Sidang Guru Viral di Konawe Selatan

Fakta Lain Guru Supriyani Dituntut Bebas, Jaksa Masih Tuduh Aniaya Anak Polisi, Pengacara Sebut Aneh

Penulis: Sitti Nurmalasari
Editor: Aqsa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fakta lain di balik guru Supriyani dituntut bebas, namun jaksa tetap tuduh terdakwa aniaya murid sekolah dasar (SD) yang merupakan anak polisi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum dalam sidang di Pengadilan Negeri atau PN Andoolo, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra). Tuntutan bebas terhadap terdakwa dibacakan JPU yang dipimpin Kepala Kejaksaan Negeri atau Kejari Konsel, Ujang Sutisna, dalam persidangan, pada Senin (11/11/2024).

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Fakta lain di balik guru Supriyani dituntut bebas, namun jaksa tetap tuduh terdakwa aniaya murid sekolah dasar (SD) yang merupakan anak polisi.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum dalam sidang di Pengadilan Negeri atau PN Andoolo, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra).

Tuntutan bebas terhadap terdakwa dibacakan JPU yang dipimpin Kepala Kejaksaan Negeri atau Kejari Konsel, Ujang Sutisna, dalam persidangan, pada Senin (11/11/2024).

JPU mendasari tuntutan bebasnya terhadap guru Supriyani dengan sejumlah pertimbangan dan alasan.

Meski sang guru honorer salah satu sekolah dasar (SD) negeri di Kecamatan Baito, itu dituntut bebas oleh JPU, kuasa hukum Andri Darmawan, menyoroti tuntutan jaksa yang disebutnya ‘aneh’.

Tim kuasa hukum terdakwa pun akan mengajukan pledoi atau pembelaan atas penuntutan jaksa.

“Baik saudara terdakwa sudah dibacakan tuntutan saudara tadi. Bagaimana, diserahkan ke penasehat hukum?” kata Ketua Majelis Hakim Stevie Rosano.

Baca juga: Kapolsek Ipda MI dan Kanit Reskrim Polsek Baito Aipda AM Dicopot, Terlibat Kasus Guru Supriyani

Guru Supriyani pun mengiyakan pertanyaan hakim sembari menganggukkan kepala.

“Bagaimana sikapnya penasehat hukum,” tanya Stevie kepada Andri Darmawan cs.

“Ya kami mengajukan pledoi,” jawab Andri.

Majelis hakim pun kembali menanyakan kesiapan kuasa hukum untuk membacakan pledoinya.

“Butuh berapa hari?,” tanya Stevie.

“Kamis bisa,” jawab Andri.

Stevie yang didampingi dua anggota majelis hakim, Vivi Fatmawaty Ali, dan Sigit Jati Kusumo, pun menunda sidang.

“Kita tunda hari Kamis yah, untuk pembelaan dari penasehat hukum,” jelasnya.

Stevie pun menunda sidang dan mengagendakan sidang lanjutan dengan agenda pembacaan pledoi pada Kamis (14/11/2024).

Tuntutan Jaksa

Jaksa Penuntut Umum (JPU) tetap menganggap guru Supriyani menganiaya murid kelas 1 SD Negeri di Kecamatan Baito, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra).

Dalam kasus tersebut, guru honorer didakwa aniaya murid yang merupakan  anak polisi yakni Aipda WH, dan istri FN.

Aipda WH menjabat Kepala Unit Intelijen dan Keamanan Kepolisian Sektor atau Kanit Intelkam Polsek Baito.

Meski yakin guru Supriyani memukul anak polisi tersebut, JPU menuntut bebas terdakwa dari segala tuntutan hukum.

Baca juga: Itu Jebakan dan Merugikan Kata Pengacara Supriyani, Ngotot Minta Cabut Surat Damai dengan Aipda WH

Dalam sidang di PN Andoolo, Kabupaten Konsel, Provinsi Sultra, JPU menuntut bebas Supriyani dengan pertimbangan sejumlah alasan.

“Sebelum kami sampai ke tuntutan pidana atas terdakwa perkenankanlah kami mengemukakan hal-hal yang menjadikan pertimbangan kami,” kata Ujang Sutisna.

