Berita Sulawesi Tenggara
Komnas HAM Respons Laporan Dugaan Kriminalisasi 3 Warga Konawe Kepulauan: Ini Tidak Boleh Terulang
Komnas HAM mengunjungi Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk merespons laporan dugaan kriminalisasi warga.
Penulis: Fadli Aksar | Editor: Sitti Nurmalasari
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Komnas HAM mengunjungi Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk merespons laporan dugaan kriminalisasi warga.
Warga tersebut yakni, Anwar, Hurlan, Hastoma, merupakan warga Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konkep, Provinsi Sultra.
Ketiganya ditangkap aparat Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) di kediaman warga tersebut, pada Senin (24/1/2022) sekira pukul 13.30 Wita.
Mereka ditangkap atas tuduhan menyandera pekerja tambang PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP) pada 2019 lalu.
Kendati demikian, ketiga warga tersebut sudah mendapatkan penangguhan penahanan sejak 11 Maret 2022 lalu.
Baca juga: Gubernur Sultra Utus Asisten Hadapi Pemeriksaan Komnas HAM Soal Konflik Lahan di Konawe Kepulauan
Hal itu disampaikan Kepala Biro Dukungan Penegakan HAM Komnas HAM, Gatot Ristanto setelah meminta keterangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra soal konflik tambang di Pulau Wawonii.
Ia mengatakan, kedatangan Komnas HAM di Pulau Wawonii untuk melihat situasi dan kondisi atas laporan masyarakat berkaitan dengan dugaan kriminalisasi terhadap warga.
"Saya perlu sampaikan, tiga orang yang ditangkap sudah ditangguhkan dan sudah kembali ke Pulau Wawonii," ujar Gatot ditemui seusai pertemuan dengan Pejabat Pemprov Sultra.
Gatot pun mengaku sudah bertemu dan mendengarkan aspirasi warga pemilik lahan yang bersengketa dengan perusahaan tambang di Konkep.
Komnas HAM lantas mengingatkan kepada Bupati Konkep, Amrullah agar peristiwa kriminalisasi warga tak terulang kembali.
Baca juga: Bupati Konkep Tak Berkantor saat Didatangi Komnas HAM, Hendak Dimintai Keterangan Soal Konflik Lahan
"Untuk peristiwa ini tidak boleh terulang, jadi kami menyampaikan hal-hal yang perlu dilakukan, terutama pendekatan kepada warga Wawonii Tenggara," ujarnya.
Gatot Ristanto menegaskan, negara harus hadir melindungi dan membantu masyarakat dalam situasi konflik.
Hal itu juga disampaikan kepada Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Kapolda Sultra), Irjen Pol Teguh Pristiwanto.
Termasuk kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra), melalui Asiten I Sekretariat Daerah Pemprov Sultra, Muhammad Ilyas Abibu.
"Ini poin pentingnya soal perlindungan masyarakat, jangan sampai ada masyarakat yang merasa ketakutan hidup di rumahnya sendiri karena peristiwa yang sebetulnya terjadi 2019," imbuhnya.
Baca juga: Komnas HAM Disambut Unjuk Rasa Emak-emak di Konawe Kepulauan, Bawa Poster Tolak Tambang
"Kami berpikir, peristiwa itu sudah terselesaikan, ternyata ini masih berlanjut sampai sekarang," tandasnya.
Gubernur Sultra Absen
Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi mengutus Asisten I Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi (Setda Pemprov) Sultra, Muhammad Ilyas Abibu untuk menghadapi pemeriksaan Komnas HAM.
Gubernur Sultra Ali Mazi sedianya diundang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM untuk diperiksa terkait konflik tambang di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep).
Komnas HAM mengagendakan permintaan keterangan terhadap Ali Mazi di Kantor Gubernur Sultra, Jl Haluoleo, Kelurahan Mokoau, Kecamatan Kambu, Kota Kendari, Jumat (18/3/2022) pukul 14.30 Wita.
Baca juga: Komnas HAM Bertemu Warga Penolak Tambang di Konawe Kepulauan Pekan Depan, Bahas Tingkah PT GKP
Namun, Gubernur Sultra Ali Mazi, tak menghadiri panggilan pemeriksaan Komnas HAM, dan memilih mengikuti agenda lain.
Ali Mazi lantas mengutus Asisten I Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi (Setda Pemprov) Sultra, Muhammad Ilyas Abibu.
Hal tersebut dibenarkan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kadis Kominfo) Sultra, Ridwan Badallah.
"Iya, itu perintah langsung Gubernur (Ali Mazi) artinya mewakili Gubernur," ujar Ridwan Badallah saat dihubungi melalui telepon seluler, pada Jumat (18/3/2022) siang.
