Film Bioskop

5 Alasan Nonton Film Barbie, Suarakan Isu Feminisme, Lawan Patriarki hingga Toxic Masculinity

Berikut ini 5 alasan nonton film Barbie The Movie 2023. Mulai dari suarakan isu feminisme, lawan patriarki hingga toxic masculinity.

Kolase TribunnewsSultra.com
Berikut ini 5 alasan nonton film Barbie The Movie 2023. Mulai dari suarakan isu feminisme, lawan patriarki hingga toxic masculinity. 

Boneka Barbie diciptakan oleh Ruth Marianna Handler (Ruth Handler), di bawah perusahaan Mattel, pada 1959.

Lambat laun, barbie menjadi representasi seorang wanita. Barbie juga dianggap sebagai fitur sempurna wanita di dunia.

Kalau ingin cantik harus seperti barbie, berkulit putih, berambut panjang, berbadan langsing, berkulit mulus, dengan bibir merah muda, demikian potret seorang wanita sempurna.

Namun, dalam Film Barbie, ada adegan menyentuh hati antara Barbie (diperankan Margot Robbie), dan hantu Ruth Handler (diperankan Rhea Perlman).

Ruth menciptakan boneka barbie untuk anak perempuannya dengan cita yang mulia.

Ia ingin anaknya bisa bebas bermimpi, bisa jadi apa saja yang ia mau, seperti halnya boneka barbie.

Barbie bisa dijadikan apa saja, melakukan apa saja yang diinginkan, memakai apa pun yang disuka, dan sebagainya.

Para penggemar Film Barbie patut berbahagia. Film ini, merilis railer terbaru sebelum jadwal penayangan. Kekasih Barbie, Ken juga turut ditampilkan. Bahkan penyanyi ternama Dua Lipa berperan sebagai putri duyung.
Para penggemar Film Barbie patut berbahagia. Film ini, merilis railer terbaru sebelum jadwal penayangan. Kekasih Barbie, Ken juga turut ditampilkan. Bahkan penyanyi ternama Dua Lipa berperan sebagai putri duyung. (Kolase TribunnewsSultra.com)

Seperti itu pula harapan Ruth untuk sang buah hati, juga untuk anak-anak di luar sana, calon perempuan-perempuan hebat masa depan.

Namun, seperti kita ketahui, konsep tentang boneka barbie justru salah diartikan.

Barbie andil dalam menciptakan stereotipe wanita harus sempurna bak boneka.

Stereotipe itu kemudian membuat orang jadi tidak percaya diri, minder, merasa kurang, merasa tidak cukup, merasa jauh dari sempurna, merasa lemah, alias merasa insecure atau terjebak insecurity.

3. Kisah Pertualangan Barbie dan Ken

Konflik dalam Film Barbie bermula ketika Barbie (Margot Robbie) yang berada di dunia barbie, tiba-tiba saja memikirkan tentang kematian.

Saat itu, ia sedang berpesta bersama teman-teman barbie lainnya.

Tiba-tiba saja pikiran tentang kematian muncul di benak Barbie dan ia menyampaikan hal itu di depan teman-teman.

Sontak pesta berhenti, semua orang menatap Barbie dan kebingungan, begitu pula dengan Barbie yang bingung mengapa ia memikirkan kematian.

Namun, pesta bisa kembali dilanjutkan, setelah ia membuang pikiran anehnya itu.

Keesokan harinya, hari-hari Barbie yang sempurna pun sirna.

Barbie yang biasanya bangun tidur dengan anggun, menikmati sarapan lezat dengan ceria, saling sapa dengan para tetangga, kini jadi kacau.

Ia minum susu yang sudah kedaluwarsa, makan waffle gosong untuk sarapan, tidak bisa mandi dengan nyaman, sampai kakinya yang biasa berjinjit jadi datar.

Barbie disarankan teman-teman untuk minta pendapat Barbie Aneh (diperankan Kate McKinnon).

Ternyata, hal-hal tidak biasa yang dialami Barbie berhubungan dengan si pemilik Barbie di dunia nyata.

Untuk itu, Barbie pergi ke dunia nyata, mencoba mencari tahu siapa pemiliknya dan apa yang terjadi di sana, sampai-sampai kakinya jadi datar dan hari-harinya di dunia barbie kacau balau.

Di sisi lain, Ken yang setiap hari berusaha keras untuk mencuri perhatian Barbie dan memenangkan hati Barbie, langsung ingin ikut ke dunia nyata, mendampingi Barbie.

Akhirnya, Barbie dan Ken menuju dunia nyata.

Mereka bertingkah laku tidak biasa dan mencuri perhatian orang-orang sekitar, sampai sempat ditangkap polisi karena beli baju tanpa membayar dan memukul orang yang usil di jalan.

Namun, saat sedang merenung, Barbie bisa melihat tentang siapa pemiliknya dan di mana mereka berada.

Ternyata, pemilik Barbie adalah gadis remaja bernama Sasha (diperankan Ariana Greenblatt) dan memori yang dilihat Barbie adalah milik ibu Sasha, yaitu Gloria (diperankan America Ferrera).

Hubungan Sasha dan Gloria sudah tidak sedekat dulu. Sasha seperti menjauh dari sang ibu setelah beranjak dewasa.

Terdengar musik dari lagu “What Was I Made For?” OST Film Barbie yang dinyanyikan Billie Eilish, mengiringi setiap kenangan Gloria dan Sasha.

Perasaan yang dirasakan para ibu dan anak remajanya, yang semula berhubungan dekat tak terpisahkan, kini jadi berjarak dan merasa diabaikan satu sama lain.

Kepingan memori Gloria yang dilihat oleh Barbie, membuat penonton ikut tenggelam di dalamnya.

Aksi lucu Barbie dan Ken di dunia nyata, yang membuat penonton terpingkal, sontak berubah mengharukan, melihat kenangan Gloria dan Sasha.

Meski begitu, Barbie yang selalu bikin ulah di dunia nyata, justru mampu menyatukan kembali Gloria dan Sasha, buah hatinya.

Gloria dan Sasha membantu Barbie yang dipaksa masuk kotak barbie oleh pihak Mattel.

Mereka kemudian memutuskan untuk masuk ke dunia Barbie, membantu Barbie agar bisa normal lagi.

4. Mempelajari Toxic Masculinity

Para Ken di dunia barbie terpecah belah gara-gara berebut wanita, memperebutkan para barbie.

Karena sibuk gelut sendiri, mereka pun kalah dan tak lagi bisa merajai dunia barbie.

Kekacauan di dunia barbie mulai tertata lagi. Hal ini membuat Ken kecewa, merasa malu, dan tidak berdaya.

Ken yang semula bersikap keren, bisa segalanya, ingin terlihat menawan dan memukau di mata Barbie, malah menangis karena kalah.

Namun, Barbie mendekatinya dan menenangkan Ken yang terpuruk.

Barbie juga membantu Ken menemukan jati dirinya. Ia mengatakan pada Ken bahwa pria juga boleh menangis dan kecewa.

Karakter Ken yang diciptakan Greta Gerwig mampu merepresentasikan masalah toxic masculinity di dunia nyata.

Merangkum WebMD.com, toxic masculinity adalah adalah sikap atau seperangkat pedoman sosial yang secara stereotipe dikaitkan dengan “kejantanan”.

Sering kali, toxic masculinity berdampak negatif terhadap para pria, wanita, dan masyarakat pada umumnya.

Contoh toxic masculinity antara lain adalah gagasan bahwa pria tidak boleh menangis, pria harus jadi yang paling kuat, pria tidak memasak, pria tidak mengerjakan pekerjaan rumah, pria yang paling tangguh, pria harus dilayani, dan sebagainya.

Isu toxic masculinity digarap dengan apik di Film Barbie, bahkan membuat orang terpingkal melihat para Ken di dunia barbie yang berusaha sok keren di depan para Barbie.

Namun, tak menutup kemungkinan, ada kontroversi yang muncul atas berbagai hal dalam film ini.

5. Penemuan Jatuh Diri Barbie

Meskipun Barbie membantu menyadarkan Ken bahwa Ken bisa hidup tanpa Barbie, Ken bisa jadi diri sendiri, tetapi dalam hatinya, ia juga merasa bingung.

Sebenarnya apa perannya di dunia barbie, apa yang ingin dia lakukan, bisakah ia melakukannya.

Ternyata, Barbie punya keinginan untuk menjelajah dunia luar, menjadi manusia, seperti Sasha dan Gloria.

Hal itu pun tidak ditentang oleh Ruth, sang pencipta barbie.

Ruth meyakinkan Barbie bahwa ia boleh memilih untuk jadi apa saja. Ruth tidak akan menghalangi keputusan Barbie.

Terciptalah happy ending bagi Barbie, ia ikut Gloria dan Sasha, hidup di dunia nyata, menjadi manusia.

Bukan happy ending kisah cinta Barbie dan Ken, tetapi happy ending karena Barbie menemukan jati diri.

Film Barbie menjadi karya yang layak ditonton berkat cara uniknya mengemas isu feminisme, budaya patriarki dan toxic masculinity.

Semua dikemas dengan baik, disajikan dengan cara artistik, ensambel karakter yang pas, menghibur, dan menyentuh hati.

Penonton akan disuguhkan dengan visual unik dunia barbie, terpingkal dengan aksi kocak Barbie dan Ken, tapi juga bisa dibuat menangis dengan sejumlah adegan haru di Film Barbie.

(Tribunjogja.com/ANR Muhammad Fatoni) (TribunnewsSultra.com/Desi Triana)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved