Isi Perpu Cipta Kerja: Hari Libur 1 Hari Sepekan, Aturan PHK, Besaran Pesangon, Uang Penghargaan

Berikut isi Perpu Cipta Kerja yang mengatur hari libur hanya 1 hari sepekan, aturan PHK pekerja, besaran pesangon, hingga uang penghargaan masa kerja.

Penulis: Sitti Nurmalasari | Editor: Aqsa
kolase foto (handover)
Berikut isi Perpu Cipta Kerja yang mengatur hari libur hanya 1 hari sepekan, aturan PHK pekerja, besaran pesangon, hingga uang penghargaan masa kerja. Aturan terbaru tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja. 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, JAKARTA - Berikut isi Perpu Cipta Kerja yang mengatur hari libur hanya 1 hari sepekan, aturan PHK pekerja, besaran pesangon, hingga uang penghargaan masa kerja.

Aturan terbaru tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja.

Perpu Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang atau UU Cipta Kerja itu resmi diterbitkan Presiden Joko Widodo tertanggal 30 Desember 2022.

Beberapa aturan baru terkait Ketenagakerjaan tertuang dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini.

Aturan tersebut di antaranya adalah hari libur hanya 1 hari sepekan, aturan PHK, besaran pesangon bagi pekerja terdampak pemutusan hubungan kerja, hingga uang penghargaan masa kerja.

Simak selengkapnya beberapa isi Perpu Cipta Kerja yang kini menuai sorotan dari berbagai pihak tersebut dikutip TribunnewsSultra.com pada Senin (02/01/2022):

Aturan Libur Hanya 1 Hari Sepekan

Baca juga: LENGKAP Kenaikan UMP 2023 di Seluruh Indonesia, Besaran Upah Minimum Provinsi Tertinggi dan Terendah

Hal tersebut tertuang dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b Perpu Cipta Kerja yang berbunyi:

“Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit meliputi;

a. Istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan

b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Aturan tersebut menandakan hak libur pekerja yang sebelumnya mengatur dua hari dalam seminggu dihapus.

Sebagaimana tertera dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Meski begitu, Perpu Cipta Kerja tetap memungkinkan pekerja mendapat libur dua hari.

Hal tersebut sebagaimana tertera dalam Pasal 77 mengenai waktu kerja, yakni 7 jam atau 8 jam sehari.

“Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi; (a) tujuh jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 6 hari kerja dalam satu minggu, atau (b) delapan jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 5 hari kerja dalam satu minggu,” demikian bunyi pasal tersebut.

Aturan tersebut memungkinkan pekerja bisa mendapat waktu libur dua hari dalam sepekan, tergantung jam kerjanya.

“Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja,” tulis Pasal 77 ayat (1).

Selanjutnya pada Pasal 77 ayat (3) menjelaskan ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tersebut tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.

Namun tak ada penjelasan lebih lanjut soal sektor usaha yang dimaksud dan hanya menyebut bahwa hal itu akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Namun, Perpu Cipta Kerja tersebut tidak mengatur waktu istirahat atau cuti panjang.

Baca juga: Apa Bedanya UMP dan UMK Begitupun UMR, Simak Aturan, Ketentuan, Cara Menentukan Besaran Upah Minimum

Sebagaimana Pasal 79, bahwa ketentuan istirahat panjang diperuntukkan hanya bagi pekerja atau buruh di perusahaan tertentu.

Waktu istirahat panjang akan diberikan dan diatur dalam Perjanjian Kerja hingga Perjanjian Kerja Bersama.

“(5) Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.”

“(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah,” demikian bunyi Pasal 79 ayat (5) dan (6).

Alasan Perusahaan Bisa PHK Karyawan

Salah satu isi Perpu Cipta Kerja adalah terkait sejumlah alasan yang dibolehkan bagi perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK karyawan.

Hal tersebut termuat dalam BAB IV tentang Ketenagaakerjaan pada bagian kedua.

Berikut isi Perpu Cipta Kerja yang mengatur hari libur hanya 1 hari sepekan, aturan PHK pekerja, besaran pesangon, hingga uang penghargaan masa kerja. Aturan terbaru tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja.
Berikut isi Perpu Cipta Kerja yang mengatur hari libur hanya 1 hari sepekan, aturan PHK pekerja, besaran pesangon, hingga uang penghargaan masa kerja. Aturan terbaru tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja. (Salinan Perppu Cipta Kerja)

Ketentuan mengenai aturan PHK pekerja tersebut diatur dalam pasal 154A, berikut kutipannya:

