Dosen Lecehkan Mahasiswi Kendari

Jika Terbukti Pelecehan Seksual Oknum Dosen Prof B Bakal Menerima Dua Sanksi Dewan Kode Etik UHO

Dr Nur Arafah menyebut Prof B bakal jalani dua sanksi jika terbukti pelecehan seksual. Namun harus melalui sidang kode etik

Penulis: Mukhtar Kamal | Editor: Muhammad Israjab
TribunnewsSultra.com/ Husni Husein
Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Dr Nur Arafah 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI- Wakil Rektor Bidang kemahasiswaan dan Alumni Universitas Halu Oleo atau UHO Kendari, Dr Nur Arafah menyebut Prof B bakal jalani dua sanksi terlibat pelecehan seksual.

Wakil Rektor III UHO Kendari ini mengatakan selain proses hukum di kepolisian, oknum dosen sekaligus guru besar tersebut akan menjalani sidang kode etik yang dilakukan universitas.

"Jadi akan berjalan paralel baik hukum Kepolisian dan juga hukum melalui sidang kode etik di UHO," katanya pada Minggu (24/7/2022).

Dr Nur Arafah menuturkan jika oknum dosen tersebut benar dinyatakan bersalah maka Rektor UHO lah yang akan memutuskan sanksi yang diterimanya.

Baca juga: Polresta Kendari Periksa Seorang Saksi Perkara Dugaan Pelecehan Prof B Dosen UHO ke Mahasiswinya

Sambungnya, meski begitu Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tunggi pun juga bakal diterima pelaku.

"Dipercayakan saja sama mekanisme dan aturannya. Mahasiswi korban dan terlapor dapat diselesaikan menurut aturan baik di kepolisian maupun di sisi UHO," tuturnya.

"Karena sudah ada pernyataan keluarga korban dan kita sangat respon itu. Supaya ini didudukan lah agar dua-duanya bisa memberikan keterangan," imbuhnya.

Sebelumnya, RN (20), mahasiswi yang diduga menjadi korban pelecehan oknum dosen FKIP UHO inisial Prof B sudah menyurati Rektor Universitas Halu Oleo (UHO).

Mahasiswi tersebut memohon Rektor UHO Prof Dr Muhammad Zamrun Firihu memberi sanksi seberat-beratnya kepada guru besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UHO Kendari itu.

Dalam suratnya, korban menyebutkan dirinya telah dilecehkan oknum dosennya di FKIP UHO tersebut sebanyak dua kali dalam dua hari berturut-turut.

Baca juga: Prof B Dosen UHO Kendari Dicecar 10 Pertanyaan Saat Diperiksa Polisi Usai Cium Mahasiswi

Paman korban, M (29), dikonfirmasi TribunnewsSultra.com, pada Jumat (22/07/2022) malam, membenarkan pihaknya sudah resmi melaporkan kasus tersebut ke pihak universitas.

“Kalau terkait melapor ke universitas itu kita sudah lakukan pak. Terkait pelaporan ke dewan kode etik kampus karena kita, korban sudah menyurat resmi,” katanya.

Lalu seperti apa sanksi diterima jika Prof B jika terbukti bersalah berdasarkan isi Permendikbud No30 Tahun 2021 itu.

Seperti dikutip TribunnewsSultra.com dari kompas.com berikut ini sangsi diterima pelaku pelecehan seksual di lingkungan perguruan tinggi jika terbukti bersalah.

Dilansir dari Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi, pada bagian empat mengenai pengenaan sanksi administratif di pasal 13 jika ada pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual akan dikenai pasal administratif.

Di pasal (14), Pengenaan sanksi administratif dibagi dalam tiga tingkatan antara lain:

1. Sanksi administratif ringan;

2. Sanksi administratif sedang; atau

3. Sanksi administratif berat.

Sanksi administratif ringan, berupa teguran tertulis; atau pernyataan permohonan maaf secara tertulis yang dipublikasikan di internal kampus atau media massa.

Lalu Sanksi administratif sedang sebagaimana dimaksud, berupa pemberhentian sementara dari jabatan tanpa memperoleh hak jabatan. Bagi mahasiswa, ada pengurangan hak sebagai Mahasiswa meliputi:

1. penundaan mengikuti perkuliahan (skors);

2. pencabutan beasiswa; atau

3. pengurangan hak lain.

Baca juga: Alibi Prof B Cium Mahasiswi RN, Dosen FKIP UHO Kendari Minta Maaf Usai Dipolisikan Dugaan Pelecehan

Sanksi administratif berat, berupa pemberhentian tetap sebagai Mahasiswa; atau pemberhentian tetap dari jabatan sebagai Pendidik, Tenaga Kependidikan, atau Warga Kampus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dari Perguruan Tinggi yang bersangkutan.

Dalam peraturan tersebut, pada ayat (5) pelaku yang terkena sanksi administratif ringan dan sedang wajib mengikuti program konseling pada lembaga yang ditunjuk oleh Satuan Tugas.

Sementara, Pembiayaan program konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibebankan pada pelaku. Artinya, 100 persen biaya konseling wajib ditanggung masing-masing pelaku.

Lalu, pelaku wajib menyerahkan laporan hasil program konseling sebagai dasar Pemimpin Perguruan Tinggi untuk menerbitkan surat keterangan bahwa pelaku telah melaksanakan sanksi yang dikenakan.

Sanksi yang lebih berat dari satgas kampus dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal, di antaranya:

Korban merupakan penyandang disabilitas; Dampak Kekerasan Seksual yang dialami Korban, dan/atau Terlapor atau pelaku merupakan anggota Satuan Tugas, kepala/ketua program studi, atau ketua jurusan.

Saat memberikan sanksi, Pemimpin Perguruan Tinggi tidak berwenang mengenakan sanksi administratif secara langsung. Hal ini diatur dalam pasal (17) yang menyebutkan, Pemimpin Perguruan Tinggi harus meneruskan rekomendasi sanksi administratif kepada Menteri melalui direktur jenderal yang membidangi urusan pendidikan tinggi sesuai dengan kewenangan.

Dalam hal Terlapor atau pelaku jika merupakan Pemimpin Perguruan Tinggi dan telah terbukti melakukan Kekerasan Seksual, Satuan Tugas meneruskan rekomendasi sanksi kepada Menteri melalui direktur jenderal yang membidangi urusan pendidikan tinggi sesuai dengan kewenangan.

Pengenaan sanksi administratif, tidak menyampingkan pengenaan sanksi administratif lain dan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (*)

(TribunnewsSultra.com/Husni Husein)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved