Berita Sulawesi Tenggara

Pernikahan Beda Suku Jadi Penyebab Utama Hampir Punahnya 9 Bahasa Daerah di Sulawesi Tenggara

Sebanyak sembilan bahasa daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terancam mengalami kepunahan.

Penulis: Dewi Lestari | Editor: Sitti Nurmalasari
TribunnewsSultra.com/Dewi Lestari
Widyabasa Ahli Pertama Kantor Bahasa Sultra, Cahyo Waskito. 

TRIBUNNSSULTRA.COM, KENDARI - Sebanyak sembilan bahasa daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terancam mengalami kepunahan.

Kesembilan bahasa daerah tersebut adalah Tolaki, Muna, Wolio, Culambacu, Kulisusu, Cia-Cia, Wakatobi, Moronene, dan Lasalimu Kamaru.

Widyabasa Ahli Pertama Kantor Bahasa Sultra, Cahyo Waskito menjelaskan meskipun sembilan bahasa daerah ini belum dalam kondisi kritis, tetapi sebagian besar mengalami kemunduran yang mengkhawatirkan. 

Jika dibiarkan tanpa upaya pelestarian, bahasa-bahasa ini berpotensi punah dalam waktu dekat.

“Dari sembilan bahasa daerah yang terancam punah, dua bahasa berada dalam kondisi paling rawan, yaitu Bahasa Culambacu dan Lasalimu Kamaru. Sementara itu, Bahasa Muna menjadi satu-satunya yang relatif aman,” kata Cahyo, Selasa (14/1/2025).

Baca juga: Mahasiswa Perikanan UHO Kendari Raih Penghargaan ASEAN, Buat E-Brosur Bahasa Bajo Edukasi Warga

Cahyo menyampaikan salah satu penyebab utama kemunduran bahasa daerah adalah pernikahan beda suku

Dalam situasi ini, orangtua sering kali kebingungan menentukan bahasa daerah mana yang akan diajarkan kepada anak-anak mereka. 

Akibatnya, mereka lebih memilih untuk mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dianggap lebih netral. 

Kondisi ini diperparah oleh minimnya penggunaan bahasa daerah di lingkungan sekitar, sehingga generasi muda kehilangan motivasi untuk mempelajarinya.

Faktor lain yang turut memengaruhi kemunduran bahasa daerah adalah rasa gengsi yang dirasakan oleh generasi muda terhadap penggunaan bahasa daerah.

Baca juga: 21 Pengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing di Kota Kendari Dilantik, Ikut Bimbingan Teknis

“Pandangan bahwa mempelajari bahasa internasional seperti Inggris atau Mandarin yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi juga menjadi faktornya, akibatnya bahasa daerah semakin ditinggalkan,” tuturnya.

Untuk mengatasi masalah ini, Cahyo menyebut Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara telah memulai upaya revitalisasi bahasa daerah sejak tahun 2024 dengan fokus pada Bahasa Tolaki. 

Program ini dilaksanakan di tujuh kabupaten dan kota, yakni Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan, Kolaka Utara, Kolaka Timur, dan Kota Kendari. 

Pada tahun 2025, program revitalisasi akan diperluas dengan memasukkan Bahasa Wolio sebagai bahasa kedua yang akan dilestarikan. 

Sedangkan bahasa daerah lainnya akan direvitalisasi secara bertahap, karena adanya keterbatasan pendanaan.

Baca juga: Sosok Tiga Siswa akan Wakili Sultra Pada Lomba Debat Bahasa Indonesia Tingkat Nasional 2024

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved