TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Keunikan Buton di Provinsi Sulawesi Tenggara, dari suku bermata biru, kampung Korea, benteng terluas dunia, hingga patung naga ‘terpanjang’.
Itulah beberapa di antara banyak keunikan Pulau Buton di Provinsi Sultra yang kini menjadi perbincangan bahkan masuk pencarian web populer atau Google Trends.
Nama Kepulauan Buton jadi sorotan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenakan baju adat Buton bernama dolomani.
Presiden Jokowi mengenakan pakaian adat ini pada upacara bendera Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 2022 di Istana Negara.
Seiring hal tersebut, kata kunci sekaitan Buton pun muncul dalam pencarian populer website di Tanah Air.
Baca juga: Istimewanya Sulawesi Tenggara di Istana Negara, Baju Adat, Tarian, Paskibraka, Komandan Upacara, MC
Termasuk baju adat Buton, Pulau Buton, suku Buton, cerita rakyat Buton, sampai Buton dimana, masuk dalam pencarian kata kunci itu.
Buton adalah nama nama pulau terbesar di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Sedangkan, suku Buton menjadi salah satu suku bangsa di kepulauan seluas 4.408 kilometer persegi (m2) atau terluas ke-130 di dunia.
Ada lima kabupaten/ kota yang berada di Kepulauan Buton yakni Kota Baubau, Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Selatan, Kabupaten Buton Tengah, dan Kabupaten Buton Utara (Butur).
Sebagian wilayah Kabupaten Butur juga berada di Pulau Muna.
Dulunya sebelum pemekaran, dua kabupaten lainnya masuk wilayah administrasi Kabupaten Buton yakni Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Bombana.
Sebagai wilayah kepulauan, Pulau Buton terkenal akan keindahan dan kekayaan alam serta budayanya maupun keunikannya.
Simak beragam Keunikan Buton di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dihimpun TribunnewsSultra.com dari berbagai sumber:
1. Masyarakat Bermata Biru
Salah satu keunikan Buton yakni memiliki kelompok masyarakat yang memiliki mata biru.
Mereka bermukim di Desa Kaimbulawa, Kecamatan Siompu, Kabupaten Buton Selatan (Busel), Sulawesi Tenggara (Sultra).
Selain bermata biru ada juga yang berambut pirang seperti bangsa Kaukasia atau Eropa.
Warga bermata biru tersebut menjadi bagian dari populasi 1.010 jiwa masyarakat Kaimbulawa.
Dilansir dari Indonesia.go.id dikutip TribunnewsSultra.com dari Kompas.com, fenomena masyarakat bermata biru di kawasan tersebut pertama kali diungkapkan oleh La Ode Yusrie.
Saat itu, peneliti budaya dan sejarah tersebut, bersama lembaga Summer Institute Linguistic (SIL), sedang melakukan riset mengenai dialek lokal unik di Siompu Timur di awal 2016.
Baca juga: Pakaian Adat Dipakai Presiden Jokowi Berasal dari Sulawesi Tenggara, Baju Dolomani Asal Buton
Menjelang akhir kegiatan Yusrie mendapat informasi adanya komunitas warga dengan ciri fisik unik mirip dengan bangsa Eropa.
Ditemani warga setempat, Yusrie pun akhirnya bertemu dengan warga Kaimbulawa bermata biru.
Salah satunya La Dala, guru sekolah dasar berusia 55 tahun dengan tubuh tinggi besar sekitar 180 sentimeter dan bola matanya biru cerah.
Hidung pun mancung dan kulit lebih terang dari warga Siompu kebanyakan.
Keturunan La Dala bermula dari persahabatan Raja Siompu II, La Laja atau La Sampula dengan para pelaut Portugis ketika berburu rempah ke Nusantara pada abad 16.
2. Kampung Korea
Kota Baubau di Kepulauan Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), terdapat kampung yang disebut sebagai kampung Korea.
Di kampung tersebut, semua nama jalan memiliki aksara hangeul dari bahasa Korea.
Kampung Korea tersebut berada di Kecamatan Sorawolio, jalan poros dari Kota Baubau menuju Kabupaten Buton.
Penduduk kampung tersebut didominasi oleh Suku Laporo dengan bahasa daerah cia-cia.
Siapa sangka, bahasa cia-cia Laporo rupanya mempunyai persamaan dengan aksara hangeul atau bahasa Korea.
Pada tahun 2009 dikutip TribunnewsSultra.com dari Kompas.com, dalam simposium persamaan bahasa, pemerintah Kota Baubau menerima aksara hangeul sebagai aksara penulisan cia-cia.
Semua nama jalan di Kecamatan Sorawolio terdapat aksara hangeul dengan arti bahasa cia-cia.
Selain itu, penulisan aksara hangeul masuk juga dalam kurikulum mata pelajaran di sekolah.
3. Benteng Terluas di Dunia
Benteng Keraton Buton atau Benteng Wolio Buton adalah salah satu objek wisata bersejarah di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Benteng ini merupakan bekas ibu kota Kesultanan Buton yang memiliki bentuk arsitek cukup unik, terbuat dari batu kapur/gunung.
Benteng Wolio Buton berlokasi di Jalan Labuke, Kelurahan Melai, Kecamatan Murhum, Kota Baubau, Provinsi Sultra.
Benteng tersebut berbentuk lingkaran dengan panjang keliling 2.740 meter persegi (m2).
Benteng itu mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) dan Guiness Book Record yang dikeluarkan September 2006 sebagai benteng terluas di dunia dengan luas sekitar 23.375 hektare.
Baca juga: Benteng Sorawolio, Benteng Pertahanan Kesultanan Buton, Suguhkan Indahnya Baubau dari Ketinggian
Benteng ini memiliki 12 pintu gerbang yang disebut Lawa dan 16 emplasemen meriam yang disebut Baluara.
Karena letaknya pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup terjal memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di zamannya.
Dari tepi benteng yang sampai saat ini masih berdiri kokoh, Anda dapat menikmati pemandangan Kota Baubau dan hilir mudik kapal di selat Buton dengan jelas dari ketinggian.
Dalam kawasan benteng juga dapat dijumpai berbagai peninggalan sejarah Kesultanan Buton, seperti masjid dan lainnya.
Saat ini, Benteng Wolio Buton diusulkan Pemerintah Kota (Pemkot) Baubau untuk menjadi Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO.
Pengusulan ini menyusul penetapan benteng sebagai Situs Warisan Budaya Nasional oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI).
Pulau Buton juga kerap disebut Negeri Seribu Benteng karena banyak benteng-benteng kecil tersebar di seluruh wilayah kepulauan itu.
4. Satu-satunya Penghasil Aspal
Pulau Buton di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) adalah satu-satunya daerah penghasil aspal di Indonesia.
Produksi aspal alam tersebut hanya dua di dunia.
Baca juga: Pengaspalan Jalan Wisata Kendari-Toronipa Gunakan Aspal Buton, Gubernur Sultra Manfaatkan Hasil SDA
Pulau Buton di Provinsi Sultra serta Trinidad, negara kepulauan yang terletak di laut Karibia bagian selatan.
Melansir KompasTV, kualitas aspal Buton tak kalah dengan kualitas aspal yang selama ini diimpor oleh Indonesia.
Sayangnya, Indonesia masih harus mengimpor 1,3-1,4 juta ton aspal yang menguras cadangan devisa hingga Rp40-46 triliun per tahun.
Bupati Buton, La Bakry, mengatakan, kualitas aspal Buton (Asbuton) telah diakui.
Aspal Buton ramah lingkungan dengan tingkat kemurnian lebih tinggi dari aspal minyak (aspal hotmix).
Aspal tersebut bahkan telah diuji coba di Jalan Tol Cipularang kilometer 18 yang mengubungkan Jakarta-Bandung.
Bahkan, pernah dilakukan uji gelar di Surabaya untuk ketahanan, khusus penggunaan pada jalur padat dan berat.
“Kualitasnya tetap diakui. Tetapi bukan lagi dari tambang yang dihampar, sudah melewati tahapan pengolahan yang sama dengan preses hotmix,” kata La Bakry, beberapa waktu lalu.
Dengan demikian, katanya, Asbuton bukan kalah pamor hanya saja tak dikelola dengan baik termasuk tak adanya dukungan anggaran hingga regulasi dari pemerintah pusat.
5. Patung Naga ‘Terpanjang’
Salah satu keunikan Kepulauan Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), yakni berdirinya patung naga ‘terpanjang’ di Kota Baubau.
Baca juga: 5 Rekomendasi Tempat Wisata di Baubau Sulawesi Tenggara, Benteng Keraton Buton hingga Pantai Kamali
Patung naga berwarna hijau yang menjadi salah satu icon kota tersebut pun lekat dengan legenda cerita rakyat.
Keunikannya karena patung kepala naga dan ekor naga tersebut berdiri terpisah hingga sekitar 5 kilometer (km).
Kepala naganya setinggi 5 meter berdiri di Pantai Kamali, Jalan Mayjen Sutoyo, Kelurahan Wale, Kecamatan Wolio.
Sedangkan, ekor naga setinggi sekitar 7 meter berdiri di depan Kantor Wali Kota Baubau, Jalan Raya Palagimata, Kelurahan Lipu, Kecamatan Betoambari.
Patung naga tersebut dibuat berkaitan cerita rakyat naga Lawero yang sejak dulu hidup di sekitar wilayah Kesultanan Buton.
Selain cerita itu, kabarnya kehadiran patung naga itu sebagai simbol hubungan persahabatan dan perdagangan antara Kesultanan Buton dengan bangsa China yang sudah terjalin sejak lama.
6. Keragaman Hayati
Pulau Buton di Sulawesi Tenggara (Sultra) juga menjadi salah satu paru-paru dunia dengan Hutan Lambusango.
Hutan ini menjadi ‘benteng’ terakhir keragaman hayati Bioregion Wallacea.
Dengan hewan endemik yang hanya dijumpai di daerah ini.
Beberapa satwa di antaranya burung julang, kuskus, monyet ochreata brunescens, dan tarsius sebagai primata terkecil di dunia.(*)
(TribunnewsSultra.com/Laode Abiddin/Risno Mawandili/Husni Husain, Kompas.com)