Tips Guru Terapkan Pengajaran Inklusi yang Tepat Untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Inilah tips guru terapkan pengajaran inklusi yang tepat untuk anak berkebutuhan khusus.

Istimewa
Founder Rumah Guru BK (RGBK) dan Widyaiswara Balai Besar Guru Penggerak Provinsi Jawa Barat Kemendikbud Ristek RI, Ana Susanti saat memberikan materi di Webinar KGSB: Konseling bagi Keluarga dan Anak Berkebutuhan Khusus pada Sabtu, 4 Maret 2023. 

Menurut Dosen Departemen Psikologi Universitas Brawijaya, Unita Werdi Rahajeng, S.Psi., M.Psi. Psikolog,“Kebutuhan ABK dapat terpenuhi bila didukung dengan aksesibiltas dan akomodasi. Aksesibiltas agar mereka mendapatkan kesempatan dan dukungan mendapatkan hak yang setara dengan warga negara lainnya, misalnya Universal Design Learning (UDL). Akomodasi bagi ABK agar bisa menikmati kesempatan yang setara walaupun dengan cara yang berbeda, misalnya harus ada penjelasan dalam bahasa isyarat agar Tuli dapat memahami materi yang disampaikan di sekolah.

“Sekolah dapat menjadi partner keluarga dalam pengasuhan ABK, mengadvokasi haknya dan menjadikan ABK serta keluarganya untuk berdaya. Perlunya kolaborasi dari semua pihak untuk bersama-sama dapat memberikan layanan pendidikan yang sama bagi ABK. Kiranya guru dapat menjadi pelopor untuk menginisiasi pembentukan Unit Layanan Disabilitas di masing-masing sekolah,” ujar Unita saat menyampaikan paparan di webinar Konseling Bagi Keluarga dan ABK.

Aulianti, guru dari SMAN 76 Jakarta yang menjadi salah satu peserta Webinar KGSB Konseling Bagi Keluarga dan Anak Berkebutuhan Khusus menyampaikan bersyukur mengukiti kegiatan ini.

Baca juga: KGSB & BesiBerani Tingkatkan Literasi dengan Nonton Film Pesantren, Pupuskan 3 Dosa Pendidikan

“Saya bersyukur dapat mengikuti kegiatan yang bermanfaat sekali dalam memahami anak-anak spesial. Mengingat semua sekolah wajib memberikan hak layanan pendidikan yang sama bagi ABK, sedangkan kami sebagai tenaga pengajar masih belum memahami secara tepat penanganan ABK.

Sebagai Guru BK untuk ABK, ia akan membuat dan mempraktekan program Layanan Khusus bergandengan tangan dengan orangtua untuk mencapai kesuksesan menemukan potensi diri anak-anak didiknya.

Untuk diketahui, menurut data statistik yang dipublikasikan Kemenko PMK pada Juni 2022, angka kisaran disabilitas anak usia 5-19 tahun adalah 3,3 persen. Sedangkan jumlah penduduk pada usia tersebut (2021) adalah 66,6 juta jiwa. Dengan demikian jumlah anak usia 5-19 tahun penyandang disabilitas berkisar 2.197.833 jiwa. Kemudian, data Kemendikburistek per Agustus 2021 menunjukkan jumlah peserta didik pada jalur Sekolah Luar Biasa (SLB) dan inklusif adalah 269.398 anak.

Dengan data tersebut, presentase anak penyandang disabilitas yang menempuh pendidikan formal baru sejumlah 12.26 persen. Artinya masih sangat sedikit dari anak penyandang disabilitas atau anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia yang seharusnya mendapatkan akses pendidikan inklusif, padahal dari tahun ke tahun jumlahnya terus meningkat.

Baca juga: KGSB Ajak Guru Bangun Personal Branding, Capai Tujuan Image yang Baik dan Citra Positif

ABK juga memiliki hak layanan pendidikan yang sama seperti anak pada umumnya. Dalam pendidikan inklusi terdapat berbagai tantangan yang menjadi hambatan dalam pelaksanaannya. Salah satunya adalah kurangnya keterampilan dan pemahaman para tenaga pendidik dalam menangani ABK, sedangkan guru atau tenaga pendidik merupakan elemen penting dalam pendidikan.

Demikian halnya dengan peran orangtua, keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak adalah faktor pendorong dan penentu dalam pengembangan pendidikan inklusi. Mulai dari pengambilan keputusan mengenai penempatan sekolah, hingga kolaborasi antara pihak sekolah dan orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. (*)

(TribunnewsSultra.com)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved