Berita Wakatobi

Bunyi Hampir Mirip Latto-latto Disebut Paka-paka, Mainan Tradisional Wakatobi Tergerus Zaman

Kepopuleran mainan tradisional asli Wakatobi ini, kalah saing dengan fenomena mainan viral yang juga sampai di pulau Wangiwangi dikenal dengan latto-

TribunnewsSultra.com/Desi Triana
Dokumentasi anak-anak bermain paka-paka, saat momen Festival Tindoi 2018 lalu. Kepopuleran mainan tradisional asli Wakatobi ini, kalah saing dengan fenomena mainan viral yang juga sampai di pulau Wangi-wangi dikenal dengan latto-latto. 

Dari bunyi yang dihasilkan tersebut, maka akan membuat hama pergi.

"Akibat bunyinya, hama seperti burung2 tidak mendekati kebun jagung," jelasnya.

Paka-paka ini berasal dari bahasa daerah Pulau Wangiwangi yang berati alat memukul.

Bunyi pukulan yang dimaksud adalah tek tek, dimana getaran dari angin meniup baling-baling membuat belahan bambu beradu atau saling memukul satu sama lain dan menimbulkan bunyi.

Budayawan Wakatobi, Saleh Hanan (kiri) dan mainan tradisional paka-paka (kanan)
Budayawan Wakatobi, Saleh Hanan (kiri) dan mainan tradisional paka-paka (kanan) (Kolase Tribunnewssultra.com)

"Tek tek tek," seperti itulah bunyi paka-paka.

Semakin kencang angin bertiup, maka bunyi yang dihasilkan akan mengeluarkan tempo cepat.

Walaupun bunyinya sama, ada yang berbeda antara paka-paka dan latto-latto.

Menurut Saleh Hanan, paka-paka digerakkan dengan angin sedangkan latto-latto membutuhkan gerakan dari manusia.

Tak hanya itu, paka-paka kata Saleh Hanan bisa membuat anak lebih terasa kemampuannya untuk berkreasi.

"Sebagai permainan, paka-paka dikerjakan sendiri dari bahan-bahan yang berada di lingkungan sekitar sehingga memancing daya kreatif anak," tuturnya.

Baca juga: Kenang Sosok Lettu Muhammad Ikbal, Kakak Ipar Sebut Sering Rindu Makan Sinonggi, Beli Mainan Tentara

Namun berjalannya waktu, paka-paka nyaris tak terdengar lagi bak tergerus zaman.

Menurut Saleh Hanan, hal itu dikarenakan peran orangtua yang harusnya turut serta dalam pelestarian mainan anak tidak memperkenalkan paka-paka pada anaknya.

"Mainan tradisional tergerus karena orang tua tak mengajarkan atau memperkenalkan lingkungan yang inspiratif. Orang tua mengenalkan hal yang konsumeris pada anak-anak," tuturnya.

Saleh Hanan juga mengingatkan tentang pentingnya pelestarian keberagaman mainan tradisional agar tak mati suri dan tetap digemari sepanjang masa.

Cara bermain paka-paka dengan berlari untuk bisa mendapatkan angin kencang. Kepopuleran mainan tradisional asli Wakatobi ini, kalah saing dengan fenomena mainan viral yang juga sampai di pulau Wangi-wangi dikenal dengan latto-latto.
Cara bermain paka-paka dengan berlari untuk bisa mendapatkan angin kencang. Kepopuleran mainan tradisional asli Wakatobi ini, kalah saing dengan fenomena mainan viral yang juga sampai di pulau Wangi-wangi dikenal dengan latto-latto. (TribunnewsSultra.com/Desi Triana)

Hal ini merujuk pada pentingnya pelestarian mainan tradisional di Indonesia.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved