Berita Sulawesi Tenggara
Pulau Kawi-Kawia Busel dan Moromaho Wakatobi Diklaim Sulsel, Pemprov Sultra Mengadu ke Kemendagri
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra) mengadu ke Kemendagri terkait batas wilayah administrasi dengan Sulawesi Selatan (Sulsel).
Penulis: Laode Ari | Editor: Sitti Nurmalasari
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra) mengadu ke Kemendagri terkait batas wilayah administrasi dengan Sulawesi Selatan (Sulsel).
Hal tersebut usai dua pulau di Sultra yakni Pulau Kawi-Kawia di Buton Selatan dan Pulau Moromaho dipatok sebagai wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulsel.
Masalah batas wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Sulawesi Selatan tepatnya pada batas wilayah administrasi Kabupaten Buton Selatan dan Kepulauan Selayar.
Sebelumnya, masalah Pulau Kawi-Kawia yang menjadi wilayah administrasi Kabupaten Busel pernah dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar (Pemkab Kepsel).
Namun pada akhirnya permohonan Pengujian Undang-Undang Pembentukan Kabupaten Buton Selatan tersebut kandas dan dimenangkan oleh Pemerintah Kabupaten Busel.
Baca juga: Dugaan Pelanggaran RTRW Konawe Kepulauan, DPRD Sultra Minta Pemda Diskusi dengan Warga Wawonii
Informasi terbaru, persoalan ini merembet pada proses pembentukan UU Provinsi Sultra dan Provinsi Sulsel yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
Di mana, pada Pasal 4 RUU Sultra dan Sulsel mengatur tentang titik koordinat batas wilayah administrasi, ternyata menempatkan Pulau Kawi-Kawia menjadi bagian wilayah administrasi Provinsi Sulsel.
Bahkan akhirnya masalah meluas sampai Pulau Moromaho di bagian Kabupaten Wakatobi yang tidak masuk menjadi bagian dari wilayah administrasi Provinsi Sultra.
Keadaan ini pun membuat Pemprov Sultra harus segera mengambil langkah tegas menjelaskan kepada Pemerintah Pusat, jika Pulau Kawi Kawia dan Pulau Moromaho sesuaiĀ bukti sejarah dan hukum adalah bagian dari Provinsi Sultra.
Tak hanya Pemprov Sultra yang berulang kali mondar mandir menemui Pemerintah Pusat, Pemkab Busel pun tak kalah sigap ikut merespons persoalan ini.
Baca juga: Pemprov Sultra Bakal Tinjau Ulang Perizinan Tambang PT GKP dan RTRW di Konawe Kepulauan
Pasalnya sikap Kemendagri yang hanya berpegang pada kesalahan penempatan titik koordinat Pulau Kawi-Kawia pada lampiran peta UU No 16 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Busel menghambat proses penetapan Penegasan Batas wilayah Administrasi dan penetapan Perda RTRW Kabupaten Busel.
Melalui Tim Koordinasi Penyelesaian Status Hukum Pulau Kawi-Kawia, awak media mendapatkan informasi RUU yang merugikan pihak Pemprov Sultra tersebut kini sudah diteken menjadi UU 7 Tahun 2022 tentang Sulawesi Tenggara dan tidak mengatur batas wilayah Provinsi Sultra.
Begitu juga dengan UU Provinsi Sulsel, Provinsi Sulteng dan Provinsi Sulut, semua tidak mengatur mengenai batas wilayah, bisa dicek di website Setneg RI.
Pada akhirnya kini penentuan wilayah administrasi Provinsi Sultra akan ditentukan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri.
Imam Ridho Angga Yuwono, sebagai salah satu Tim Koordinasi Status Pulau Kawi-Kawia menyatakan berdasarkan kewenangan yang diatur oleh UUD 1945 memang Pemerintah Pusat adalah pihak yang berhak menentukan wilayah administrasi daerah provinsi dan kabupaten.
