2 Putri Kandung Bunuh Ayah, Kakak 17 Tahun Menusuk, Adik Pukul Kepala Sosok Bos Toko Furniture

Penulis: Desi Triana Aswan
Editor: Aqsa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kasus pembunuhan bos toko furniture atau perabot di Duren Sawit, Jakarta Timur, yang belakangan ini menghebohkan akhirnya terkuak. Sosok pembunuh Syafrin (55) yang ditemukan tewas mengenaskan ternyata 2 putri kandung korban yang masih belia yakni KS (17) dan PA (16).

“Nah akhirnya ditemukan ada seorang laki-laki berusia 55 tahun inisial S meninggal dunia di atas tempat tidur, luka tusuk di dada, menggunakan kaos kuning,” lanjutnya.

Berdasarkan pengakuan I, jelas Ade Ary, ia sempat pamit kepada korban untuk meninggalkan toko pada Rabu (19/6/2024) dini hari.

“Saat itu di rumah korban ada korban, tersangka KS, dan adik tersangka KS. Ini seorang perempuan yg isunya 16 tahun dan juga merupakan anak korban,” ujarnya.

Tak lama kemudian, adik KS juga keluar meninggalkan toko sehingga tersisa tersangka dan korban di tempat kejadian perkara.

Di momen itu lah KS menghabisi nyawa sang ayah.

KS membunuh korban dengan menusuknya menggunakan pisau dapur.

“Setelah tersangka melakukan penusukan kepada korban yang pertama, berdasarkan keterangan tersangka, korban melawan,” jelasnya.

“Sempat terjadi perlawanan dengan melakukan pencakaran, mencakar tersangka di bagian tangannya,” ujar Ade Ary.

Namun, pelaku kembali menusuk ayah kandung itu hingga meninggal dunia.

“Kemudian ditusuk yang kedua kali. Jadi sementara faktanya ditemukan dua kali menusuk," ujar Ade Ary.

Meski begitu, Ade Ary mengatakan penyidik tak sepenuhnya percaya dengan keterangan tersangka dan masih melakukan pendalaman.

Baca juga: BREAKING NEWS Adik Kades Pelaku Pembunuhan di Konawe Utara Sultra Serahkan Diri ke Polisi

Di samping itu, sebelum terjadinya pembunuhan, KS tinggal di ruko tempat kejadian tersebut bersama korban dan adiknya.

Ketua RW 03 Pondok Bambu, Komarudin, mengatakan penemuan jasad korban bermula ketika seorang pedagang tisu hendak mengambil barang dagangan titipan di toko Syafrin.

“Si pedagang tisu ini mau ambil dagangan yang dititipkan. Tapi kiosnya korban dalam keadaan terkunci gembok dari luar,” kata Komarudin, Minggu (23/6/2024).

Lantaran kios digembok dari luar dan korban tidak dapat dihubungi, paguyuban pedagang di KBT lalu sepakat membuka paksa kios dengan cara menjebol gembok rolling door.

Mereka terpaksa membuka paksa kios karena sejak Kamis (20/6/2024) atau tiga hari sebelumnya korban yang sudah dua bulan terakhir menyewa tempat di lokasi tidak terlihat.

Pelaku Coba Hilangkan Jejak

Pelaku KS disebutkan mencoba menghilangkan jejak setelah menghabisi nyawa ayah kandungnya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, pelaku mencuci pisau setelah membunuh korban.

“Pisau dapur itu habis ngambil dari dapur, nusuk, dilawan, kemudian nusuk dua kali, kemudian dicuci. Sempat dicuci oleh anak KS ini," kata Ade Ary, Senin (24/6/2024).

Ade Ary menuturkan, penyidik kini telah menyita pisau tersebut sebagai barang bukti.

Polisi juga telah memeriksa pisau itu di laboratorium forensik.

“Pisau telah dilaksanakan pemeriksaan secara laboratoris bahwa darah yang ada di pisau itu benar darah korban,” jelasnya.

Usai kejadian, KS ternyata juga mencuri motor dan handphone (HP) milik ayah kandungnya tersebut.

“Saat meninggalkan TKP, tersangka mengambil HP milik korban, kemudian mengambil motor milik korban,” ujar Ade Ary.

Sementara menurut warga, tiga hari sebelum jasad Syafrin ditemukan tewas, anaknya KS sempat mondar-mandir di area toko perabot.

Pada malam korban terakhir terlihat itu, KS terpantau empat kali keluar masuk toko dan menuju minimarket di sekitar lokasi kejadian.

“Ada warga yang melihat sekitar empat kali keluar masuk kios terus pergi ke minimarket. Tapi enggak tahu untuk apa,” kata Komarudin.

Kala itu warga tak curiga karena sejak dua bulan terakhir Syafrin menyewa kios, KS dan seorang adik perempuannya yang berusia 15 tahun memang tinggal bersama di lokasi.

Mereka juga tidak curiga karena saat kejadian tak terdengar suara gaduh atau keributan dari kios tempat korban, sehingga menganggap keberadaan KS sebagai hal normal.

Motif Anak Bunuh Ayah

Dugaan motif anak kandung menghabisi ayahnya sosok bos toko perabot, Syafrin (55), di Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengatakan, KS membunuh ayahnya karena merasa sakit hati dengan perlakuan korban.

“Alasan tersangka KS melakukan penusukan dan pembunuhan terhadap ayah kandung atau bapak kandungnya ini adalah, sementara ditemukan fakta oleh penyidik, karena sakit hati,” kata Ade Ary kepada wartawan, Senin (24/6/2024).

Kepada polisi, KS mengaku sering dimarahi dan dituduh mencuri barang milik korban.

Bahkan, KS mengaku pernah dipukul dan disebut sebagai anak haram oleh ayah kandungnya itu.

“Karena sering dimarahi, kadang dipukul, dituduh mengambil barang milik korban, bahkan pernah dikatakan anak haram oleh korban. Ini berdasarkan keterangan tersangka,” jelas Ade Ary.

Meski demikian, Ade Ary menuturkan penyidik masih mencocokkan pengakuan KS dengan keterangan saksi dan bukti yang ditemukan.

“Tentunya keterangan tersangka itu tidak berdiri sendiri rekan-rekan,” ujar Ade Ary.

“Sekali lagi harus dikaitkan atau dibuat match atau dibuat harus sesuai dengan barang bukti, keterangan saksi, serta alat bukti yang lain,” lanjutnya.

Sedangkan, Ketua RW 03 Pondok Bambu, Komarudin, mengungkap, jauh sebelum pembunuhan terjadi KS kerap terlibat dengan ayahnya.

“Menurut keterangan karyawannya sering cekcok antara anak sama bapaknya. Karena ada uang Rp2 juta, Rp3 juta (milik Syafrin) dibawa anaknya,” kata Komarudin.

Tidak diketahui pasti untuk apa uang digunakan, namun berdasar informasi sementara usai mendapatkan uang pelaku akan tidak pulang ke toko perabot untuk sementara waktu.

Baru setelah uang habis pelaku pulang ke rumah, hal ini yang membuat warga sekitar heran dengan tingkah laku KS karena seolah tidak perduli dengan orangtuanya.

Terlebih beberapa waktu terakhir Syafrin menjalani rawat jalan karena penyakit paru yang diderita.

Secara fisik korban tampak kurus diduga akibat pengaruh sakit diidap.

“Kalau sudah habis duit balik lagi. Menurut karyawan dan pedagang di situ kadang (anak perempuan Syafrin) suka menginap, kadang suka keluar tiga hari sampai seminggu enggak pulang,” ujarnya.

Komarudin menuturkan meski secara usia kedua anak tersebut harusnya masih berstatus pelajar tapi mereka sudah tak bersekolah.

Hanya saja pengurus lingkungan tidak mengetahui secara pasti penyebab kedua anak Syafrin putus sekolah, karena korban baru dua bulan terakhir menyewa kios di RW 03 Pondok Bambu.

Kemudian secara data kependudukan dan pencatatan sipil Syafrin masih tercatat sebagai warga Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Tanggapan KPAI

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan kasus anak yang membunuh ayahnya tak bisa dari sisi tindak pidana saja.

Bahwa kasus dugaan pembunuhan dilakukan KS terhadap ayahnya Syafrin bisa dipengaruhi berbagai faktor.

Komisioner KPAI, Dian Sasmita mengatakan aparat penegak hukum perlu menelusuri ada atau tidaknya faktor-faktor yang mempengaruhi hingga KS membunuh Syafrin.

“Kita tidak bisa hanya melihat sempit hanya pada kasus itu saja, pidananya. Tapi perlu juga aparat penegak hukum melihat relasi kuasa, kemudian kekerasan berbasis gender,” katanya, Selasa (25/6/2024).

Menurut KPAI secara umum dalam kasus kenakalan atau tindak pidana dilakukan anak, anak tidak serta merta langsung melakukan suatu perbuatan tanpa adanya pengaruh-pengaruh.

Melainkan ada rentetan situasi yang sebelum kejadian membentuk karakter, mental, dan perilaku anak hingga terjadi kasus kenakalan atau tindak pidana sebagaimana kasus KS.

“Ini perlu dipahami oleh semua pihak yang menangani kasus. Sehingga penanganan dapat memenuhi keadilan restorative, keadilan yang memulihkan, bukan keadilan balas dendam," ujarnya.

Dian menuturkan faktor-faktor yang mempengaruhi anak dapat berasal dari lingkungan keluarga karena merupakan tempat terdekat anak bertumbuh kembang.

Kemudian lingkungan sosial meliputi pergaulan anak dan sekolah tempat mengenyam pendidikan, hal ini yang perlu diungkap aparat penegak hukum dalam penanganan kasus KS.

“Bagaimana pengasuhan anak selama ini itu sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Termasuk perilaku anak. Perlu dilihat ada situasi-situasi khusus apa yang mendorong anak,” jelasnya.

KPAI juga mendorong proses penanganan perkara dilakukan sesuai UU Sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 tahun 2012 untuk memastikan hak-hak KS selama proses hukum terpenuhi.

Di antaranya hak mendapat bantuan hukum sejak tingkat penyidikan hingga nantinya kasus bergulir ke tingkat penuntutan di peradilan, pendampingan psikologis.

“Kemudian ada pendampingan psikososial dari UPTD (perlindungan perempuan dan anak). Kemudian perlu dipastikan kalau anak masih sekolah, sekolahnya jangan sampai putus,” ujar Dian.(*)

(TribunnewsSultra.com/Desi Triana Aswan, TribunJakarta.com/Bima Putra/Annas Furqon Hakim, Tribunnews.com/Abdi)