Perjalanan Kasus Haris Azhar dan Fatia Hingga Bebas, Respon Luhut Hormati Putusan Majelis Hakim
Perjalanan kasus Haris Azhar dan Fatia hingga bebas. Luhut Binsar Pandjaitan juga merespon hormati putusan majelis hakim atas kebebasan Haris-Fatia.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Desi Triana Aswan
TRIBUNNEWSSULTRA.COM- Berikut ini perjalanan kasus Haris Azhar dan Fatia hingga bebas.
Luhut Binsar Pandjaitan juga merespon hormati putusan majelis hakim yang membebaskan Haris Azhar dan Fatia.
Meski begitu, ia mengungkapkan ada fakta dan bukti penting dalam persidangan.
Setelah melalui proses panjang, Haris Azhar dan Fatia dinyatakan bebas pada sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (8/1/2024).
Seperti diketahui, Haris Azhar dan Fatia berjibaku dengan kasus dugaan pencemaran nama yang dilakukan terhadap Luhut Binsar Panjaitan.
Merasa tak terima dengan pernyataan Haris Azhar dan Fatia, Luhut pun melaporkan kedua aktivis tersebut dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Dilansir dari Tribunnews.com, Luhut yang juga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi itu menghormati putusan majelis hakim tersebut.
Baca juga: Tiga Menteri Bakal Hadiri Gernas BBI BWI Sultra 2023 di Kendari: Luhut, Basuki hingga Halim Iskandar
"Kami menghormati keputusan yang telah dibuat oleh Majelis Hakim. Setiap putusan pengadilan adalah wujud dari proses hukum yang harus kita hormati bersama," kata Luhut dalam keterangannya, Senin (8/1/2024).
Meski begitu bapak empat orang anak ini menyayangkan ada beberapa fakta dan bukti penting selama persidangan.
Tampaknya hal itu tidak menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan oleh Majelis Hakim.
Ia pun percaya jika setiap aspek dan fakta yang ada harus dipertimbangkan.
"Untuk mencapai keputusan yang adil dan bijaksana," kata Luhut.
Ia pun menyerahkan sepenuhnya kepada penuntut umum atas langkah selanjutnya.
"Kami percaya bahwa Penuntut Umum akan melanjutkan proses hukum ini dengan bijaksana dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku," sambungnya.
Luhut Binsar Panjaitan mengaku menghargai sistem peradilan Indonesia.
Ia pun berharap agar proses hukum dapat berjalan lebih transparan dan akuntabel.
"Demi keadilan dan kebenaran. Kami juga mengajak semua pihak untuk menghormati proses hukum dan menunggu setiap prosesnya dengan sabar," tegasnya.
Sebelumnya Dituntut 4 Tahun
Kasus ini bermula saat Haris dan Fatia berbincang dalam podcast di YouTube berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam".
Dalam video tersebut, Haris dan Fatia menyebut Luhut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.
Keberatan dengan tudingan itu, Luhut melaporkan Haris dan Fatia ke polisi atas perkara pencemaran nama baik.
Kasus ini pun bergulir di persidangan.
Haris Azhar sebelumnya dituntut dengan pidana penjara selama 4 tahun serta denda Rp 1 juta subsider enam bulan kurungan.

Sementara itu, jaksa menuntut Fatia dihukum penjara selama 3,5 tahun dan denda Rp 500.000 subsider tiga bulan kurungan.
Dalam tuntutannya, JPU menilai bahwa Haris dan Fatia secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sebagaimana diubah dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1.
Awal Mula Kasus
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiayanti dan mantan Koordinator KontraS Haris Azhar saat ini berstatus sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik.
Keduanya dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut dan tim pengacara melaporkan Haris dan Fatia karena percakapan keduanya di kanal YouTube.
Dalam bincang-bincang di kanal YouTube milik Haris, Luhut disebut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.
Saat itu keduanya membahas hasil riset yang berjudul "Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya".
Riset itu diluncurkan oleh YLBHI, WALHI Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, WALHI Papua, LBH Papua, KontraS, JATAM, Greenpeace Indonesia, Trend Asia, bersama Koalisi Bersihkan Indonesia.
Sebelum melapor ke polisi, Luhut sudah beberapa kali melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia.
Dalam somasi tersebut, seperti dilansir Kompas.com, Luhut menuntut permintaan maaf yang ditayangkan di akun YouTube Haris.
Kuasa hukum Fatia, Julius Ibrani, mengatakan bahwa dua somasi yang dilayangkan Luhut telah dijawab kliennya.
Sejumlah pihak sempat mengusulkan supaya laporan Luhut terhadap Haris dan Fatia diselesaikan dengan proses restorative justice (keadilan restoratif).
Namun, ternyata kasus itu terus bergulir sampai keduanya kini berstatus menjadi tersangka.
Profil Haris Azhar dan Fatia Haris Azhar adalah advokat yang menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Trisakti pada 1999.
Haris sempat menempuh pendidikan Pascasarjana Filsafat di Universitas Indonesia selama 2000 sampai 2003, tetapi tidak selesai.
Setelah itu dia melanjutkan Pascasarjana bidang Hak Asasi Manusia ke University of Essex, Inggris dan lulus pada 2010.
Sejak lulus kuliah, Haris mulai aktif di KontraS. Karir Haris di lembaga itu diawali dengan menjadi sukarelawan Divisi Advokasi dan terus naik hingga akhirnya menjadi Koordinator pada 2015.
Setahun kemudian masa jabatan Haris di KontraS berakhir.
Setelah menimbang-nimbang tentang langkah karir selanjutnya, Haris memutuskan mendirikan firma hukum dan hak asasi manusia Lokataru bersama Eryanto Nugroho, Sri Suparyati, Nurkholis Hidayat, Atnike Sigiro, Iwan Nurdin, dan Mufti Makarim.
Kasus-kasus hukum yang ditangani Haris di Lokataru mulai dari perkara pidana, perdata, tata usaha negara, hingga kasus perceraian.
Selain bekerja di Lokataru, Haris mengajar paruh waktu di almamaternya Universitas Trisakti dan Sekolah Tinggi Hukum Jentera.
Selain itu Haris juga mendirikan dan mengelola situs hakasasi.id. Sedangkan Fatia bisa disebut mengikuti jejak Haris.
Menurut paparan yang dikutip dari situs KontraS, jebolan Prograsm Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Parahyangan itu juga alumnus dari Sekolah Hak Asasi Manusia (SeHAMA) KontraS pada 2014.
Sejak itu Fatia menekuni karir sebagai aktivis HAM di KontraS.
Dia pernah menjadi Kepala Divisi Advokasi Internasional.
Lewat jabatan itu, Fatia terus melanjutkan agenda advokasi nasional pada beberapa kasus ke ranah internasional, baik melalui mekanisme resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) maupun melakukan advokasi jejaring internasional yang ditujukan untuk kampanye, seperti pada kasus Munir, kebebasan sipil, isu ekonomi, sosial, dan budaya, serta isu hak asasi manusia lainnya.
Fatia Maulidiyanti diangkat menjadi Koordinator periode 2020 – 2023 menggantikan Yati Andriyani yang sebelumnya menjabat sebagai Koordinator KontraS periode 2017 – 2020.
(*)
(TribunnewsSultra.com/Tribunnews.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.