Korban Begal Jadi Tersangka, Pakar Hukum Sebut Korban Berhak Bela Diri Seimbang: Ludah Dibalas Ludah

Korban begal itu adalah Murtede alias Amaq Sinta (34) yang membela diri dan membuat dua orang begal terbunuh. Pakar hukum bilang begini.

Penulis: Ifa Nabila | Editor: Ifa Nabila
dok Polres Loteng
Kepala Desa Ganti (Baju Kuning) saat menjemput Amaq Sinta di Polres Lombok Tengah. 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Pakar hukum pidana angkat bicara terkait kabar korban begal yang malah menyandang status tersangka.

Korban begal itu adalah Murtede alias Amaq Sinta (34) yang membela diri dan membuat dua orang begal terbunuh.

Dua begal itu berinisial P (30) dan OWP (21) yang ditemukan tergeletak di Jalan Raya Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Minggu (10/4/2022).

Baca juga: Korban Begal Jadi Tersangka, Polisi Beri Tips Hadapi Begal Lalu Ditertawakan: Lari, Motor Ditinggal?

Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir, pun menyebut bahwa hukum mengatur tentang hak korban untuk membela diri.

Diberitakan TribunnewsSultra.com dari YouTube Official iNews, awalnya, menurut Mudzakir, kasus ini harus dihadapi dengan objektif terlebih dahulu.

Di antaranya dengan memastikan betul-betul bahwa Murtede adalah korban yang membela diri sampai melampaui batas.

Serta pelaku adalah benar-benar begal yang ingin mencelakai korban.

Kemudian, ia menyinggung tentang Pasal 49 KUHP, di mana ada hak korban untuk membela diri.

"Calon korban punya hak untuk melakukan pembelaan diri. Syarat dari pembelaan diri adalah apabila serangan itu secara tiba-tiba, dan tidak bisa menghalau serangan itu."

"Dan salah satu di antaranya dia harus melakukan perlawanan, atau pembelaan diri," paparnya.

Namun, dalam ayat pertama, pembelaan diri tak bisa sembarangan dan diusahakan imbang.

"Ketika dia melakukan pembelaan diri itu syarat lagi, bahwa di dunia hukum pidana, membela itu harus seimbang dengan materi serangan."

Baca juga: Penyebab Murtede Dipidana setelah Bela Diri Bunuh 2 Begal, Polisi: Dia Berterima Kasih ke Kepolisian

"Istilah bahasanya kalau ludah dibalas dengan ludah," lanjutnya.

Namun, ayat berikutnya mengatur tentang situasi terpaksa di mana korban juga diperbolehkan untuk membela diri hingga melampaui batas.

Mudzakir menyebut hal itu dilakukan ketika korban mengalami guncangan jiwa sehingga spontan melakukan perlawanan hebat.

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved