untuk menghindari seks beresiko. 

Bagi yang belum menikah agar menggunakan pengaman untuk menghindari hal-hal yang dapat beresiko untuk kesehatan dan pertumbuhan mental.(*)

(TribunnewsSultra.com/Desi Triana Aswan)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved