TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Belum ada tanda-tanda ingin mengakhiri perang di Ukraina meski telah dijatuhi sejumlah sanksi dari Blok Barat, Presiden Rusia Vladimir Putin justru mengaku negaranya kuat menghadapi embargo.
Invasi di Ukraina oleh Rusia telah memasuki hari ke-23 pada Jumat (18/3/2022) ini, namun Putin menyebut Moskow akan mencapai tujuan Ukraina dan mengecam sanksi yang ditujukan kepada negaranya.
Dilansir TribunnewsSultra.com dari Al Jazeera, Putin mengatakan Barat bertujuan ingin merusak ekonomi Rusia.
Tetapi Putin bersikeras bahwa Rusia dapat menahan sanksi.
Putin juga mengatakan negaranya akan mencapai tujuannya di Ukraina serta tidak akan tunduk pada apa yang disebutnya sebagai upaya Barat untuk mencapai dominasi global dan memecah belah Rusia.
Baca juga: Jerman: Sanksi ke Rusia dan Bantuan Senjata ke Ukraina Tak akan Hentikan Perang tapi Memperpanjang
Bahkan Putin menyatakan Rusia siap untuk membahas status netral untuk Ukraina.
Yakni saat minggu ketiga perang yang telah menewaskan ribuan orang dan memaksa jutaan orang Ukraina meninggalkan rumah mereka.
Dalam pidatonya kepada para menteri pemerintahan yang disiarkan pada Rabu (16/3/2022), Putin melangkah lebih jauh dari sebelumnya dalam mengakui rasa sakit yang ditimbulkan sanksi Barat terhadap ekonomi.
Tetapi bersikeras bahwa Rusia dapat menahan pukulan itu.
Baca juga: Saling Jatuhkan Sanksi, Rusia Masukkan Presiden AS Joe Biden dan Petinggi AS Lainnya ke Stop List
Tidak ada tanda-tanda melunak dalam makian pahitnya terhadap Barat dan Ukraina.
“Di masa mendatang, ada kemungkinan rezim pro-Nazi di Kiev bisa mendapatkan senjata pemusnah massal, dan targetnya, tentu saja, adalah Rusia,” sebut Putin.
Putin secara konsisten menggambarkan para pemimpin Ukraina yang terpilih secara demokratis sebagai neo-Nazi yang bertekad melakukan genosida terhadap penutur bahasa Rusia di timur negara itu.
Di mana aksi disebut sebuah garis yang dikecam Barat sebagai propaganda perang yang tidak berdasar.
Baca juga: Bahas soal Invasi di Ukraina, Presiden AS dan Prancis Sepakat Perkuat Sanksi terhadap Rusia
Putin mengatakan negara-negara Barat ingin mengubah Rusia menjadi "negara ketergantungan yang lemah, melanggar integritas teritorialnya untuk memotong-motong Rusia dengan cara yang sesuai dengan mereka.”
Jika Barat berpikir bahwa Rusia akan runtuh atau mundur, “mereka tidak tahu sejarah kita atau orang-orang kita,” kata Putin pada hari ke-21 perang, Rabu (16/3/2022).
“Di balik pembicaraan munafik dan tindakan hari ini yang disebut kolektif Barat adalah tujuan geopolitik yang bermusuhan. Mereka hanya tidak menginginkan Rusia yang kuat dan berdaulat.” lanjut Putin.
Putin pun mengungkapkan bahwa inflasi dan pengangguran akan meningkat di Rusia, dan perubahan struktural pada ekonomi akan diperlukan.
Baca juga: Kena Sanksi gara-gara Invasi Ukraina, Aset Rusia Rp 4,3 Kuadriliun Dibekukan hingga Kehilangan Akses
Dia mengatakan Barat sebenarnya telah menyatakan Rusia gagal bayar sebagai bagian dari sanksinya atas konflik di Ukraina.
Tetapi konflik itu hanya menjadi dalih bagi Barat untuk menjatuhkan sanksi tersebut.
“Barat bahkan tidak repot-repot menyembunyikan bahwa tujuan mereka adalah untuk merusak seluruh ekonomi Rusia, setiap orang Rusia,” beber Putin.
Baca juga: Balas Rencana Sanksi Larangan Impor Minyak, Rusia Ancam Hentikan Pasokan Gas ke Eropa
Netralitas Ukraina
Sementara itu, Putin juga menyatakan bahwa Rusia siap untuk membahas status netral Ukraina dalam perundingan damai
“Pertanyaan prinsip untuk negara kami dan masa depannya (status netral Ukraina, demiliterisasi, dan denazifikasinya) kami siap dan kami siap untuk berdiskusi sebagai bagian dari negosiasi.” ungkap Putin.
Di sisi lain, Ukraina telah mengatakan bersedia untuk bernegosiasi guna mengakhiri perang.
Baca juga: AS Dorong Sekutu Tak Impor Minyak Rusia sebagai Sanksi, Moskow Ancam Setop Pasok Gas ke Eropa
Tetapi Ukraina menyatakan tidak akan menyerah atau menerima ultimatum Rusia.
Putin kemudian mengungkapkan bahwa invasi atau yang disebutnya sebagai 'operasi militer' ini telah sesuai rencana dan menyebut tentara Rusia tidak menargetkan warga sipil.
Adapun PBB mencatat pertempuran ini telah mengirim lebih dari tiga juta orang melarikan diri dari Ukraina.
PBB juga melaporkan bahwa sebanyak 726 warga sipil telah dipastikan tewas tetapi jumlah sebenarnya lebih tinggi.
(TribunnewsSultra.com/Nina Yuniar)