Perundingan Tahap Ketiga 'Tak Ada Kemajuan', Menlu Rusia Sebut Putin Siap Bertemu Presiden Ukraina

Perundingan damai putaran ketiga guna membahas perang yang tengah berlangsung antara Rusia dengan Ukraina berakhir 'tanpa kemajuan'.

Penulis: Nina Yuniar | Editor: Ifa Nabila
Kolase AFP/ALEXEY NIKOLSKY | Tangkapan Layar The Guardian
Presiden Rusia Vladimir Putin (Kiri). Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy (Kanan) 

“Sampai akhir, kami ingin menyelesaikan situasi di Ukraina melalui cara diplomatik,” terang Lavrov.

Lavrov menyebut negara-negara Barat berperilaku 'berbahaya' di Ukraina dan 'operasi militer khusus' Rusia di sana berjalan sesuai rencana.

Menlu Rusia itu mengatakan dia tidak percaya kebuntuan dengan Barat atas Ukraina akan mengarah pada perang nuklir.

"Saya tidak ingin percaya, dan saya tidak percaya, bahwa perang nuklir bisa dimulai," ujar Lavrov dalam konferensi pers.

Dijelaskan Lavrov bahwa Rusia tidak pernah menggunakan minyak dan gasnya sebagai senjata dan akan selalu memiliki pasar untuk ekspor energinya.

Baca juga: Kondisi Hari Ke-15 Perang Rusia Vs Ukraina: Moskwa Bom RS Bersalin dan Anak, Putin Balik Ancam Barat

“Kami akan keluar dari krisis ini dengan pandangan dunia yang segar, tanpa ilusi tentang Barat. Kami akan mencoba untuk tidak pernah lagi bergantung pada Barat,” papar Lavrov.

Dalam perundingan Rusia-Ukraina pada Kamis (10/3/2022) itu pun turut dihadiri Menlu Turki Mevlut Cavusoglu yang juga berpartisipasi.

Cavusoglu mengatakan tujuan pertemuan itu adalah untuk membuka jalan bagi pertemuan antara Presiden Rusia dan Ukraina, yang akan difasilitasi oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Pertemuan itu terjadi ketika Presiden Erdogan telah mendorong Ankara untuk memainkan peran mediasi.

“Kami sedang bekerja untuk menghentikan krisis ini agar tidak berubah menjadi tragedi,” sebut Erdogan, Rabu (9/3/2022).

Baca juga: Dituduh Rusia Jalankan Laboratorium Biowarfare di Ukraina, Begini Respons Amerika Serikat

“Saya berharap pertemuan antara para menteri akan membuka jalan bagi gencatan senjata permanen.” imbunya.

Anggota NATO Turki ingin mempertahankan hubungan yang kuat dengan kedua belah pihak meskipun ada konflik.

Turki sendiri berbagi perbatasan maritim dengan Rusia dan Ukraina di Laut Hitam dan memiliki hubungan baik dengan keduanya.

Ankara menyebut invasi Rusia tidak dapat diterima dan menyerukan gencatan senjata mendesak, tetapi menentang sanksi terhadap Moskow.

Sementara menjalin hubungan dekat dengan Rusia pada energi, pertahanan dan perdagangan, dan sangat bergantung pada turis Rusia, Turki juga telah menjual drone ke Ukraina yang tentunya membuat marah Moskow.
Turki juga menentang kebijakan Rusia di Suriah dan Libya, serta pencaplokan Krimea pada 2014.

(TribunnewsSultra.com/Nina Yuniar)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved