Berita Konawe Utara

Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Konawe Utara Meningkat Selama Tahun 2024, Ini Faktor Pemicunya

Penulis: Nursaida
Editor: Sitti Nurmalasari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Analis Kesehatan Ibu dan Anak Unit Pelaksana Teknis DP3A Konawe Utara, Dewi Fatmawati Untung saat diwawancarai TribunnewsSultra.com, Senin (20/1/2025).

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KONAWE UTARA - Jumlah kasus kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengalami peningkatan sepanjang tahun 2024. 

Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau DP3A Konut, tercatat sebanyak 40 kasus yang ditangani sepanjang tahun 2024.

"Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2023 yang hanya tercatat 11 kasus," ujar Analis Kesehatan Ibu dan Anak Unit Pelaksana Teknis DP3A Konawe Utara, Dewi Fatmawati Untung saat diwawancarai TribunnewsSultra.com, Senin (20/1/2025).

Dewi menjelaskan peningkatan jumlah kasus ini dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, di antaranya masalah ekonomi.

Kemudian, kurangnya pengawasan dari orang tua atau keluarga, serta minimnya sosialisasi dari pemerintah setempat tentang cara penanganan kasus di masyarakat.

Baca juga: Puluhan Kasus Kekerasan Seksual hingga Akses Kesehatan Ditangani JPP Sulawesi Tenggara Selama 2024

Kata dia, dari total kasus yang tercatat, kekerasan terhadap anak, khususnya pencabulan atau kekerasan seksual, menjadi kasus yang paling dominan.

"Kasus kekerasan terhadap anak, khususnya kasus pencabulan atau kekerasan seksual, itu yang paling banyak, untuk tahun 2024 ada sekitar 22 kasus pencabulan," ungkapnya.

Untuk menangani kasus-kasus tersebut, DP3A Konawe Utara melakukan sejumlah langkah mulai dari penjangkauan, pendampingan, hingga mediasi antara korban dan pelaku.

"Ketika kami menerima kasus, kami langsung melakukan penjangkauan dan pendampingan terhadap korban," jelasnya.

"Entah korban akan melanjutkan ke Polres atau mungkin ke tingkat yang lebih lanjut, utamanya ke pengadilan, biasanya kami lakukan pendampingan juga," lanjutnya.

Baca juga: Kasus Kekerasan Anak Dominasi Aduan di DP3A Kota Baubau Sulawesi Tenggara Sepanjang 2024

"Tapi sebelum itu, kami mediasi dulu antara korban dan pelaku. Jika tidak terjadi kesepakatan damai, dilanjutkan ke pengadilan negeri," tambahnya.  

Selain itu, DP3A juga menyediakan pemulihan psikologis bagi korban yang mengalami trauma atau depresi akibat kejadian yang dialami.

"Setelah itu, kalau misalkan korban mengalami depresi atau gangguan psikologis lainnya, kami biasanya membawa korban untuk dilakukan visum untuk ke psikiater," katanya.  

Dalam upaya penanganan, DP3A Konawe Utara memastikan seluruh layanan yang diberikan tidak dipungut biaya alias gratis. 

Dewi mengimbau masyarakat untuk lebih aktif melaporkan kasus-kasus kekerasan yang dialami agar segera ditangani.

Baca juga: Pencurian, Penganiayaan hingga Kekerasan Anak Dominasi Kasus Ditangani Polres Konawe Selama 2024

"Imbauan saya untuk seluruh masyarakat agar ke depannya jika mengalami hal-hal seperti kekerasan terhadap perempuan ataupun anak agar segera melaporkan ke DP3A atau ke pihak pemerintah," ujarnya.

"Misalkan kepala desa, RT, camat, Polsek, atau Polres, agar kami bisa menangani lebih lanjut masalah-masalah yang telah terjadi," ujarnya.  

Ia menekankan pentingnya partisipasi masyarakat agar setiap kasus yang terjadi tidak hanya berhenti di tingkat lokal tanpa pelaporan lebih lanjut.

"Karena kami melihat biasanya ada kasus yang terjadi di suatu tempat, misalkan di desa atau di kecamatan, hanya sebatas di situ saja, tidak berlanjut."

"Jadi kami tidak menerima laporannya, kami juga tidak bisa menangani. Jadi kami minta supaya masyarakat lebih agresif lagi sehingga kami bisa mencarikan solusinya," katanya.  

Baca juga: Delapan Upaya Cegah Kekerasan Seksual pada Remaja Dibagikan Mahasiswa Apoteker UHO Kendari Sultra

Sebagai langkah preventif, DP3A Konawe Utara telah melakukan berbagai sosialisasi di masyarakat dan membentuk tim Satgas (Satuan Tugas) dan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di desa-desa. 

Satgas ini bertugas sebagai perpanjangan tangan DP3A dalam menyampaikan informasi mengenai kasus kekerasan. 

Adapun syarat yang diperlukan untuk melaporkan kasus, antara lain KTP dan Kartu Keluarga. 

"Jadi yang pertama adalah KTP korban. Kedua yaitu Kartu Keluarga. Jika anak di bawah umur maka cukup Kartu Keluarga saja," jelasnya. (*)

(TribunnewsSultra.com/Nursaida)