Pengamat Ekonomi: Larangan Ekspor Minyak Goreng & CPO Bisa Turunkan Harga tapi Berisiko Ini

Penulis: Nina Yuniar
Editor: Ifa Nabila
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi minyak goreng.

TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Menyusul penetapan tersangka mafia minyak goreng di Indonesia, pemerintah memberlakukan kebijakan baru mengenai minyak goreng.

Yakni larangan ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak sawit (Crude palm oil/CPO) ke luar negeri.

Kebijakan tersebut diumumkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (22/4/2022) lalu.

Adapun kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan CPO itu akan diberlakukan mulai Kamis, 28 April 2022 besok sampai batas waktu yag belum ditentukan.

Baca juga: Pakistan soal Kebijakan Jokowi yang Larang Ekspor Minyak Goreng & CPO: Setiap Negara akan Menderita

Kebijakan ini dibuat dengan harapan dapat memulihkan kelangkaan dan harga minyak goreng yang melonjak di Tanah Air.

Selain itu, kebijakan baru pemerintah soal minyak goreng ini diumumkan hanya berselang 3 hari setelah Kejaksaan Agung RI menetapkan 4 tersangka mafia minyak goreng.

Yang mana diyakini menjadi dalang dari kelangkaan dan melonjaknya harga minyak goreng di pasaran Indonesia belakangan ini.

Sebagaimana diketahui, Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Selasa (19/4/2022) lalu mengungkapkan tersangka dalam kasus tindakan melanggar hukum dalam pemberian Fasilitas Ekspor Minyak Goreng Tahun 2021-2022.

Baca juga: Harga Minyak Goreng Hari Rabu di Alfamart Indomaret: Sania, Delima, Sovia, Happy Soya, Harumas

Keempat tersangka tersebut yakni Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana, dan tiga bos perusahaan minyak swasta.

Antara lain berinisial SMA selaku Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau, Parulian Tumanggor (PT) selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia dan Togar Sitanggang (TS) selaku General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas.

Diungkapkan bahwa tersangka Indrasari menerbitkan persetujuan ekspor terkait komoditi crude palm oil atau CPO dan produk turunannya kepada 3 perusahaan swasta tersebut.

Baca juga: Dampak Kebijakan Jokowi yang Larang Ekspor Minyak Goreng dan CPO terhadap Petani Sawit

Padahal ketiga perusahaan swasta itu diketahui belum memenuhi syarat untuk diberikan izin persetujuan ekspor ini.

Adapun terkait kebijakan larangan ekspor ini bertujuan agar stok minyak goreng di dalam negeri melimpah serta harganya perlahan turun dan terjangkau.

Tetapi pengamat ekonomi dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef) menilai aturan ini bisa berdampak pada menurunnya devisa negara.

Diwartakan TribunnewsSultra.com dari YouTube KompasTV, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebelumnya telah mengendus indikasi praktik kartel, di antara para pengusaha minyak goreng.

Baca juga: RESMI Ekspor Minyak Goreng dan CPO Dilarang, Simak Update Harga Migor Terbaru Hari ini

Tetapi struktur pasar oligopoli yang tak sehat, seakan membuat pemerintah tak mempunyai pilihan.

Organisasi Kelompok Sawit Watch menilai bahwa kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah dan minyak goreng, tak bisa serta merta menurunkan harga.

Justru masalah utamanya berada di kebijakan pemerintah yang tak kunjung membenahi struktur pasar minyak goreng yang tidak sehat.

Selain bisa diakali dengan perubahan strategi produksi oleh para produsen, kebijakan ini juga dikhawatirkan memicu balasan dari luar negeri yang bergantung pada pasokan minyak sawit mentah Indonesia.

Baca juga: Megawati Dibuat Bingung Lagi dengan Fenomena Ibu-ibu Beli Baju Baru tapi Antre Minyak Goreng

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan bahwa kebijakan larangan ekspor minyak gorang dan CPO ini dapat menghilangkan devisa miliaran dolar Amerika Serikat.

"Jadi kebijakan ini juga berisiko menghilangkan devisa sampai 3 miliar US dollar di dalam satu bulan apabila diterapkan pada bulan Mei ke depan," ujar Bhima Yudhistira seperti dikutip dari video di kanal YouTube KompasTV yang tayang Selasa (26/4/2022).

Sedangkan menurut Peneliti Indef, Eisha Rachbini, kebijakan larangan ekspor ini akan menurunkan harga minyak goreng jika diterapkan dalam jangka pendek.

"Sebenarnya berisiko, karena kalau kita lihat dari jangka pendek, kebijakan ini akan menurunkan harga minyak goreng di dalam negeri," ungkap Eisha Rachbini

Baca juga: PT Wilmar yang Kena Kasus Mafia Minyak Goreng Ternyata Sponsor Persis Solo, Kaesang: Putus

"Karena ketika stop penjualan ke luar negeri otomatis produsen (minyak goreng) akan menjual di dalam negeri sehingga supply akan banyak harga akan turun," jelasnya.

Meski demikian, Eisha mengatakan bahwa kebijakan ini juga dapat mengakibatkan kelebihan jumlah stok minyak goreng di dalam negeri sehingga harganya tak bisa turun terlalu rendah.

"Kalau misalnya terjadi over supply di dalam negeri karena kan tidak bisa keluar, dijualnya hanya di dalam negeri, maka ke depan misalnya dalam jangka yang tidak terlalu pendek, menengah, over supply ini dengan harga yang rendah bisa justru menarik juga produsen tidak akan menjual," terang Eisha.

"Rentan untuk tidak dengan menjual dengan harga yang tertentu, harga yang rendah tersebut, karena buat mereka kurang menguntungkan misalnya, sehingga itu akan menurunkan supply lagi di keseimbangan yang baru, jadi harga tidak bisa turun rendah-rendah, terlalu rendah," sambungnya.

Baca juga: Anak Buahnya Jadi Tersangka Mafia Minyak Goreng, Mendag Lutfi Ngaku Kaget dan Prihatin

Lebih lanjut Eisha menjelaskan bahwa kondisi tersebut apabila terjadi dalam jangka menengah hingga panjang pun berdampak terhadap produksi minyak goreng menjadi lebih rendah.

"Dan ketika adanya ekspor dilarang, ini juga akan berdampak ke arah sana, pengurangan devisa negara," imbuhnya.

(TribunnewsSultra.com/Nina Yuniar)