Berita Sulawesi Tenggara
BPK Sultra Sebut Andi Sonny Tersangka KPK Tak Lagi Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Sulawesi Tenggara
Badan Pemeriksa Keuangan Sulawesi Tenggara (BPK Sultra) menyebut Andi Sonny yang menjadi tersangka KPK bukan lagi Kepala BPK Sultra saat ini.
Penulis: Muh Ridwan Kadir | Editor: Aqsa
Tersangka lainnya yakni dua pemeriksa BPK Sulsel, Yohanes Binur Haryanto Manik dan Gilang Gumilar, serta mantan anggota pemeriksa Sulsel, Wahid Ikhsan Wahyudin.
Alexander Marwata menjelaskan keempat tersangka tersebut diduga menerima suap dari Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang atau PUTR Sulsel, Edy Rahmat.
Diduga Terima Suap Rp2,8 Miliar
Alex mengatakan keempat orang tersebut diduga menerima suap dengan jumlah total Rp2,8 miliar.
Mereka diminta memanipulasi temuan dugaan penggelembungan anggaran atau mark up dalam laporan keuangan Pemprov Sulsel.

Hasil pekerjaan juga disebut tidak sesuai dengan nilai kontrak.
“Uang yang diduga diterima secara bertahap oleh Yohanes, Wahid dan Gilang dengan keseluruhan sejumlah sekitar Rp 2,8 miliar,” kata Alex dikutip TribunnewsSultra.com dari Kompas.com.
Keempat orang tersebut kemudian ditahan selama 20 hari ke depan di rumah tahanan KPK secara terpisah.
“KPK melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup maka KPK kemudian meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan,” jelas Alex.
Keempat orang tersebut kemudian ditahan selama 20 hari ke depan di rumah tahanan KPK secara terpisah.
Baca juga: KPK Beberkan Alur Suap Eks Kepala BPK Sulawesi Tenggara, Terima 2,5 M dari Sekretaris PUTR Sulsel
Andy, Gilang, Wahid, dan Yohanes disangka dengan Pasal Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999.
Sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Edy Rahmat saat ini sedang menjalani masa tahanan di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat (Jabar) setelah divonis 4 tahun penjara.
Dia turut terseret dalam perkara yang menjerat Nurdin Abdullah karena menerima suap dari kontraktor.
KPK kemudian menyangka Edy Rahmat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(*)
(TribunnewsSultra.com/Ridwan Kadir)