Baca juga: Menikmati Keindahan Alam dan Sunset dari Puncak Toliamba di Wakatobi, Bisa Liat Pulau Buton
"Pemerintah harus menimbang aspek sejarah serta hukumnya supaya masyarakat bisa menerima dan tidak ribut terhadap keputusan pemerintah nantinya," kata Imam, melalui keterangan tertulis yang diterima Tribunnewssultra.com, Jumat (25/3/2022).
Ia menambahkan lampiran peta UU Busel sudah sangat tegas menyatakan Pulau Kawi-Kawia masuk wilayah administrasi Busel meskipun terjadi kesalahan penempatan titik koordinat.
Akan tetapi, kata Imam, pembuat peta sudah memenuhi kaidah-kaidah pembuatan peta yang ditentukan oleh PP No 78 Tahun 2007 sebagai acuan pembentukan DOB Busel.
"Oleh karena itu dalam menentukan wilayah administrasi Provinsi Sultra, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri wajib mengikuti UU Busel dan tidak lagi mengacu pada Permendagri 45 Tahun 2011 karena sudah ada perundangan terbaru dan hirarkinya lebih tinggi yaitu Undang-Undang" jelasnya.
Sementara itu, Tenaga Ahli Geospasial Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dari Asosiasi Profesi Ikatan Surveyor Indonesia (ISI) Ilmiawan, menjelaskan bahwa lampiran peta UU Busel sudah sesuai kaidah peta dan kartografi.
Baca juga: Komnas HAM Beberkan 3 Masalah Krusial di Konawe Kepulauan, Soal Tambang hingga Konflik Sosial
"Peta dalam Lampiran UU Busel sudah sesuai dengan pengertian, fungsi dan tujuannya yaitu dapat memberikan informasi spasial kepada pengguna peta, selain itu dalam ilmu kartografi peta lampiran UU Busel tersebut telah memenuhi tiga syarat utama peta yaitu Conform, Equidistance dan Equivalent" ungkapnya.
Lebih lanjut Ilmiawan yang juga menjadi TIM Koordinasi Status Pulau Kawi-Kawia mengungkapkan, kartografer sebagai pembuat peta menyadari bahwa Pulau Kawi-Kawia yangg digambarkan dalam lampiran UU Busel merupakan representasi dari Pulau Kawi-Kawia, meskipun terjadi pergeseran posisi koordinat dari posisi sebenarnya.
Dari sisi jenis, peta lampiran UU Busel merupakan jenis peta tematik yaitu peta yang hanya memberikan informasi wilayah administrasi.
Pewarnaan Pulau Kawi-Kawia masih warna yang sama dengan wilayah administrasi lainnya yaitu warna orange yang menunjukan bahwa pulau tersebut masih satu kesatuan dengan wilayah administrasi Busel.
Sebagaimana bunyi Pasal 10 dan 11 PP 78 Tahun 2007, informasi spasial dalam peta lampiran UU Busel sudah memenuhi kaidah-kaidah pemetaan yang diuraikan pada kedua pasal tersebut.
Baca juga: Pulau Labengki Konawe Utara, Miniatur Raja Ampat di Sulawesi Tenggara Suguhkan Pemandangan Eksotis
Sementara Tim Koordinasi Status Pulau Kawi-Kawia yang mengkaji persoalan budaya dan sejarah, La Ode Hasmin Ilimi, menambahkan dalam tinjauan historis, Pulau Kawi Kawia dan Pulau Moromaho merupakan hak tradisional kesatuan masyarakat hukum adat Kesultanan Buton.
Di mana pada tahun 1956, Sultan Buton Laode Faalihi telah menerbitan izin pengolahan pupuk burung di dua pulau tersebut.
Hal ini merupakan manifestasi adanya hak olah terdahulu yang secara politik hukum agraria menjadi hak olah terdahulu bagi Kesultanan Buton.
"Karena itu tim penegasan Pulau Kawi-Kawia menekankan kepada Pemerintah Pusat untuk melaksanakan Pasal 18 b ayat 2 UUD 45 bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak hak tradisionalnya," tutur Laode Faalihi. (*)
(TribunnewsSultra.com/La Ode Ari)