"Apa yang disampaikan Asisten I, menjadi penyampaian Gubernur," tegasnya.
Kata dia, Ali Mazi tidak memenuhi panggilan Komnas HAM karena sedang mengikuti rapat virtual dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan soal hasil sero survei dan percepatan vaksinasi bagi lansia.
"Gubernur Sultra di Rujab, ada acara yang sama pentingnya, jadi kita bagi tugas," tandasnya.
Bupati Konkep Absen
Sebelum meminta keterangan Gubernur Sultra Ali Mazi, Komnas HAM lebih dulu menemui Bupati Konkep, Amrullah.
Hanya saja, saat didatangi Komnas HAM di Kantor Bupati Konawe Kepulauan, Amrullah sedang tak berada di kantornya.
Sedianya, Amrullah hendak dimintai keterangan Komnas HAM soal aktivitas penolakan tambang di Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konkep.
Agenda tersebut berdasarkan surat resmi permintaan keterangan bernomor: 085/SP-PMT/III/2022 pada 14 Maret 2021, diteken Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan, M Choirul Anam.
Dalam surat itu, Komnas HAM meminta Bupati Konkep Amrullah untuk menghadiri permintaan keterangan di Kantor Bupati Konkep, pada Kamis (17/3/2022).
Karena Amrullah tak berkantor, Komnas HAM akhirnya hanya memeriksa Wakil Bupati Konkep, Andi Muhammad Lutfi.
Proses pemeriksaan terhadap Wakil Bupati Konkep berlangsung secara tertutup selama dua jam, mulai pukul 10.00 Wita.
Kepala Biro Dukungan Penegakkan HAM Komnas HAM, Gatot Ristanto membeberkan ihwal pemeriksaan.
Gatot berdalih kedatangannya ke Pulau Wawonii tentang konflik lahan warga, bukan soal aktivitas pertambangan.
"Karena soal tambang kita sudah datang 2019 lalu, kami sudah menyampaikan apa yang dilakukan pemerintah daerah (Konkep)," kata Gatot usai pemeriksaan.
Ia menerangkan, dalam konflik lahan itu terdapat perselisihan soal batas-batas wilayah, sehingga Komnas HAM perlu perlu mengklarifikasi tentang kepemilikan tanah.
"Sementara memang sudah ada masyarakat yang melepas haknya kepada perusahaan untuk fasilitas, bukan untuk tambang ya, sehingga itu yang menjadi polemik," urainya.
Gatot mengatakan, Komnas HAM telah menyampaikan polemik itu kepada Pemda yakni Wabup Konkep, Andi Muhammad Lutfi untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
Menurut dia, bukan hanya masalah tanah, melainkan juga hal lain yang menyangkut sosial masyarakat di Konkep.
Sementara itu, Bupati Konkep, Amrullah tak merespons WhatsApp Messenger dan telepon jurnalis TribunnewsSultra.com.
Hal yang sama juga terjadi pada Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Konawe Kepualuan (Konkep), Jamhur.
Disambut Unjuk Rasa
Kedatangan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) disambut unjuk rasa.
Unjuk rasa dilakukan puluhan emak-emak sambil membawa poster bernada protes dan penolakan aktivitas tambang PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP).
Aksi unjuk rasa itu dilakukan di Desa Roko-roko, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konkep, Provinsi Sultra, pada Rabu (16/3/2022).
Dalam video yang diterima TribunnewsSultra.com, tampak emak-emak berbaris sambil memegang poster bernada kecaman.
Salah satunya, meminta PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP) angkat kaki dari Pulau Wawonii, Konawe Kepualuan, Sulawesi Tenggara.
Hal itu disampaikan saat empat orang perwakilan Komnas HAM datang ke Desa Roko-roko untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM di sana.
Salah seorang warga berinisial S, mengatakan, para emak-emak juga meminta kepada Komnas HAM untuk memberikan rekomendasi terkait aktivitas tambang di Konkep.
"Harapan terbesar warga Pulau Wawonii, IUP (Izin Usaha Pertambangan) itu dicabut, karena konflik horizontal semakin hari semakin terbuka," beber S saat dihubungi melalui telepon, Kamis (17/3/2022).
Menurut dia, konflik horizontal tersebut bahkan melibatkan antara sesama warga, bukan dengan perusahaan.
"Hal tersebut yang disampaikan ke Komnas HAM, bantu kami, kami sudah cukup (berjuang sendiri)," tandasnya. (*)
(TribunnewsSultra.com/Fadli Aksar)