Penyebab Sifilis atau Penyakit Raja Singa yang Tren Kasusnya Terus Meningkat, Gejala, dan Pengobatan
Berikut penyebab sifilis atau penyakit raja singa yang tren kasusnya terus meningkat di Indonesia, gejala, pengobatan, hingga pencegahan.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Aqsa
Biasanya, ruam yang muncul berwarna merah atau merah kecoklatan dan terasa kasar.
Tetapi ruam tersebut sering terlihat samar sehingga penderita tidak menyadarinya.
Selain timbul ruam, gejala sipilis (sifilis) tahap sekunder juga bisa disertai gejala lain.
Gejala tersebut seperti demam, lemas, nyeri otot, sakit tenggorokan, dan pusing, pembengkakan kelenjar getah bening, rambut rontok, serta penurunan berat badan.
Ruam pada tahap ini juga akan menghilang meski tidak diobati.
Namun, gejala dapat muncul berulang kali setelahnya.
Tanpa pengobatan yang tepat, infeksi dapat berlanjut ke tahap laten atau tahap tersier.
* Sifilis Laten
Pada sifilis tahap ini, bakteri tetap ada, tetapi sifilis tidak menimbulkan gejala apa pun selama bertahun-tahun.
Selama 12 bulan pertama tahap sifilis laten, infeksi masih bisa ditularkan.
Baca juga: Patut Disimak, 4 Manfaat Buah Naga untuk Kesehatan: Atasi Diabetes hingga Cegah Penyakit Jantung
Setelah 2 tahun, infeksi masih ada di dalam tubuh, tetapi tidak bisa menular kepada orang lain lagi.
Jika tidak diobati, infeksi ini dapat berkembang menjadi tahap tersier yang merupakan tahap sifilis paling berbahaya.
* Sifilis Tersier
Infeksi pada tahap ini dapat muncul antara 10-30 tahun setelah terjadinya infeksi pertama.
Sifilis pada tahap tersier ditunjukkan dengan kerusakan organ permanen sehingga bisa berakibat fatal bagi penderitanya.
Pada tahap ini, sifilis bisa berdampak pada mata, otak, jantung, pembuluh darah, hati, tulang, dan sendi-sendi.
Akibatnya, penderita bisa terkena kebutaan, penyakit jantung atau stroke.
* Sifilis Kongenital
Ibu hamil yang terkena sipilis dapat menyebarkan penyakit ini kepada anaknya, baik sejak dalam kandungan maupun saat persalinan.
Sifilis jenis ini disebut sifilis bawaan atau sifilis kongenital.
Kondisi ini sering menimbulkan komplikasi serius saat kehamilan.
Komplikasi tersebut seperti keguguran, kematian janin, atau kematian bayi beberapa saat setelah dilahirkan.
Bila berhasil hidup, bayi yang lahir dengan sifilis kongenital biasanya tidak menunjukkan gejala tertentu pada awalnya.
Namun, beberapa bayi dapat mengalami ruam di bagian telapak tangan atau telapak kaki, mengalami pembengkakan kelanjar getah bening dan organ limpa.
Baca juga: Paket Lengkap, Simak 10 Manfaat Daun Kelor untuk Bantu Obati Asam Urat hingga Penyakit Kuning
4. Tren Kasus Sifilis Meningkat
Kasus penyakit sifilis atau raja singa dilaporkan meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2016-2022).
Dari 12 ribu kasus menjadi hampir 21 ribu kasus.
Dengan rata-rata penambahan kasus setiap tahunnya mencapai 17.000 hingga 20.000 kasus.
Juru Bicara Kemkes RI, Muhammad Syahril, mengatakan, presentase pengobatan pada pasien sifilis masih rendah.
Pasien ibu hamil dengan sifilis yang diobati hanya berkisar 40 persen pasien.
Sekitar 60 persen tidak mendapatkan pengobatan dan berpotensi menularkan dan menimbulkan cacat pada anak yang dilahirkan.
“Rendahnya pengobatan dikarenakan adanya stigma dan unsur malu,” kata dr Syahril belum lama ini dikutip dari laman Kemkes RI.
“Setiap tahunnya, dari lima juta kehamilan, hanya sebanyak 25 persen ibu hamil yang di skrining sifilis. Dari 1,2 juta ibu hamil sebanyak 5.590 ibu hamil positif sifilis,” lanjutnya.
Berbarengan dengan tren penyakit sifilis yang meningkat, kasus HIV di Indonesia juga meningkat pada tahun 2023 ini.
dr Syahril menyebut penularan kasus didominasi ibu rumah tangga.
Berdasarkan data Kemkes RI, jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV mencapai 35 persen.
Lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya seperti suami pekerja seks dan kelompok MSM (man sex with man).
“Aktivitas ini telah menyumbang sekitar 30 persen penularan dari suami ke istri. Dampaknya, kasus HIV baru pada kelompok ibu rumah tangga bertambah sebesar 5.100 kasus setiap tahunnya,” jelasnya.
Ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV berisiko tinggi untuk menularkan virus kepada anaknya.
Penularan bisa terjadi sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, atau saat menyusui.
Secara umum, penularan HIV melalui jalur ibu ke anak menyumbang sebesar 20-45 persen dari seluruh sumber penularan HIV lainnya seperti melalui sex, jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman.
Dampaknya, sebanyak 45 persen bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV akan lahir dengan HIV dan sepanjang hidupnya akan menyandang status HIV Positif.
“Saat ini kasus HIV pada anak usia 1-14 tahun mencapai 14.150 kasus. Angka ini setiap tahunnya bertambah sekitar 700-1000 anak dengan HIV,” ujarnya.
Dengan peningkatan kasus HIV dan penyakit sifilis itu, dr Syahril mengimbau pasangan yang sudah menikah agar setia dengan pasangannya untuk menghindari seks beresiko.
Bagi yang belum menikah agar menggunakan pengaman untuk menghindari hal-hal yang dapat beresiko untuk kesehatan dan pertumbuhan mental.(*)
(TribunnewsSultra.com/Desi Triana Aswan)
penyebab sifilis
raja singa
penyakit sifilis
sifilis pada pria
ibu hamil dengan sifilis
apa itu sifilis
sifilis adalah
Kronologi Perawat RSUD Kendari Sultra Dipukul Keluarga Pasien hingga Alami Gangguan Pendengaran |
![]() |
---|
Polisi Ungkap Kronologi Nenek yang Ditemukan Meninggal di Kolaka Sultra, Diduga Karena Penyakit Gula |
![]() |
---|
Bayi Idap Penyakit Hidrosefalus Sejak Lahir di Kota Kendari Sulawesi Tenggara, Begini Kondisinya |
![]() |
---|
Waspada Ispa dan Penyakit Menular Selama Musim Pancaroba, Dinkes Berbagi Tips Jaga Imun Tubuh |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.