Berita Konawe Selatan

Pakan Mandiri dari Alga Bisa Jadi Solusi Hemat untuk Pembudidaya Udang dan Bandeng di Konawe Selatan

Akademisi dari Universitas Halu Oleo Kendari, Sulawesi Tenggara mengajak pembudidaya bisa lebih hemat biaya pakan diolah dari alga.

Dokumentasi pribadi
EDUKASI - Tim akademisi UHO Kendari memberikan edukasi terkait pengelolaan pakan mandiri berbasis alga di Desa Ranooha Raya, Kecamatan Moramo, Kabupaten Konawe Selatan, pada Sabtu (15/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Menjawab tantangan utama dari para pembudidaya tambak adalah tingginya biaya pakan komersial yang selama ini mencapai lebih dari 60 persen biaya produksi, serta rendahnya pemanfaatan potensi lokal seperti makroalga Sargassum sp.
  • Para pembudidaya di Konawe Selatan kini bisa memanfaatkan potensi lokal untuk mengolah pakan mandiri dari alga. 

 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Para akademisi dari Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) mengajak para pembudidaya bisa lebih menghemat biaya pakan yang diolah dari ekosistem mangrove itu sendiri. 

Hal ini bertujuan untuk menambah nilai manfaat ekonomi dan kemandirian masyarakat pesisir. 

Seperti yang disampaikan Ketua Tim PKM, Wa Iba, S.Pi., M.App.Sc., Ph.D dalam rilis yang diterima TribunnewsSultra.com, Minggu (16/11/2025).

Bersama tim akademisi UHO Kendari, mereka pun menyambangi Desa Ranooha Raya, Kecamatan Moramo, Kabupaten Konawe Selatan untuk langsung memberikan edukasi terkait pengelolaan pakan mandiri ini.

Desa ini berjarak 42 hingga 46 kilometer dari pusat Kota Kendari

Bisa ditempuh dengan menggunakan perjalanan darat biasanya memakan waktu sekitar 1 jam hingga 1 jam 15 menit, tergantung pada kondisi lalu lintas. 

Rute yang direkomendasikan umumnya melalui Jalan Poros Kendari-Moramo. 

Baca juga: Harga Bibit Pohon Buah di BBIH Sulawesi Tenggara Mulai Rp10 Ribu, Warga Bisa Belajar Budidaya Gratis

Desa Ranooha Raya merupakan daerah pesisir, sehingga aktivitas ekonomi dan penghasilan utamanya berkaitan erat dengan sumber daya maritim dan kelautan.

Salah satu potensi utama dari desa ini, yakni perikanan dan hasil laut.

Mata pencaharian utama masyarakat, termasuk budidaya rumput laut dan penangkapan udang dan ikan bandeng.

Bahkan terdapat kelompok wanita tani yang fokus pada pengolahan rumput laut untuk meningkatkan nilai jualnya. 

Melihat deretan potensi ini, Tim Pengabdian kepada Masyarakat Internal (PKMI) turun langsung memberikan edukasi pada warga khususnya yang berprofesi sebagai nelayan dan pembudidaya udang dan bandeng terkait penjagaan potensi ekosistem ini. 

Para dosen memfokuskan pada pembuatan pakan mandiri tepung alga untuk budidaya tambak Silvofishery berbasis ntegrated Multi-Trophic Aquaculture (IMTA). 

Silvofishery IMTA adalah kombinasi antara silvofishery (sistem budidaya perikanan yang menggabungkan tambak dengan mangrove) dan IMTA (Integrated Multi-Trophic Aquaculture, sistem budidaya yang mengintegrasikan berbagai jenis organisme dari tingkatan trofik berbeda untuk menciptakan ekosistem yang saling menguntungkan). 

Tujuan utamanya adalah meningkatkan produktivitas perikanan secara berkelanjutan sambil memulihkan dan menjaga ekosistem mangrove.

Karena menurut Wa Iba, Desa Ranooha Raya yang terletak di kawasan pesisir bersebelahan dengan hutan mangrove seluas lebih dari 260 hektare. 

"Sehingga, implementasi model Silvofishery berbasis IMTA sangat penting untuk meningkatkan efisiensi aliran nutrien, meminimalkan limbah budidaya,
menjaga kualitas air tambak, serta meningkatkan produksi organisme budidaya," jelasnya. 

"Inovasi pakan mandiri berbasis alga ini menjadi bagian dari strategi menyeluruh untuk memperkuat sistem IMTA sekaligus menjaga keberlanjutan ekosistem mangrove di kawasan tersebut," sambungnya. 

Kegiatan ini menggandeng Koperasi Mutiara Teluk Staring yang menaungi kelompok pembudidaya bandeng, udang, kepiting, dan teripang di kawasan pesisir.

Solusi Tantangan Pembudidaya

Salah satu tantangan utama dari para pembudidaya tambak adalah tingginya biaya pakan komersial yang selama ini mencapai lebih dari 60 persen biaya produksi, serta rendahnya pemanfaatan potensi lokal seperti makroalga Sargassum sp. dan hasil tangkapan sampingan (bycatch) sebagai bahan baku pakan alternatif.

Wa Iba, S.Pi., M.App.Sc., Ph.D menjelaskan bahwa Sargassum sp (jenis rumput laut berwarna cokelat) merupakan salah satu komoditas yang melimpah di wilayah Teluk Staring dan memiliki kandungan mineral, protein, dan senyawa bioaktif seperti fucoidan yang bermanfaat bagi peningkatan imun dan performa pertumbuhan ikan maupun udang.

“Dengan proses fermentasi, kandungan nutrisi Sargassum meningkat dan lebih mudah diserap, sehingga sangat ideal sebagai aditif pakan pada sistem budidaya IMTA. Pengembangan pakan ini membantu pembudidaya mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap pakan pabrik,” ungkapnya.

Dalam materi pelatihan, tim juga memaparkan hasil riset global mengenai manfaat makroalga sebagai bahan aditif pakan, seperti peningkatan feed intake, perbaikan konversi pakan, hingga peningkatan status antioksidan dan kekebalan ikan.

Selain diberikan cara memproses pakan mandiri dari alga, warga juga dilatih untuk memasarkan secara online. 

Mulai dari membuat konten media sosial untuk mempromosikan pakan buatan sendiri, foto produk, hingga pembuatan brosur. 

"Tujuannya adalah memperluas pasar pakan lokal dan meningkatkan nilai jual produk budidaya mereka," kata Wa Iba. 

Proses pembelajaran tak berhenti sampai di situ saja. Karena para dosen UHO Kendari juga mengajarkan membuat pembukuan usaha sederhana untuk pembuatan pakan mandiri dapat berkembang sebagai unit ekonomi mikro di tingkat desa.(*)

(TribunnewsSultra.com/Desi Triana)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved