Makna Penting Sumpah Pemuda 95 Tahun yang Lalu Hingga Tokoh Terlibat dalam Kongres Kedua di Batavia
Apa makna penting dari sebuah perayaan Hari Sumpah Pemuda? 95 tahun yang lalu, sejumlah pemuda berkumpul dalam berbagai organisasi dan latar belakang.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Desi Triana Aswan
Sumpah Pemuda pada ikrar ketiga memiliki makna kecintaan pada bahasa Indonesia sebagai wujud nasionalisme.
Jika pemuda melupakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa, maka bahasa Indonesia dapat tergeser dengan bahasa-bahasa lain di Indonesia.
Lantas, apa itu Sumpah Pemuda?
Sumpah Pemuda
Sumpah Pemuda merupakan peristiwa penting dalam sejarah Indonesia yang terjadi pada 28 Oktober 1928, karena hal itu terbentuklah semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Pada saat itu, Indonesia masih berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda, terdapat organisasi Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) menyelenggarakan Kongres Pemuda di tiga lokasi, yakni Katholieke Jongenlingen Bond, Oost Java Bioscoop, dan Indonesische Clubgebouw.
Dikutip dari Kemendikbud.com, adapun nama-nama organisasi yang mengikuti kongres ini adalah Jong Java, Jong Soematra (Pemoeda Soematra), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan Perhimpoenan Peladjar2 Indonesia.
Selain itu, dibentuk juga kepanitiaan kongres yang berisikan dan menjadi tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya:
- Ketua: Sugondo Djojopuspito (PPPI)
- Wakil Ketua: R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)
- Sekretaris: Muhammad Yamin (Jong Sumatranen Bond)
- Bendahara: Amir Sjarifudin (Jong Bataks Bond)
- Pembantu I: Johan Mahmud Tjaja (Jong Islamieten Bond)
- Pembantu II: R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia)
- Pembantu III: R.C.L. Sendoek (Jong Celebes)
- Pembantu IV: Johannes Leimena (Jong Ambon)
- Pembantu V: Mohammad Rochjani Su’ud (Pemoeda Kaoem Betawi)
Kongres yang diadakan di tiga tempat itu menghasilkan keputusan:
1. Kami Putera dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah yang Satu, Tanah Indonesia
2. Kami Putera dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa yang Satu, Bangsa Indonesia
3. Kami Putera dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia
Selain itu, adapun dasar persatuan keyakinan ini adalah kemauan, sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan dan kepanduan.
Puisi WS Rendra, Chairil Anwar, hingga Taufiq Ismail Tentang Pemuda
Berikut ini enam puisi Hari Sumpah Pemuda yang akan diperingati pada Sabtu, 28 Oktober 2023.
Sumpah Pemuda adalah deklarasi pemuda-pemudi Indonesia untuk memperkuat rasa persatuan dan kebangsaan Indonesia.
Teks Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1945, berdasarkan hasil rapat Kongres Pemuda kedua.
Selain itu, lagu Indonesia Raya juga pertama kali diperdengarkan pada rapat Kongres Pemuda pada 27-28 Oktober 1945, dikutip dari Museum Sumpah Pemuda.
Bagi Anda yang ingin memperingati Hari Sumpah Pemuda, dapat menggunakan puisi sastrawan seperti WS Rendra, Chairil Anwar, hingga Taufiq Ismail berikut ini.
Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang
karya WS Rendra
Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
Mimbar Indonesia
18 Juni 1960.
Penghidupan
karya Chairil Anwar
Lautan maha dalam
Mukul dentur selama
Nguji tenaga pematang kita
Mukul dentur selama
Hingga hancur remuk redam Kurnia Bahagia
Kecil setumpuk
Sia-sia dilindung, sia-sia dipupuk.
Prajurit Jaga Malam
karya Chairil Anwar
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
Aku
karya Chairil Anwar
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.
Merdeka
karya Chairil Anwar
Aku mau bebas dari segala
Merdeka
Juga dari Ida
Pernah
Aku percaya pada sumpah dan cinta
Menjadi sumsum dan darah
Seharian kukunyah kumamah
Sedang meradang
Segala kurenggut
Ikut bayang
Tapi kini
Hidupku terlalu tenang
Selama tidak antara badai
Kalah menang
Ah! Jiwa yang menggapai-gapai
Mengapa kalau beranjak dari sini
Kucoba dalam mati.
Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis, Lalu Kalian Paksa Kami Masuk Penjajahan Baru, Kata Si Toni
karya Taufiq Ismail
Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diri
Gara-gara pewarisan nilai, sangat dipaksa-tekankan
Kalian bersengaja menjerumuskan kami-kami
Sejak lahir sampai dewasa ini
Jadi sangat tepergantung pada budaya
Meminjam uang ke mancanegara
Sudah satu keturunan jangka waktunya
Hutang selalu dibayar dengan hutang baru pula
Lubang itu digali lubang itu juga ditimbuni
Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi
Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini
Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi
Karena rendah diri pada bangsa-bangsa dunia
Kita gadaikan sikap bersahaja kita
Karena malu dianggap bangsa miskin tak berharta
Kita pinjam uang mereka membeli benda mereka
Harta kita mahal tak terkira, harga diri kita
Digantung di etalase kantor Pegadaian Dunia
Menekur terbungkuk kita berikan kepala kita bersama
Kepada Amerika, Jepang, Eropa dan Australia
Mereka negara multi-kolonialis dengan elegansi ekonomi
Dan ramai-ramailah mereka pesta kenduri
Sambil kepala kita dimakan begini
Kita diajarinya pula tata negara dan ilmu budi pekerti
Dalam upacara masuk masa penjajahan lagi
Penjajahnya banyak gerakannya penuh harmoni
Mereka mengerkah kepala kita bersama-sama
Menggigit dan mengunyah teratur berirama.
Sedih, sedih, tak terasa jadi bangsa merdeka lagi
Dicengkeram kuku negara multi-kolonialis ini
Bagai ikan kekurangan air dan zat asam
Beratus juta kita menggelepar menggelinjang
Kita terperangkap terjaring di jala raksasa hutang
Kita menjebakkan diri ke dalam krangkeng budaya
Meminjam kepeng ke mancanegara
Dari membuat peniti dua senti
Sampai membangun kilang gas bumi
Dibenarkan serangkai teori penuh sofistikasi
Kalian memberi contoh hidup boros berasas gengsi
Dan fanatisme mengimpor barang luar negeri
Gaya hidup imitasi, hedonistis dan materialistis
Kalian cetak kami jadi Bangsa Pengemis
Ketika menadahkan tangan serasa menjual jiwa
Tertancap dalam berbekas, selepas tiga dasawarsa
Jadilah kami generasi sangat kurang rasa percaya
Pada kekuatan diri sendiri dan kayanya sumber alami
Kalian lah yang membuat kami jadi begini
Sepatutnya kalian kami giring ke lapangan sepi
Lalu tiga puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini.
(*)
(Tribunnews.com/Pondra)(TribunnewsSultra.com/Desi Triana)(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)(TribunJateng.com/Iam)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.