Wisata Sulawesi Tenggara
Jejak Sejarah Kerajaan Buton di Keraton Wolio, Jadi Destinasi Apik Saat ke Baubau Sulawesi Tenggara
Berikut ini jejak sejarah Kerajaan Buton di Keraton Wolio jadi destinasi apik saat ke Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Desi Triana Aswan
TRIBUNNEWSSULTRA.COM- Berikut ini jejak sejarah Kerajaan Buton di Keraton Wolio jadi destinasi apik saat ke Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Benteng Wolio menjadi salah satu destinasi yang tak boleh terlewatkan saat bertandang ke Sultra.
Lokasinya berada di Desa Wisata Limbo Wolio, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Jaraknya begitu dekat dari pusat kota.
Anda hanya memerlukan waktu 7 menit dengan jarak tempuh 4,1 kilometer.
Dengan melewati Jalan Labuke dan Jalan Labelawo.
Akses menuju Benteng Wolio ini tak sulit.
Baca juga: Apa Itu Pesona Santiago? Digelar di Benteng Keraton Buton Peringati HUT ke-482 Kota Baubau Sultra
Pasalnya, jalanan mulus dengan pemandangan Kota Baubau akan menyegarkan mata Anda.
Karena berada di area puncak, perjalanan akan terasa terus menanjak.
Diketahui, Benteng Keraton Buton atau Benteng Wolio seluas 23,3 hektare menjadikannya sebagai benteng terluas di dunia.
Area Benteng Wolio ini pun dipadati pemukiman penduduk.
Meski begitu, keindahannya selalu terjaga.
Dari puncak benteng, mata Anda disuguhkan dengan pemandangan Kota Baubau.
Bangunan Benteng Wolio yang begitu eksotis bisa menjadi background foto ciamik.
Biasanya, lokasi Benteng Wolio ini dijadikan sebagai area photografi para photografer di Sulawesi Tenggara.
Termasuk untuk kebutuhan foto prewedding.
Pada tahun 2006, Benteng Wolio pernah tercatat sebagai benteng terluas di dunia menurut Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) dan Guinness Book of World Record, dikutip dari laman jadesta.kemenparekraf.go.id, Kamis (9/6/2022).
Adanya, Benteng Wolio ini menjadi jejak sejarah adanya sebuah kerajaan di Buton.
Sejarah
Dilansir dari Tribunnews.com, Benteng Wolio dibangun sekitar abad ke-16, oleh Raja Buton III bernama La Sangaji yang bergelar Kaimuddin.
Awalnya benteng hanya dibangun dalam bentuk tumpukan batu karst, disusun mengelilingi kompleks istana guna membuat pagar pembatas antara komplek istana dengan permukiman masyarakat, sekaligus sebagai benteng pertahanan.
Namun, pada masa pemerintahan Raja Buton IV, La Elangi atau Dayanu Ikhsanuddin, benteng berupa tumpukan batu itu dijadikan bangunan permanen.
Konon, batuan tersebut direkatkan dengan campuran putih telur, pasir, dan kapur.
Baca juga: Rumah Produksi Asal Baubau Seribu Benteng Production Juara Film Pendek Dokumenter Kemenag Sultra
Benteng Wolio memiliki 12 pintu gerbang yang disebut Lawa, 16 emplasemen meriam yang disebut Badili, empat Boka-boka (bastion berbentuk bulat), batu tondo (tembok keliling), parit, dan persenjataan.
Lokasinya yang cukup tinggi di puncak bukit dengan lereng terjal, menjadikan benteng ini sebagai tempat pertahanan terbaik pada zamannya.
Selama masa kejayaan pemerintahan Kesultanan Buton, keberadan Benteng Wolio memberikan pengaruh besar terhadap eksistensi kerajaan.
Hal ini karena, dalam kurun waktu lebih dari empat abad, Kesultanan Buton bisa bertahan dan terhindar dari ancaman musuh.
Makam Sultan Murhum
Menariknya, di dalam kawasan benteng juga terdapat sebuah makam milik Sultan Murhum, yang dibangun guna memberikan penghormatan kepada jasa-jasa Sultan Muhrum semasa hidupnya.
Sultan Murhum Qaimuddin Khalifatul Khamis, atau Lakilaponto, juga dikenal sebagai Sultan Buton VI, merupakan salah satu sultan yang sangat dihormati.
Beliau menjadi sultan pertama dan raja terakhir, karena sistem pemerintahan yang semula kerajaan diubah menjadi kesultanan. Sebagai raja beliau memerintah selama 20 tahun, sementara sebagai sultan selama 26 tahun.

Agama Islam mulai masuk ke Kota Baubau saat di bawah pemerintahan Sultan Muhrum. Semasa pemerintahannya pula, ia mendirikan sebuah masjid yang diberi nama Masigi Ogena, atau Masjid Agung Kesultanan Buton yang masih difungsikan sebagai tempat ibadah umat Islam hingga saat ini.
Menurut Keterangan Ketua Pokdarwis Dadi Mangora, Keraton Molagina Maman di dalam Masjid Agung Kesultanan Buton ini sarat akan makna.
Seperti dari segi jumlah anak tangga, ada sebanyak 17 yang menandakan jumlah rakaat salat. Lalu bedugnya memiliki panjang 99 sentimeter melambangkan Asmaul Husna.
Selain itu, pasaknya berjumlah 33 sesuai dengan jumlah tasbih.
Saat ini makam Sultan Muhrum kerap dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat wisata ziarah atau yang disebut dengan Santiago. Di dekat makam Sultan Muhrum terdapat Batu Yi Gandangi.
Batu Keraton Mengeluarkan Air
Baca juga: 95 Turis Mancanegara Jajal Destinasi Wisata di Baubau, Lihat Desa Tenun hingga Benteng Keraton Buton
Menurut masyarakat setempat, belum sah ke Kota Baubau kalau belum menyentuh batu tersebut.
Dulunya, terdapat mata air di celah batu yang diyakini bisa mengeluarkan air apabila ada penobatan raja atau sultan.
Selain Benteng Wolio yang menjadi warisan budaya Nusantara, terdapat pula beragam atraksi wisata menarik.
Di antaranya Kande-Kandea, Posipo, Alana Bulua, Dole-Dole, Tandaki, Haroa, Qadiri, Qunua, Tembaana Bula, serta berbagai permainan tradisional.
Namun, atraksi tersebut hanya bisa dinikmati pada waktu tertentu, tergantung tradisi masyarakat Buton dan event budaya lainnya di Kota Baubau.
Dengan potensi desa wisata yang begitu besar, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno berpesan kepada warga setempat agar dapat mempertahankan kelestarian dan keberlanjutan Desa Wisata Limbo Wolio.
Sebagai informasi, Desa Wisata Limbo Wolio masuk peringkat 50 besar desa wisata terbaik di Indonesia dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022.
(*)
(TribunnewsSultra.com/Desi Triana)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.