TRIBUNNEWSSULTRA.COM,KENDARI - Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO Kendari menolak kenaiakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi.
HMI MPO Kendari menilai bahwa kebijakan menaikan harga BBM tidak berpihak kepada rakyat kecil karena pemerintah tidak menaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) juga Upah Minimum Regional (UMR).
Juga menyoroti dugaan penimbunan BBM subsidi yang dilakukan oleh sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) untuk menguntungkan pihak tertentu.
Baca juga: Respons Kenaikan Harga BBM, DPRD Kendari Perlu Dikaji Ulang, Jangan Sampai Warga Pikir Hanya Politik
Baca juga: Mahasiswa Keluhkan Aksi Mogok Angkot di Kendari Sultra, Harap Tarif Tak Naik Usai Kenaikan Harga BBM
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah yang akan menyusahkan masyrakat. Dengan percaya diri menaikan harga BBM bersubsidi di tengah penolakan yang masif dari berbagai elemen masyarakat.
Kenaikan harga BBM bersubsidi ini dilakukan saat ekonimi masyarakat baru mulai stabil di setelah dua tahun dilanda pandemi Covid-19.
Lebih daripada itu, kenaikan harga BBM bersubsidi tidak diikuti dengan kenaikan UMP/UMR pekerja swasta.
Menteri Keuangan Negara Sri Mulyani, alasan harga BBM bersubsidi mesti dinaikan karena kuota BBM bersubsidi tahun 2022 tidak akan cukup sampai akhir tahun.
Setidaknya kuota BBM bersubsidi tersebut akan habis sekitar bulan Oktober mendatang.
Sehingga pemerintah mesti menambah kuota BBM bersubsidi tersebut ditengah kenaikan harga minyak dunia yang sampai menembus 130 US$ per barel.
Melihat realita tersebut, HMI MPO Cabang Kendari menyimpulkan bahwa pemerintah lalai dalam memprediksi dan mengantisipasi tren kenaikan konsumsi BBM bersubsidi, terkhusus pertalite.
Kenaikan konsumsi yang signifikan tersebut disebabkan perpindahan massal konsumen pertamax ke pertalite.
Perpindahan massal tersebut merupakan respon dari kebijakan pemerintah yang menaikan harga pertamax dari Rp9.000 – Rp9.400 per liter menjadi Rp12.500 – Rp13.000 per liter.
Tentu konsumen akan beralih ke pertalite seharga Rp7.650 yang selisih harganya yaitu Rp4.850 – Rp5.350 dari harga pertamax.
Sedangkan solar mengalami kenaikan konsumsi yang signifikan disebabkan percepatan aktifitas industri pertambangan dan perkebunan besar, setelah kurang lebih dua tahun sempat melambat, bahkan ada yang berhenti akibat Covid-19.
Dugaan lainnya yaitu adanya penimbunan BBM bersubsidi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dibeberapa SPBU untuk menguntungkan pihak tertentu.