Berita Sulawesi Tenggara
Deflasi di Sulawesi Tenggara Capai 0,17 Persen pada Oktober 2024, Ini Tiga Penyebabnya
Angka deflasi atau penurunan harga barang dan jasa di Sulawesi Tenggara (Sultra) mencapai 0,17 persen pada Oktober 2024 berdasarkan laporan BPS
Penulis: Dewi Lestari | Editor: Amelda Devi Indriyani
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Angka deflasi atau penurunan harga barang dan jasa di Sulawesi Tenggara (Sultra) mencapai 0,17 persen pada Oktober 2024 berdasarkan laporan BPS, Jumat (1/11/2024).
Hal itu berlawanan dengan inflasi nasional yang mencapai 0,08 persen, sehingga capaian ini menempatkan Sultra sebagai salah satu provinsi dengan kestabilan harga yang baik.
Pj Gubernur Sultra, Andap Budhi Revianto mengatakan deflasi Sultra di Oktober ini didorong adanya penurunan harga di kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau, yang mengalami deflasi sebesar 0,58 persen dengan andil sebesar 0,19 persen.
Sedangkan beberapa komoditas utama yang berkontribusi pada penurunan harga ini adalah beras 0,06 persen, terong 0,05 persen, dan bayam 0,04 persen.
Kendati demikian, terdapat komoditas yang menyumbang inflasi bulanan seperti kacang panjang, ikan layang atau ikan benggol, dan emas perhiasan, yang masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,04 persen.
Selain itu, tomat dan sawi hijau juga turut menyumbang inflasi dengan andil sebesar 0,03 persen.
Secara tahunan (year on year), inflasi Sultra tercatat sebesar 0,71 persen atau di bawah rerata nasional yang mencapai 1,71 persen.
Baca juga: 5 Kabupaten Kota Sulawesi Tenggara Sepakat Perkuat Ekonomi Lokal, Kerjasama Tangani Inflasi
Dengan angka tersebut, Sultra menempati posisi kedua terendah dari 38 provinsi di Indonesia dalam tingkat inflasi tahunan.
Adapun komoditas yang memberikan andil inflasi tahunan di Sultra antara lain sigaret kretek mesin sebesar 0,33 persen, emas perhiasan 0,27 persen, dan ikan bandeng atau ikan bolu 0,06 persen.
“Beberapa komoditas yang berhasil menekan laju inflasi tahunan, seperti beras 0,16 persen, angkutan udara, ikan layang atau ikan benggol, dan tomat, yang masing-masing memberikan andil deflasi sebesar 0,07 persen,” kata Andap, Sabtu (2/11/2024).
Andap menyampaikan dalam masalah menjaga stabilitas harga dan ketersediaan komoditas, perlunya sinergitas dan kolaborasi antara seluruh pihak, agar dapat mencapai keberhasilan.
"Terima kasih TPID dan para pihak. keberhasilan ini adalah hasil dari sinergitas dan kolaborasi antara TPID, Pemerintah Daerah, stake holder terkait, dan pelaku pasar,”
“Kami akan intens memantau dinamika di pasar dan intervensi harga, serta memperkuat langkah-langkah inovatif agar semuanya dapat terjaga dengan baik," tutur Andap.
Sementara itu, Andap menyebut deflasi Sultra terjadi karena adanya beberapa faktor, yakni dampak El Nino dan La Nina relatif tidak seberat yang diprakirakan, sebagaimana terjadi di akhir 2022 dan 2023.
Kemudian, produksi beras Sultra tahun 2024 relatif lebih baik dibandingkan dengan tahun 2023.
Lalu, level harga terutama untuk komoditas beras dan angkutan udara 2022-2023 sudah sangat tinggi, sehingga penurunan harga ini merupakan penyesuaian menuju keseimbangan baru.
Untuk itu, dalam menjaga daya beli masyarakat, Pemprov Sultra akan melakukan langkah-langkah strategis kedepannya seperti percepatan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), untuk mendorong konsumsi pemerintah dan juga rumah tangga.
Mengoptimalisasi APBN, APBD, dan Dana Desa, termasuk juga program asuransi pertanian JASINDO yang dibiayai APBN, serta pemanfaatan Dana Desa untuk ketahanan pangan.
Selain itu akan mengakselerasi pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui skema klaster dan dukungan untuk sektor perikanan dan pertanian.
Melakukan penguatan kerjasama antar daerah dalam bentuk business to business (B2B) yang didukung BUMD.
Melakukan perluasan pendirian kios pemantau harga untuk pengendalian inflasi, dan melakukan proteksi harga komoditas bagi Petani, yang dilakukan melalui program pembelian untuk perdagangan antar daerah.
Baca juga: Dinas Ketahanan Pangan Ungkap Alasan Harga Beras di Sultra Naik pada Maret 2024, Ada Faktor El Nino
“Tahun 2025 nanti akan menjadi tantangan tersendiri, mengingat adanya potensi lonjakan harga komoditas akibat base effect statistik yang mengoreksi penurunan harga 2024,” ujarnya.
Base effect adalah fenomena ketika perubahan angka di satu periode tampak lebih besar atau kecil karena angka di periode sebelumnya sangat tinggi atau rendah.
Jika harga pada 2024 turun setelah kenaikan besar di 2023, maka 2025 bisa menunjukkan kenaikan yang tampak signifikan karena dibandingkan dengan 2024 yang lebih rendah.
Sehingga Pemprov Sultra akan terus meningkatkan kewaspadaan dan koordinasi untuk menjaga inflasi tetap terkendali, stabilitas harga, dan daya beli masyarakat tetap terjaga.
“Kami optimis inflasi Sultra akan tetap stabil sehingga dapat mendukung dalam peningkatan ekonomi daerah, dan kesejahteraan masyarakat,” jelas Andap. (*)
(TribunnewsSultra.com/Dewi Lestari)
Polisi Kejar Pemasok Sabu ke 2 Pelajar SMK di Muna Sulawesi Tenggara, Sebut Seorang WBP di Kendari |
![]() |
---|
Polisi Ungkap Kasus Penggelapan Motor di Kolaka Sultra, Modus Pelaku Pinjam untuk Antar Anak |
![]() |
---|
2 Pelajar SMK di Muna Terlibat Bisnis Sabu Sudah Lama, Polisi: Pelaku Dapat Rp10 Ribu per Pipet |
![]() |
---|
Kronologi Dua Pelajar di Muna Diringkus Polisi, Terlibat Peredaran Sabu di Tongkuno |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.