TRIBUN WIKI
Langkelu dan Daeng Lala Pewaris Tradisi Memancing Kuno dari Selat Tersempit & Terdalam Dunia
Ia menghafal jenis mahluk laut dangkal dan dalam, dan kapan waktu ideal menangkapnya. ia hanya butuh bantuk awan, gerak ombak dan arus laut, dan angin
Penulis: thamzil_thahir | Editor: Muhammad Israjab
“Saya ini tak tamat SD, tapi bisa sedikit baca,” kata Langkelu kepada Tribun.
Laheiri, mendiang ayah Langkelu juga hidup dari laut.
Langkelu adalah satu dari 32 anak, dari tujuh istri Laheiri. Ia adalah suhu pemancing tradisional di Pulau Buton, yang memadukan keahlian memancing orang Buton dan Tomia dengan ahli iklim dan cuaca laut orang Bajo.
“Saya dari ibu keempat, Paman Langkelu, adik saya dari ibu kelima,” kata Wa Laihu (52), kakak wanita Langkelu.
Modal kerja Langkelu juga tetap utuh seperti yang dipakai mendiang ayahnya.
Perahu dayung, 5 jenis alat pancing, jaring, senter dan tombak bergerigi.
Ada rawei, rinta’, ladung, dan pancing batu, dan pancing bulu ayam.
Rawei dipasang di sore hari dan dipanen pagi hari. pancing Dengan beberapa mata kali besar untuk menangkap ikan berbobot diatas 5 kg, seperti manginwang (hiu kecil), tinumbu, grouping atau red snapper.
Pancing rinta’ untuk ikan pelagis dan ikan putih.
Pancing ladung (pemberat besi) untuk ikan dasaran, dan pancing batu untuk ikan karang ukuran sedang.
Sedangkan pancing bulu ayam untuk ikan tuna atau cakalang.
Tak butuh aplikasi fishing and boating atau aplikasi cuaca misalnya, teknik dan waktu memancing mereka amat kuno.
“Kalau ada ikan lumba-lumba pagu, itu berarti bawa ikan besar lain masuk, kalau datang sore dia giring ikan keluar untuk beberapa minggu.” Kata Daeng Lala, setelah minta konfirmasi dari Paman Langkelu.
Teknik dan ilmu memancing jadul ini adalah warisan turun temurun moyang mereka di Selat Buton, celah laut dalam diantara Pulau Buton dan Pulau Muna.
Baca juga: Sosok Daeng Lala: Inspirator YouTuber Kampung’ Penjaga Tradisi Memancing di Baubau Pulau Buton (2)
Oleh Daeng Lala dan Channel YouTube dan fan page Facebooknya, teknik memancing kuno ini diwariskan kembali ke tiga generasi.