Mengenal Nyamuk Wolbachia Penangkal Virus DBD Karya Bill Gates, Bakal Disebar di Lima Kota Indonesia
Mengenal Nyamuk Wolbachia penangkal virus dangue yang dikembangbiakkan oleh miliarder Amerika Serikat (AS) Bill Gates bersama timnya. Berikut beberapa
Penulis: Amelda Devi Indriyani | Editor: Amelda Devi Indriyani
TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Mengenal Nyamuk Wolbachia penangkal virus dengue yang dikembangbiakkan oleh miliarder Amerika Serikat (AS) Bill Gates bersama timnya.
Berikut beberapa fakta mengenai Nyamuk Wolbachia yang dirangkum TribunnewsSultra.com dari beberapa sumber.
Wolbachia adalah bakteri yang dapat tumbuh alami pada serangga terutama nyamuk, kecuali nyamuk aedes aegypti.
Bakteri Wolbachia dapat melumpuhkan virus dengue, sehingga apabila ada nyamuk aedes aegypti menghisap darah yang mengandung virus dengue akan resisten sehingga tidak akan menyebar ke dalam tubuh manusia.
Penggunaan teknologi Wolbachia dapat mengeblok replikasi virus dengue. Saat bakteri Wolbachia dimasukkan ke tubuh nyamuk Aedes Aegypti betina, virus dengue dapat dilumpuhkan.
Bakteri Wolbachia diklaim bisa menurun ke nyamuk generasi selanjutnya, karena memiliki pola pewarisan bersifat maternal.
Apabila nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan jantan tidak ber-Wolbachia, seluruh telurnya akan ber-Wolbachia, jika nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina tanpa Wolbachia, telurnya tidak akan menetas. Bahkan jika kedua jenis kelamin nyamuk ber-Wolbachia, keturunannya juga akan ber-Wolbachia.
Baca juga: Kenali Gejala DBD Agar Tak Terlambat Mendapatkan Penanganan dan Pengobatan di Puskesmas
Diketahui pemanfaatan teknologi bakteri Wolbachia telah dilaksanakan di sembilan negara lain dan hasilnya terbukti efektif untuk pencegahan dengue.
Sembilan negara yang dimaksud adalah Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Mexico, Kiribati, New Caledonia, dan Sri Lanka.
Penerapan inovasi teknologi bakteri Wolbachia di Indonesia
Kementrian Kesehatan menerapkan inovasi teknologi Wolbachia untuk menurunkan penyebaran Demam Berdarah Dangue (DBD) di Indonesia.
Uji coba penyebaran nyamuk ber-Wolbachia telah dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul pada tahun 2022.
Hasilnya, di lokasi yang telah disebar Wolbachia terbukti mampu menekan kasus demam berdarah hingga 77 persen, dan menurunkan proporsi dirawat di rumah sakit sebesar 86 persen.
Saat ini ada lima kota di Indonesia yang akan menjadi pilot project untuk disebarkan nyamuk Wolbachia.
Adapun lima kota tersebut diantaranya Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang dan Kupang.
Baca juga: Kasus DBD di Kendari Sultra Banyak Ditemukan pada Anak-anak, Warga Diminta Lebih Waspada
Melansir Tribunnews, Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kementerian Kesehatan, Ngabila Salama mengatakan hal itu sesuai dengan Surat Keputusan Menteri kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaraan Pilot project Implementasi Wolbachia sebagai inovasi penanggulangan demam berdarah dengue (DBD).
"Lima kota penerapan inovasi Wolbachia sesudah Yogyakarta sesuai SK Kemenkes RI: Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, Kupang," kata Ngabila dalam keterangannya.
Ngabila menegaskan bahwa manusia tidak dijadikan kelinci percobaan pada program tersebut. Bahkan, tidak dilakukan rekayasa genetik pada nyamuk.
"Karena Wolbachia bakteri alamiah pada serangga, dan tentunya ramah lingkungan karena tidak mengganggu ekosistem atau siklus hidup mikroorganisme lain," ujarnya.
Teknologi Wolbachia melengkapi strategi pengendalian yang berkasnya sudah masuk ke Stranas (Strategi Nasional).
Efektivitas wolbachia sendiri telah diteliti sejak 2011 yang dilakukan oleh WMP di Yogyakarta dengan dukungan filantropi yayasan Tahija.
Penelitian dilakukan melaui fase persiapan dan pelepasan aedes aegypti berwolbachia dalam skala terbatas (2011-2015).
Sementara itu, Ahli kesehatan Masyarakat sekaligus Epidemiolog Dicky Budiman mengingatkan pemerintah perlu berhati-hati menerapkan penyebaran nyamuk Wolbachia di lima kota di Indonesia.
"Sekali lagi hati-hati dalam memilih pendekatan yang melakukan intervensi pada alam dan itu sangat berbahaya," ungkap Dicky Senin(20/11).
Kehati-hatian ini, kata Dicky diperlukan karena data berbasis sains terkait strategi ini belum terlalu kuat.
Masih ada beberapa potensi melemahnya efektifitas akibat berbagai faktor.
Sebagai contoh, suhu bumi yang semakin panas bisa pengaruhi efektifitas penyebaran nyamuk Wolbachia.
"Bahwa pada suhu semakin panas, dampak dari wolbachia dalam media blocking patogen (DBD) ini menurun," kata Dicky.
"Karena pada suhu panas, masa inkubasi nyamuk menggigit seseorang terinfeksi itu menjadi pendek. Ini akhirnya tidak terkejar efektifitasnya," lanjut Dicky.
Kedua, suhu yang semakin panas ini mengurangi perkembangan Wolbachia. Padahal, jumlah nyamuk wolbachia yang cukup banyak dibutuhkan untuk bisa efektif menahan replikasi virus.
Belum lagi dari faktor virus, berpotensi membentuk mutasi baru yang justru bisa merugikan manusia.
"Ketika kita mengintervensi alam, dalam konteks makhluk hidup, virus, nyamuk maka itu sendiri akan terus berevolusi karena ada yang menghambat dia. Ini berpotensi bisa jadi merugikan manusia," jelas Dicky.
Namun, Dicky sekali lagi menekankan tidak menentang betul keputusan pemerintah. Hanya saja, ia mewanti-wanti untuk lebih berhati-hati.
"Tidak mengecilkan riset, potensinya ada, tapi masih jauh untuk program yang luas. Saya cenderung jangan banyak-banyak dulu. Kita harus betul-betul pastikan mekanisme montoring yang bisa dilakukan," ujar Dicky.
Selain itu, inovasi ini juga perlu melibatkan multifaktor untuk mendukung efektifitasnya.
"Itu sebabnya paling aman dalam pendekatan publik health, 3M plus itu tetap jadi strategi utama untuk dijalankan," pungkasnya.
(Tribun Network/ais/wly)(Tribunnews.com)(TribunnewsSultra.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.