“Dalam mengajukan tuntutan pidana yaitu hal yang memberatkan tidak ada,” jelas Kajari Konawe Selatan tersebut menambahkan.

JPU menilai luka yang dialami korban tidak pada organ vital dan tidak mengganggu korban.

Kemudian, perbuatan Supriyani terhadap korban dinilai bersifat mendidik.

Selain itu, JPU juga menganggap tindakan Supriyani dilakukan secara spontan.

“Adapun perbuatan Supriyani yang tidak mengakui perbuatannya, menurut pandangan kami karena ketakutan atas hukuman dan hilangnya kesempatan menjadi guru tetap,” ujar Ujang.

Fakta lain di balik guru Supriyani dituntut bebas, namun jaksa tetap tuduh terdakwa aniaya murid sekolah dasar (SD) yang merupakan anak polisi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum dalam sidang di Pengadilan Negeri atau PN Andoolo, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra). Tuntutan bebas terhadap terdakwa dibacakan JPU yang dipimpin Kepala Kejaksaan Negeri atau Kejari Konsel, Ujang Sutisna, dalam persidangan, pada Senin (11/11/2024). ((TribunnewsSultra.com/La Ode Ari))

Kemudian, selama tujuh kali menjalani persidangan, Supriyani juga dinilai sopan dan kooperatif.

Supriyani memiliki dua orang anak kecil yang masih membutuhkan perhatian dan kasih sayang orang tua.

Guru honorer tersebut juga belum pernah dihukum.

Selain itu, Supriyani juga telah mengabdi sebagai guru honorer di SD 4 Baito sejak 2009.

“Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan penuntut umum, maka walaupun perbuatan pidana dapat dibuktikan, akan tetapi tidak dapat dibuktikan adanya sifat jahat mensrea,” kata jaksa.

“Oleh karena itu terdakwa Supriyani tidak dapat dikenakan pidana kepadanya. Oleh karena unsur pertanggung jawaban pidana tidak terbukti.”

“Maka dakwaan kedua dalam surat dakwaan penuntut umum tidak perlu dibuktikan,” jelas jaksa dalam tuntutannya.

Baca juga: Meski Guru Supriyani Dituntut Bebas, Kuasa Hukum Andri Darmawan Kritik Jaksa Soal Penuntutan

Jaksa juga menyimpulkan, perbuatan terdakwa memukul bukan tidak pidana.

“Perbuatan terdakwa Supriyani memukul anak korban, namun bukan tindak pidana,” ujarnya.

Jaksa juga mengemukakan tidak ada hal -hal yang memberatkan terdakwa Supriyani.

“Hal memberatkan tidak ada, terdakwa bersikap sopan selama persidangan,” kata Jaksa.

Sehingga, JPU menuntut guru Supriyani lepas dari segala tuntutan hukum.

“Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Andoolo yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan,” jelas Jaksa.

“Satu, menyatakan menuntut terdakwa Supriyani lepas dari segala tuntutan hukum,” ujarnya menambahkan.

Baca juga: Kapolri Jenderal Listyo Atensi Permintaan Uang Rp50 Juta Kasus Guru Honorer Supriyani, Diusut Propam

Kedua, jaksa meminta agar barang bukti dan alat bukti yang ada di dalam persidangan untuk dikembalikan kepada saksi.

“Menetapkan barang bukti berupa 1 pasang baju seragam SD dan baju lengan pendek batik dan celana panjang warna merah dikembalikan ke saksi (NF),” kata Jaksa.

“Kedua, sapu ijuk warna hijau dikembalikan ke saksi Sanaa Ali,” jelasnya menambahkan.

Kuasa Hukum Sebut Aneh

Kuasa hukum guru Supriyani, Andri Darmawan, menilai tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) kontradiktif.

“Bahwa tidak ada mens rea (niat jahat) itu tidak masuk sebagai alasan pembenar atau alasan pemaaf. Jadi saya pikir kontradiktif antara apa rangkaian tuntutan tadi dengan kesimpulan akhir,” katanya.

Bahkan, dia menyebut jaksa kebingungan memformulasikan tuntutannya.

