Miliki Kerangkeng Manusia, Bupati Langkat Dilaporkan ke Komnas HAM atas Dugaan Perbudakan
Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin, diduga juga melakukan tindak pidana perbudakan karena memiliki kerangkeng manusia.
Penulis: Nina Yuniar | Editor: Ifa Nabila
TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Selain terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK, Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin, diduga juga melakukan tindak pidana perbudakan terhadap puluhan manusia.
Dugaan perbudakan ini terbongkar setelah Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care melaporkan keberadaan kerangkeng manusia yang diduga milik Terbit ke Komnas HAM.
Terbit dilaporkan atas kasus dugaan perbudakan itu pada Senin (24/1/2022) kemarin.
Kerangkeng yang menyerupai penjara karena dilengkapi besi dan gembok tersebut berjumlah 2 sel serta berada di belakang kediaman Terbit.
Di tempat itu, para pekerja sawit yang bekerja di ladang tak hanya dikurung selepas kerja.
Namun juga diduga menerima penyiksaan dan beberapa perbuatan tidak manusiawi lainnya.
Baca juga: Fakta Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Sudah Puluhan Tahun hingga Dugaan Perbudakan
Hal itu disampaikan oleh Anis Hidayah selaku Ketua Migrant Care.
"Para pekerja yang dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya, sering menerima penyiksaan, dipukuli sampai lebam-lebam, dan sebagian mengalami luka-luka," ujar Anis, Senin (24/1/2022) seperti dilansir TribunnewsSultra.com dari Kompas.com.
Dalam laporannya ke Komnas HAM itu, Migrant Care juga melampirkan sejumlah bukti, salah satunya foto seorang pekerja yang babak belur diduga akibat disiksa.

"Selama bekerja, mereka tidak pernah menerima gaji," beber Anis.
Disebutkan juga, bahwa terdapat sekitar 40 pekerja yang diduga dikurung di kerangkeng manusia di belakang rumah Terbit.
Namun asal dan sejak kapan mereka menjadi korban dugaan perbudakan belum diketahui.
Baca juga: Polisi Tangkap 8 Orang Terduga Pelaku yang Menganiaya dan Membakar Hidup-hidup Warga di Langkat
"Para pekerja tersebut dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya selama 10 jam, dari jam 08.00-18.00," terang Anis.
"Setelah mereka bekerja, dimasukkan ke dalam kerangkeng/sel dan tidak punya akses ke mana-mana. Setiap hari mereka hanya diberi makan dua kali sehari," imbuhnya.
Migrant Care pun meminta Komnas HAM agar segera mengusut kasus dugaan perbudakan ini.