Berita Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tenggara Akan Miliki Jembatan Terpanjang Kedua di Indonesia, Hubungkan Pulau Muna dan Buton
Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) akan memiliki jembatan terpanjang kedua di Indonesia yang menghubungkan Pulau Muna dan Buton.
Penulis: Amelda Devi Indriyani | Editor: Aqsa
7. Jembatan Ampera
Jembatan Ampera merupakan ikon Kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), yang membentang sepanjang 1.117 meter atau 1,117 km dengan lebar 22 meter di atas Sungai Musi.
Dari daftar jembatan terpanjang ini, Ampera merupakan jembatan tertua yang dibangun April 1962 dan diresmikan tahun 1965.
Saat awal peresmian, jembatan ini dinamai Jembatan Bung Karno.
Seiring pergolakan politik pada 1966, nama jembatan diganti menjadi Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat).
Jembatan Tona
Jembatan Buton-Muna (Tona) atau Jembatan Muna-Buton akan menghubungkan Pulau Buton dan Pulau Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Panjang jembatan keseluruhan 2.969 meter atau 2,969 km.
Terdiri dari jalan pendekat Pulau Muna sepanjang 1.278 meter atau 1,278 km, serta jembatan pendekat 186 meter.
Jembatan utama sepanjang 765 meter.
Jembatan pendekat Pulau Buton sepanjang 525 meter serta jalan pendekat 215 meter.
Adapula jalur khusus motor selebar 2 meter.
Baca juga: ASR Sebut Potensi Aspal ke Menteri PUPR, Pembangunan Jembatan Muna-Buton Bisa Tingkatkan Ekonomi
Pada pulau Muna, jalan pendekat akan masuk pada jalan Kabupaten Buton Tengah di Desa Baruta, Kecamatan Sangia Wambulu.
Sedangkan di Pulau Buton masuk pada jalan Kota Baubau, tepatnya di Kelurahan Palabusa, Kecamatan Lea-Lea.
Menteri PU Dody Hanggodo meninjau lokasi rencana pembangunan Jembatan Muna-Buton tersebut, Minggu (13/7/2025) lalu.
Dia didampingi Gubernur Sultra Andi Sumangerukka dan Wakil Ketua Komisi V DPR RI Ridwan Bae.
Wali Kota Baubau Yusran Fahim dan Bupati Buton Alvin Akawijaya Putra.
Bupati Buton Selatan (Busel) Muhammad Adios, Bupati Buton Tengah (Buteng) Azhari, dan pejabat daerah lainnya.
Dody melakukan peninjauan terhadap sejumlah faktor dalam pembangunan jembatan.
Mulai sektor ekonomi terdampak, resiko ketahanan jembatan, jangka waktu, hingga pasang surut air.
Diapun mengingatkan perhitungan jarak bawah jembatan dan pasang surut air laut sekaitan lalu lintas kapal.
“Teknisnya biasa aja, saya hanya sekedar mengingatkan, es dikutubkan tiap tahun meleleh, itu pasti akan menaikkan pasang laut, pasang sungai tertinggi juga akan naik tuh,” katanya.
“Itu harus dihitung supaya jembatannya, bisa digunakan minimum 50 tahun lah,” lanjutnya saat peninjauan di Kelurahan Palabusa, Kecamatan Lea-Lea, Kota Baubau.
Antisipasi tersebut dilakukan agar 10 sampai 20 tahun mendatang, kapal masih dapat melintas di bawah Jembatan Buton-Muna.
“Jangan sampai 10 sampai 20 tahun ke depan, kapal sudah tidak bisa lewat lagi karena sudah terlalu tinggi (air pasang),” jelasnya.
Terkait pembangunan Jembatan Tona, kata Dody, dimungkinkan pada tahun 2026 mendatang.
“Untuk eksekusi awalnya baru mulai 2026 mendatang yah, diusahakan seluruh teknis selesai tahun 2025,” ujarnya.
Diapun berharap terbangunnya Jembatan Muna-Buton dapat membuka berbagai sektor daerah.
“Sangat-sangat banyak, Buton Tengah yang selama ini agak sedikit tertutup akan terbuka, begitu juga Muna Barat (Mubar),” katanya.
“Semua potensi termasuk pariwisata, perikanan itu menjadi sangat-sangat terbuka, otomatis kehidupan masyarakat sudah makin meningkat,” jelasnya menambahkan.(*)
(TribunnewsSultra.com/Sitti Nurmalasari, Kompas.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.