Berita Sulawesi Tenggara
Singgung AMDAL, Menko Luhut Binsar Pandjaitan Permudah Izin PT Vale, Ini Alasannya
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan Singgung terkait izin AMDAL untuk proyek nikel terbaru PT Vale Indonesia Tbk (INCO) di Blok Pomalaa.
Penulis: Amelda Devi Indriyani | Editor: Muhammad Israjab
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Singgung terkait izin AMDAL untuk proyek nikel terbaru PT Vale Indonesia Tbk (INCO) di Blok Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investai RI atau Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan pastikan pengurusannya cepat dan efektif.
Kemudahan itu diberikan sepanjang PT Vale Indonesia telah memenuhi ketentuan.
Hal itu ia sampaikan saat menghadiri peresmian atau Groundbreaking pembangunan pabrik smelter nikel di Pomalaa, Senin (28/11/2022).
"Pak gubernur (Gubernur Sultra Ali Mazi) sudah singgung masalah izin amdal yang kelamaan itu akan segera kita selesaikan. Jadi tidak ada proyek terlambat hanya karena prosedur," ujarnya.
Baca juga: UMP 2023 Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara Naik, Besaran Kenaikan Upah Minimum Provinsi
Selain itu, ditekankan PT Vale tetap harus memenuhi regulasi yang ada, diantaranya yakni proyek tersebut harus memperhatikan kepentingan lingkungan.
Sehingga, proyek ini dapat berkelnajutan dan memperkuat posisi Indonesia dalam mata rantai nilai energi hijau global.
"Kami meminta agar proyek ini menyeimbangkan operasi komersial dengan keberlanjutan. Kita harus terus menjaga lingkungan dalam operasi, melalui praktik pertambangan yang baik dan konservasi," sambungnya.
PT Vale tidak sendirian dalam pembangunan smelter, mereka menggandeng perusahaan Negeri Panda, Zhejiang Huayou Cobalt Co., Ltd (Huayou).
Untuk itu, Menko Luhut mengapresiasi kerjasama yang dilakukan antara PT Vale dan Huayou Zhejiang Cobalt, Chairman Chen, dan dirinya mendukung penuh kerjasama tersebut.
"Kenapa saya setuju proyek ini? Karena saya kenal Chairman Chen. Saya bersama-sama dengannya pergi ke Jerman, negosiasi dengan BMW, dengan VW."
Baca juga: Kecelakaan Tunggal Mobil Pikap Tabrak Pohon di Kendari Sulawesi Tenggara, Satu Orang Meninggal Dunia
"Dan dia dikejar-kejar karena punya teknologi bagus. Jadi begitu saya dengar dia kawin dengan Vale Indonesia, saya bilang ini adalah pilihan yang tepat," terangnya.
Tak hanya itu, kinerja perusahaan juga terlihat dari hasil pabrik pengolahan nikel HPAL milik Vale di Morowali Sulawesi Tengah.
Menurutnya, saat ini baik produksi maupun teknologinya telah berkembang pesat.
Karena itulah, ia percaya proyek ini akan mendorong produksi HPAL, hingga perkembangan electric vehicle (EV) di Indonesia.
"Proyek ini harus jalan, karena proyek ini membangum satu ekosistem. Bukan membangun satu proyek. Kita ingin membangun satu ekosistem untuk satu litium baterai. Yang nanti bisa lari ke mobil listrik, bisa lari ke mana-mana," ujar Luhut.
Baca juga: Hugua Sebut Mandeknya Penerbangan ke Wakatobi Gegara Ulah Pemda Tak Serius Urusi Kerja Sama
Diketahui, pabrik smelter PT Vale yang akan dibangun di Pomalaa bakal memproses bijih nikel limonit, menggunakan teknologi HPAL dari Hoayou.
Diyakini, smelter ini jadi jantung ekosistem pengembangan industri kendaraan listrik dalam negeri, sebab akan menghasilkan produk smelter Mix Hydroxide Precipitate (MHP), salah satu komponen baterai lithium.
Menurut proyeksi, produksi nikel berbasis HPAL di kawasan tersebut bakal menjadi yang terbesar di dunia.
Di mana produksi tahunan smelter di Pomalaa diperkirakan mencapai 120.000 ton nikel, dan sekitar 15.000 ton kobalt yang terkandung dalam produk MHP.
Sememtara modal investasi untuk membangun fasilitas tersebut tidak main-main, dengan nilai sekitar US$4,5 miliar atau setara Rp 70,5 triliun.
"Pabrik HPAL yang terbesar di dunia itu sebelumnya ada di Halmahera dengan produksi 20.000 ton nikel sudah ekspor, di Morowali ada 30.000 ton nikel, dan kemudian ada di sini 120.000 ton nikel. Jadi kita yang terbesar di seluruh dunia," kata Luhut. (*)