Idul Fitri 2023
7 Amalan Hari Raya Idul Fitri, Sunnah yang Dilakukan Nabi Muhammad SAW Saat Merayakan Lebaran
Berikut 7 amalan Hari Raya Idul Fitri, sunnah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW saat menyambut dan merayakan hari Lebaran.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Aqsa
Dari keterangan tersebut dapat dipahami bahwa tradisi membeli baju baru saat lebaran menemukan dasar yang kuat dalam teks agama, dalam rangka menebarkan syiar kebahagiaan di Hari Raya Idul Fitri.
Kesunnahan berhias ini berlaku bagi siapapun, meski bagi orang yang tidak turut hadir di pelaksnaan shalat Idul Fitri.
Khusus bagi perempuan, anjuran berhias tetap harus memperhatikan batas-batas syariat.
Seperti tidak membuka aurat, tidak mempertontonkan penampilan yang memikat laki-laki lain yang bukan mahramnya dan lain sebagainya.
(Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 281).
5. Tahniah (memberi ucapan selamat)
Hari raya adalah hari yang penuh dengan kegembiraan. Karena itu, dianjurkan untuk saling memberikan selamat atas kebahagiaan yang diraih saat hari raya.
Di antara dalil kesunnahannya adalah beberapa hadits yang disampaikan al-Imam al-Baihaqi, beliau dalam kitab Sunannya menginventarisir beberapa hadits dan ucapan para sahabat tentang tradisi ucapan selamat di hari raya.
Meski tergolong lemah sanadnya, namun rangkaian beberapa dalil tersebut dapat dibuat pijakan untuk persoalan ucapan hari raya yang berkaitan dengan keutamaan amal ini.
Argumen lainnya adalah dalil-dalil umum mengenai anjuran bersyukur saat mendapat nikmat atau terhindari dari mara bahaya, seperti disyariatkannya sujud syukur.
Demikian pula riwayat al-Bukhari dan Muslim tentang kisah taubatnya Ka’ab bin Malik setelah beliau absen dari perang Tabuk, Talhah bin Ubaidillah memberinya ucapan selamat begitu mendengar pertaubatnya diterima.
Ucapan selamat itu dilakukan dihadapan Nabi dan beliau tidak mengingkarinya.
Tidak ada aturan baku mengenai redaksi ucapan selamat ini.
Baca juga: 6 Amalan Menyambut Hari Raya Idul Fitri, Kumandangkan Takbir Hingga Ucapan Selamat
Salah satu contohnya “taqabbala allâhu minnâ wa minkum”, “kullu ‘âmin wa antum bi khair”, “selamat hari raya Idul Fitri”, “minal aidin wa al-faizin”, “mohon maaf lahir batin”, dan lain sebagainya.
Pada prinsipnya, setiap kata yang ditradisikan sebagai ucapan selamat dalam momen hari raya, maka sudah bisa mendapatkan kesunnahan tahniah ini.
Bahkan, Syekh Ali Syibramalisi menegaskan tahniah juga bisa diwujudkan dalam bentuk saling bersalam-salaman.
Karena itu, sangat tidak tepat klaim dari sebagian kalangan bahwa ucapan selamat hari raya yang berkembang di Indonesia tidak memiliki dasar dalil agama.
Berkaitan dengan ihwal tahniah ini, Syekh Abdul Hamid al-Syarwani menegaskan:
ـ (خَاتِمَةٌ) قَالَ الْقَمُولِيُّ لَمْ أَرَ لِأَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِنَا كَلَامًا فِي التَّهْنِئَةِ بِالْعِيدِ وَالْأَعْوَامِ وَالْأَشْهُرِ كَمَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ لَكِنْ نَقَلَ الْحَافِظُ الْمُنْذِرِيُّ عَنْ الْحَافِظِ الْمَقْدِسِيَّ أَنَّهُ أَجَابَ عَنْ ذَلِكَ بِأَنَّ النَّاسَ لَمْ يَزَالُوا مُخْتَلِفِينَ فِيهِ وَاَلَّذِي أَرَاهُ مُبَاحٌ لَا سُنَّةَ فِيهِ وَلَا بِدْعَةَ
“Sebuah penutup. Al-Qamuli berkata, aku tidak melihat dari para Ashab (ulama Syafi’iyah) berkomentar tentang ucapan selamat hari raya, beberapa tahun dan bulan tertentu seperti yang dilakukan banyak orang. Tetapi al-Hafizh al-Mundziri mengutip dari al-Hafizh al Maqdisi bahwa beliau menjawab masalah tersebut bahwa orang-orang senantiasa berbeda pendapat di dalamnya. Pendapatku, hal tersebut hukumnya mubah, tidak sunnah, tidak bid’ah.”
وَأَجَابَ الشِّهَابُ ابْنُ حَجَرٍ بَعْدَ اطِّلَاعِهِ عَلَى ذَلِكَ بِأَنَّهَا مَشْرُوعَةٌ وَاحْتَجَّ لَهُ بِأَنَّ الْبَيْهَقِيَّ عَقَدَ لِذَلِكَ بَابًا فَقَالَ بَابُ مَا رُوِيَ فِي قَوْلِ النَّاسِ بَعْضِهِمْ لِبَعْضٍ فِي الْعِيدِ تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ وَسَاقَ مَا ذَكَرَهُ مِنْ أَخْبَارٍ وَآثَارٍ ضَعِيفَةٍ لَكِنَّ مَجْمُوعَهَا يُحْتَجُّ بِهِ فِي مِثْلِ ذَلِكَ
“Al-Syihab Ibnu Hajar setelah menelaah hal tersebut menjawab bahwa tahniah disyariatkan.
Beliau berargumen bahwa al-Baihaqi membuat bab tersendiri tentang tahniah, beliau berkata; bab riwayat tentang ucapan manusia satu kepada lainnya saat hari raya; semoga Allah menerima kami dan kalian;.
Ibnu Hajar menyebutkan statemen al-Baihaqi tentang hadits-hadits dan ucapan para sahabat yang lemah (riwayatnya), akan tetapi rangkain dalil-dalil tersebut bisa dibuat argumen dalam urusan sejenis tahniah ini”.
6. Mendatangi tempat keramaian
Suatu ketika saat hari raya Idul Fitri, Rasulullah menemani Aisyah mendatangi sebuah pertunjukan atraksi tombak dan tameng.
Bahkan saking asyiknya, sebagaimana hadist riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim, Aisyah sampai menjengukkan (memunculkan) kepala di atas bahu Rasulullah sehingga dia bisa menyaksikan permainan itu dari atas bahu Rasulullah dengan puas.
7. Mengunjungi rumah sahabat
Tradisi silaturahim saling mengunjungi saat hari raya Idul Fitri sudah ada sejak zaman Rasulullah.
Ketika Idul Fitri tiba, Rasulullah mengunjungi rumah para sahabatnya, begitu pun para sahabatnya.
Pada kesempatan ini, Rasulullah dan sahabatnya saling mendoakan kebaikan satu sama lain.
Sama seperti yang dilakukan umat Islam saat ini. Datang ke tempat sanak famili dengan saling mendoakan.
Demikian 7 amalan Hari Raya Idul Fitri yang dilakukan Nabi Muhammad SAW saat menyambut dan merayakan hari Lebaran.
Daftar amalan sunnah tersebut dikutip TribunnewsSultra.com dari laman resmi Kemenag RI.(*)
(TribunnewsSultra.com/Desi Triana Aswan)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.