(1) Pemutusan Hubungan Kerja dapat terjadi karena alasan:

a. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan Perusahaan dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan Hubungan Kerja atau Pengusaha tidak bersedia menerima Pekerja/Buruh;

b. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan Penutupan Perusahaan atau tidak diikuti dengan Penutupan Perusahaan yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian;

c. Perusahaan tutup yang disebabkan karena Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun;

d. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur);

e. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;

Baca juga: UMP Sulawesi Tenggara 2023 Naik, Rincian Kenaikan UMK Kendari, Konawe, Kolaka, Baubau, Buton, Muna

f. Perusahaan pailit;

g. Adanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dengan alasan Pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:

1. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam Pekerja/ Buruh;

2. Membujuk dan/atau menyuruh Pekerja/Buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

3. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu;

4. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada Pekerja/ Buruh;

5. Memerintahkan Pekerja/Buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau

Baca juga: Turunan UU Cipta Kerja PP Nomor 7 Tahun 2021, Beri Kemudahan Ini Bagi Pelaku UMK

6. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan Pekerja/Buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada Perjanjian Kerja;

h. Adanya putusan lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang menyatakan Pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh Pekerja/ Buruh dan Pengusaha memutuskan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja;

i. Pekerja/Buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:

1. Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;

2. Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan

3. Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri;

j. Pekerja/ Buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis;

k. Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama;

l. Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;

m. Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;

n. Pekerja/ Buruh memasuki usia pensiun; atau

o. Pekerja/Buruh meninggal dunia.

(2) Selain alasan Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditetapkan alasan Pemutusan Hubungan Kerja lainnya dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pemutusan Hubungan Kerja diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Besaran Pesangon Pekerja di-PHK

Selain itu, isi Perpu Cipta Kerja lainnya adalah terkait aturan besaran pesangon karyawan yang terkena PHK.

Adapun ketentuan tersebut termuat dalam Pasal 156 ayat (1) Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tersebut.

Pasal tersebut berbunyi:

“Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/ atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima."

Perpu Cipta Kerja tersebut juga mengatur ketentuan pemberian biaya atau besaran pesangon berikut rinciannya:

a. Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, mendapat 1 (satu) bulan upah;

b. Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, mendapat 2 (dua) bulan upah;

c. Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, mendapat 3 (tiga) bulan upah;

d. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, mendapat 4 (empat) bulan upah;

e. Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;

f. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;

g. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;

h. Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, mendapat 8 (delapan) bulan Upah;

i. Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, mendapat 9 (sembilan) bulan Upah.

Perppu Cipta Kerja Pasal 156 juga mengatur terkait uang penghargaan masa kerja, sebagaimana pada ayat (3) yakni:

a. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan Upah;

b. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan Upah;

c. Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan Upah;

d. Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan Upah;

e. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan Upah;

f. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan Upah;

g. Masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan Upah;

h. Masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan Upah.

Sementara Pasal 156 ayat (4) tertulis mengenai uang penggantian hak yang seharusnya diterima meliputi:

a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b. Biaya atau ongkos pulang untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya ke tempat Pekerja/ Buruh diterima bekerja;

c. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Alasan Terbitnya Perpu Cipta Kerja

Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan alasan pemerintah menerbitkan Perppu Cipta Kerja tersebut karena alasan mendesak.

“Hari ini telah diterbitkan Perppu nomor 2 tahun 2022 tertanggal 30 Desember 2022. Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak,” kata Airlangga di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/12/2022) lalu.

Pemerintah menerbitkan Perpu Cipta Kerja tersebut sebagai antisipasi terhadap dinamika kondisi global mulai dari ancaman resesi, inflasi, stagflasi, dan lainnya.

Belum lagi ancaman krisis keuangan yang menyebabkan sejumlah negara berkembang meminta bantuan pendanaan dari IMF.

“Jadi kondisi krisis ini untuk emerging developing country menjadi sangat real, dan juga terkait geo politik tentang Ukraina-Rusia dan konflik lain juga belum selesai,” jelas Airlangga.

“Dan pemerintah juga menghadapi tentu semua negara menghadapi krisis pangan, energi, keuangan dan perubahan iklim,” ujarnya menambahkan.

Airlangga mengatakan diterbitkannya Perppu Cipta Kerja tersebut juga sebagai bentuk kepastian hukum dari UU Cipta Kerja.

Putusan MK mengenai UU tersebut sangat mempengaruhi perilaku dunia usaha baik itu di dalam negeri maupun luar negeri.

“Sehingga tentunya dengan keluarnya Perppu nomor 2 tahun 2022 ini diharapkan kepastian hukum bisa terisi dan ini menjadi implementasi dari putusan MK,” katanya.(*)

(TribunnewsSultra.com/Sitti Nurmalasari, Tribunnews.com/Reza Deni/Gita Irawan/Nitis Hawaroh/Taufik Ismail)

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved