TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Rusia dan Amerika Serikat saling menjatuhkan sanksi sebagai tanggapan dari perang yang tengah berlangsung di Ukraina.
Rusia akhirnya mengambil langkah tegas untuk memberikan sanksi kepada Presiden AS Joe Biden dan pejabat tinggi Washington lainnya.
Dilansir TribunnewsSultra.com dari Sputnik, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Rusia mengatakan bahwa langkah ini datang sebagai tanggapan atas 'serangkaian sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya', termasuk melarang pejabat tinggi pemerintah Rusia memasuki AS.
Setelah AS menjatuhkan sanksi terhadap Rusia atas situasi saat ini di Ukraina, Moskow kini telah menanggapi dengan sanksi pribadinya sendiri.
Sanksi Rusia tersebut yang ditujukan kepada pejabat tinggi pemerintah AS.
Baca juga: UE dan AS Termasuk, Para Ahli Ungkap Negara Mana yang Diuntungkan dari Perang Rusia-Ukraina
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Selasa (15/3/2022) waktu setempat, Kemlu Rusia mengatakan bahwa langkah ini merupakan tanggapan atas 'serangkaian sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya'.
Termasuk melarang pejabat tinggi pemerintah Rusia memasuki Amerika Serikat.
Kemlu Rusia menyebut bahwa sejumlah petinggi beserta Presiden AS telah ditambahkan ke 'Stop list' atau 'daftar berhenti' Rusia sendiri sebagai tindakan timbal balik.
Adapun petinggi pemerintahan AS yang dikenakan sanksi Rusia tersebut antara lain:
- Presiden AS Joe Biden;
Baca juga: Sederet Fakta Hari ke-20 Invasi Rusia di Ukraina: China Bantu Rusia, Joe Biden Akan Gerilya di Eropa
- Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken;
- Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin;
- Ketua Kepala Staf Gabungan AS Mark Milley;
- Kepala CIA William Burns;
- Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki;
Baca juga: Indonesia Desak Rusia dan Ukraina Gencatan Senjata, Prabowo: Segera Mulai Dialog Perdamaian
- Putra Joe Biden, Hunter;
- Mantan calon Presiden AS Hillary Clinton.
Sanksi ini, kata Kemlu Rusia, datang sebagai konsekuensi tak terhindarkan dari kebijakan yang sangat Russofobia yang diadopsi oleh pemerintahan AS saat ini.
Kemlu Rusia menunjukkan, bahwa walau bagaimanapun Rusia tidak menarik diri dari mempertahankan hubungan resmi dengan AS.
Bahkan jika perlu, akan menyelesaikan masalah yang berasal dari status individu 'daftar hitam', untuk mengatur kontak tingkat tinggi.
Baca juga: Kemhan Inggris Sebut Rusia Berencana Gunakan Senjata Biologis untuk Serang Ukraina
Sebagaimana diketahui bahwa pada bulan Februari lalu, Rusia secara resmi mengakui Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Luhansk (LPR).
Kedua republik tersebut merupakan wilayah di Ukraina yang dikuasai oleh kelompok separatis pro-Rusia.
Hingga akhirnya 2 wilayah tersebut memisahkan diri dari Ukraina dengan mendirikan republik sendiri.
Selanjutnya, Rusia pada Kamis (24/2/2022) melancarkan operasi militer di Ukraina setelah otoritas DPR dan LPR meminta bantuan untuk mempertahankan diri dari serangan pasukan Kiev.
Baca juga: Khawatir soal Kabar Pasukan NATO Kena Rudal Rusia di Ukraina, Inggris Larang Warganya Ikut Perang
Rusia mengungkapkan tujuan dari invasi ini adalah untuk menetralisir kapasitas militer Ukraina.
Yakni dengan serangan presisi yang dilakukan terhadap infrastruktur militer Ukraina.
Sebagai tanggapan invasi di Ukraina tersebut, AS, Inggris dan Uni Eropa, serta beberapa negara lain, memberlakukan sanksi yang menargetkan entitas dan individu Rusia.
(TribunnewsSultra.com/Nina Yuniar)