Berita Kendari
Kisah Perawat di RSUD Kendari Pertama Kali Tugas Rawat Pasien Covid-19, Sempat Ditentang Orangtua
Inilah kisah perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari, Abdul Rahman Mayoro (28), pertama kali bertugas langsung jadi perawat pasien Covid-19.
Penulis: Amelda Devi Indriyani | Editor: Sitti Nurmalasari
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Inilah kisah perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari, Abdul Rahman Mayoro (28), pertama kali bertugas langsung jadi perawat pasien Covid-19.
Abdul Rahman menjadi perawat di RSUD Kendari sejak 2020, usai lulus pendidikan keperawatan dirinya langsung melamar pekerjaan sebagai perawat pasien Covid-19 di RSUD Kota Kendari.
"Waktu itu bulan April 2020, pas Kota Kendari mulai tinggi kasus Covid-19," ujarnya kepada TribunnewsSultra.com, Selasa (24/5/2022).
"Saat itu dibuka penerimaan petugas Covid-19, saya langsung daftar dan awal kerja langsung kerja di penanganan Covid-19, dulu masih di Gedung Teratai," jelasnya menambahkan.
Mantan perawat salah satu puskesmas di Konawe Utara ini mengaku tertarik mengabdikan diri sebagai petugas Covid-19 di RSUD Kota Kendari.
Baca juga: Kini Tak Ada Lagi Pasien Covid-19 Dirawat di RSUD Kendari, Ruangan Isolasi Kembali ke Fungsi Utama
Menurutnya, menjadi petugas Covid-19 memiliki tantangan tersendiri, karena harus melawan rasa takut akibat banyaknya pemberitaan terkait orang-orang yang meninggal akibat Covid-19.
"Karena baru selesai kuliah jadi masih semangat-semangatnya mengimplementasikan ilmu, banyak yang bilang tidak berani, ya sudah saya beranikan diri, bersama beberapa orang lainnya waktu itu," jelasnya.
Kata dia, pertama kali masuk, ia bahkan sempat berbohong kepada orangtuanya, khususnya sang ibu yang sangat menentangnya menjadi petugas Covid-19.
Awalnya, izin ke orangtua kerja bukan sebagai petugas Covid-19, tapi karena sosial media lama-lama ketahuan.
"Saya sempat berbohong karena mama saya lebih khawatir kita mati muda karena Covid-19," kata Abdul Rahman.
Baca juga: RSUD Bahteramas Sulawesi Tenggara Catat Tak Ada Pasien Covid-19, Kini Ruangan Isolasi Kosong
Namun, seiring berjalannya waktu, ditambah perkembangan teknologi, akhirnya dirinya ditahu oleh orangtuanya melalui postingan orang-orang di sosial media.
Bahkan, dirinya sempat disuruh berhenti dan mencari pekerjaan lain. Namun, setelah bisa meyakinkan kedua orangtua, dirinya mulai mendapat support (dukungan).
"Saat orangtua tahu terutama mama yang kaget karena sejak awal sudah menolak saya kerja di sini, mama jadi tidak enak makan, tidak enak tidur karena tahu anaknya kerja di sini, tapi kalau ayah mendukung," bebernya.
Ia juga menceritakan pengalaman selama merawat pasien Covid-19. Di mana, dirinya harus bergelut dengan alat pelindung diri (APD) yang begitu lengkap.
Hingga dirinya harus menguras tenaga, karena merasa sesak dan kepanasan. Tentu berbeda dengan saat merawat pasien non Covid-19.
Baca juga: Pemerintah Sebut Pelonggaran Pemakaian Masker Merupakan Transisi Pandemi ke Endemi Covid-19
Ia dan perawat lainnya harus terus mengontrol dan menjaga pasien Covid-19 selama 24 jam. Lantaran pihak keluarga dilarang untuk menjenguk pasien meminimalisir penyebaran Covid-19.
"Sebelum masuk dan keluar dari ruang perawatan Covid-19 itu harus benar-benar steril, saat pakai asmat keringat sampai sekujur tubuh, masker berlapis sampai sesak, itu biasa 3-4 jam di dalam," bebernya.
Kata dia, tak jarang sering cekcok dengan pihak keluarga pasien yang memaksa untuk menemani pasien selama perawatan di rumah sakit.
Abdul Rahman kini sangat bersyukur lantaran pasien positif Covid-19 mulai berkurang, bahkan tidak ada lagi di RSUD Kota Kendari.
Ia berharap Covid-19 segera benar-benar hilang agar tidak lagi menggunakan APD yang cukup menyiksa, serta pertengkaran antara perawat, pasien dan keluarga pasien tidak lagi terjadi.
Baca juga: PPNI Kendari Ditantang Hadirkan Aplikasi Perawat Mandiri, Inovasi Mudahkan Pelayanan Kesehatan
"Jadi ketika kita menjelaskan ke warga itu harus bertengkar dulu. Jadi kami berharap Covid-19 cepat berakhir supaya keluarga pasien, pasien dan perawat sudah tidak dianggap musuh lagi, ketika kita menjelaskan kita tidak dicurigai," ujarnya.
Selain pengalaman tersebut, ia juga menceritakan peran pemerintah kota dan pihak rumah sakit kepada perawat cukup baik.
Di antaranya keperluan APD dan keperluan untuk memberikan pelayanan lainnya terus selalu dipenuhi, termasuk pemberian insentif bagi perawat meskipun kadang terlambat.
"Bukan juga tidak ada, ada insentif tapi ada yang terlambat, karena pasti butuh penginputan data, tapi tetap ada tetap jalan insentifnya hanya tidak tepat waktu," ujarnya. (*)
(TribunnewsSultra.com/Amelda Devi Indriyani)