Berita Konawe Utara

‘Harta Karun’ yang Hilang di Desa Boedingi, Kampung Suku Bajo Sulawesi Tenggara Sejak Tahun 2009

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Potret Desa Boedingi Kecamatan Lasolo Kepulauan, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara dari udara. Nampak area bukit habis terpangkas alat berat. Disinilah kekayaan alam nikel dikeruk untuk dijual oleh sejumlah perusahaan yang beroperasi di Desa Boedingi. 241 jiwa (2023) tinggal dan hidup di kelilingi aktivitas pertambangan.

Disitulah, La Mamma (55) dan istrinya menjalani hari-hari sejak 10  tahun lalu di Desa Boedingi. La Mamma menjadi warga pertama yang menempati Desa Boeding.

"Boh, dulu itu masih ada ikan di sini," tutur Mamma, seorang warga Desa Boedingi mengenang 10 tahun lalu masih menjadi nelayan.

Kalimat itu membuka awal perjumpaan jurnalis TribunnewsSultra.com kala bertandang beberapa waktu lalu di Desa Boedingi.

La Mamma menatap jauh ke arah air laut berwarna cokelat kemerahan alias keruh akibat sedimen nikel yang jatuh beterbangan bak debu atau tergerus air hujan.

Kenangannya terlintas sampai ke dasar laut. Ingatannya tak begitu kuat pada beberapa tahun silam.

Namun, jika memaksa untuk terus kembali mengenang, mungkin saja pada tahun 2007 lalu.  Kala itu, ia bersama dengan sejumlah teman-temannya yang lain pindah dari Desa Boenaga ke Boedingi.

Kepala Desa Boedingi, Aksar menunjukkan sejumlah foto tentang pemandangan desanya pada tahun 2009 sebelum banyak dihuni warga dan masih berstatus dusun. (TribunnewsSultra.com/Desi Triana)

Adapun jarak dari desa tersebut jika merujuk pada Google Maps hanya sekitar 1,2 kilometer. Hidup berpindah-pindah di antara pulau yang ada di perairan Teluk Lasolo, merupakan cara La Mamma bertahan layaknya jejak leluhur keturunan Suku Bajo dahulu.

Perahu kala itu menjadi transportasi utama. Tentunya digunakan La Mamma untuk mengitari lautan dan mencari nafkah sebagai nelayan.

Kala itu, Desa Boedingi dalam ingatan La Mamma masih begitu asri, sejuk, dan alami.

Berbagai jenis ikan berenang-renang keluar masuk terumbu karang yang berada di sepanjang Desa Boedingi. Syahdu satu kata yang tergambar dalam benak La Mamma.

Belum lagi dengan ikan cakalang yang ada di laut desa, dekat dengan pemukiman warga. Rumah panggung yang berdiri di atas laut menjadi tempat hunian yang nyaman La Mamma dan keluarganya.

Ayah dari tiga anak ini, mengungkapkan jika ikan-ikan cakalang bisa terlihat jelas di bawah kolong rumahnya. Ratusan ikan cakalang berenang dari berbagai sisi bisa di tangkap menggunakan jaring hingga ditusuk parang. Sontong yang menjadi santapan lezat saat dimasak pun juga masih ada di area laut Desa Boedingi.

Terumbu karang masih sehat dengan berbagai warna dan keunikan juga menjadi hiburan anak-anak setempat. La Mamma setiap harinya akan mencari nafkah dengan mengitari Teluk Lasolo untuk mengambil ikan.

Baca juga: Tambat Labuh Kendari Bakal Jadi Dermaga Penyeberangan ke Pulau Labengki, Bakal Dibiayai Investor

Waktu yang dihabiskannya melaut pun tidak begitu lama. Saat subuh, ia akan keluar rumah, menyetir sampannya. Sang istri, Mewani setia menememani di atas perahu sambil berbincang. Mungkin saja, cara Mewani dan La Mamma saling mengungkapkan kasih sayang dengan berjuang bersama.

Setelah siang, ia pulang membawa ikan sebanyak mungkin, kurang lebih 10 kilogram. Hasil tangkapannya ini akan diolah menjadi ikan asin.

Halaman
1234