“Dia menyatakan ada perbuatan tapi tidak ada mens rea, bagaimana itu. Itu yang kami juga masih bingung, bingung sekali,” jelasnya.

Andri pun menjelaskan seyogyanya jaksa menyatakan perbuatan tersebut tidak ada dalam tuntutannya.

“Jadi kami melihat bahwa sebenarnya lebih bagus kalau JPU menyatakan bahwa tidak ada perbuatan tersebut,” ujarnya.

Dia pun mencontohkan hanya satu fakta yang dikatakan bahwa di antara pukul 08.00-10 ada peristiwa itu. 

“Tidak ada diurai. Bagaimana peristiwa itu, bagaimana Ibu Supriani bisa memukul. Kalau dikatakan tadi spontan, kenapa tiba-tiba spontan kan,” katanya.

Di sisi lainnya, keterangan saksi wali kelas Lilis sudah menyatakan bahwa pukul 09.00 wita, dia hanya keluar tidak sampai 5 menit bahkan hanya sekitar 3 menit saja.

“Bagaimana tiba-tiba mau spontan, sementara Ibu Lilis keterangannya bahwa jam 09.00, dia keluar masih lihat ibu supriani masih mengajar, jadi yang spontannya itu bagaimana,” jelasnya.

Baca juga: Guru Supriyani Dituntut Bebas, Pembacaan Tuntutan Jaksa di Pengadilan Negeri Andoolo Konawe Selatan

“Jadi ini aneh ya. Jaksa kan tidak bisa mengurai ini secara terang benderang secara detail,” ujarnya.

Diapun kembali menyinggung pernyataan saksi anak mengenai waktu kejadian tersebut.

“Di dalam berkas perkara itu kan kompak mengatakan jam 10 kejadiannya,” kata Andri.

“Tapi di dalam fakta persidangan, anak korban mengatakan 08.30, yang satu mengatakan jam 10, yang satu tidak tahu.”
“Jadi di dalam rentang itu mereka tidak tegas dan tidak bisa membuktikan secara terang apa yang terjadi di situ. Jadi cuma berdasarkan keterangan anak,” lanjutnya.

Selain itu, keterangan jaksa menggunakan hasil visum et repertum juga sangat lemah sekali.

“Bahwa hasil visum itu jelas bahwa ada memar dan lecet disitu dikatakan dan itu akibat kekerasan tumpul, kekerasan tumpul kan tidak bisa disimpulkan akibat apa,” jelasnya.

Kekerasan tumpul itu, kata Andri, banyak penyebabnya, bisa karena pukulan, bisa karena gesekan benda yang permukaannya kasar.

“Ahli forensik itu sudah mengatakan kemarin bahwa itu lukanya adalah luka lecet akibat gesekan benda yang permukaannya kasar. Bukan oleh pukulan, itu clear oleh ahli forensik mengatakan 

“Mau sekeras apapun pukulan itu cuma dia menimbulkan luka memar,” ujarnya.

Selain itu, dia menyebutkan barang bukti lain semisal celana yang kondisinya tidak apa-apa, maupun sobek.

“Jadi saya pikir bahwa mungkin jaksa karena malu saja misalnya mengakui bahwa sebenarnya tidak ada kejadian itu,” kata Andri.

“Jadi membuat tuntutan yang aneh yang menyatakan bahwa ada perbuatan, tapi tidak ada mens rea,” jelasnya menambahkan.

Meski demikian, kata Andri, pihaknya akan menyampaikan detailnya pada pembacaan pledoi dalam sidang lanjutan.

“Jadi saya pikir tuntutan yang aneh. Ya nantilah kita akan jawab nanti dipledoi pembelaan kita,” ujarnya.

Sementara, guru Supriyani pada kesempatan yang sama berharap majelis hakim bisa memvonisnya bebas.
“Alhamdulillah, mudah-mudahan bisa bebas,” katanya usai persidangan.

Diapun kembali memastikan dirinya tidak melakukan pemukulan terhadap murid seperti yang dituduhkan.

“Tidak memukul tetap,” jelasnya.(*)

(TribunnewsSultra.com/Samsul Samsibar/Apriliana Suriyanti/La Ode Ari)