Menyapa Nusantara

Berapa Banyak Makanan yang Terbuang Sia-sia?

Di Indonesia, jika SSP – makanan yang terbuang ini dapat diselamatkan, jumlahnya diperkirakan dapat memberi makan hampir sepertiga penduduk.

ANTARA/HO-CHN/aa.
Ilustrasi - Sisa bahan makanan. Di Indonesia, jika SSP – makanan yang terbuang ini dapat diselamatkan, jumlahnya diperkirakan dapat memberi makan hampir sepertiga penduduk. ANTARA/HO-CHN/aa. 

Salah satu targetnya adalah mengurangi sisa pangan hingga setengahnya dan mengurangi susut pangan pada 2030.

Selaras dengan tujuan global, Indonesia menargetkan pengurangan tiga perempat SSP-nya pada tahun 2045.

FAO memimpin penyusunan metodologi global dalam mengukur susut pangan serta penyusunan Indeks Susut Pangan nasional bagi negara-negara anggotanya, termasuk Indonesia.

Sementara Program Lingkungan PBB (UNEP) memimpin penyusunan metodologi global untuk mengukur sisa pangan dan penyusunan Indeks Sisa Pangan. Kedua Lembaga ini bekerja sama dengan negara-negara anggota dalam mengurangi SSP.

Indonesia memerlukan data yang berkualitas untuk mendukung kebijakan yang efektif dalam menanggulangi masalah ini.

Inilah yang mendorong FAO dan Pemerintah melalui BPS untuk bekerja sama dalam menyelaraskan data yang telah dimiliki Indonesia agar memenuhi standar metodologi statistik global yang dikembangkan oleh FAO.

Standar ini telah disetujui oleh Komisi Statistik PBB, yang mewakili lebih dari 180 negara.

Hasilnya adalah Indeks Susut Pangan Indonesia dan persentase susut pangan pada tingkat komoditas.

Dengan data ini, BPS dapat memperkirakan besaran susut pangan dengan lebih akurat pada sepuluh komoditas pangan bernilai tinggi di Indonesia, yakni beras, jagung, pisang, cabai, kelapa sawit, singkong, daging sapi, ayam pedaging, telur, ikan makarel/sarden, dan rumput laut.

Upaya ini akan diawali dengan meninjau data yang saat ini telah tersedia, antara lain Survei Pola Distribusi Nasional, Survei Penyempurnaan Diagram Timbang Nilai Tukar Petani 2017, dan Survei Konversi dan Kehilangan Gabah dari BPS; Survei Neraca Bahan Makanan dari Badan Pangan Nasional; serta berbagai data dari Kementerian Pertanian, Lembaga dan kementerian lainnya.

Dengan memaksimalkan penggunaan data yang sudah tersedia, kami dapat mengurangi biaya dan kompleksitas pengumpulan data baru dalam skala besar. Hanya jika terjadi kesenjangan datalah survei baru seperti survei pertanian nasional mungkin dibutuhkan.

Dengan berpedoman pada metodologi internasional, Indonesia akan memiliki statistik yang akurat untuk penyusunan kebijakan.

Kemudian, kondisi susut pangan akan dapat dibandingkan dengan negara-negara lain dan antarperiode waktu. Jika berhasil, Indonesia akan menyusul India sebagai salah satu negara di dunia yang memimpin dalam kemampuan penghitungan susut pangan.

BPS dan FAO optimis akan kolaborasi SSP ini, sebab sebelumnya kami juga telah bekerja sama di bidang statistik pertanian, seperti sensus pertanian dan Survei Pertanian Terintegrasi (SITASI).

Sinergi data dari berbagai sumber akan menghasilkan statistik yang lebih komprehensif dalam mengukur di mana, kapan dan mengapa susut pangan dapat terjadi.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Komentar

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved