Sekolah Online vs Tatap Muka di Kendari

Keluhan Guru SD dan SMP selama Sekolah Online di Kendari, Kesulitan Beri Nilai hingga Pantau Siswa

Inilah beragam keluhan guru SD dan SMP di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) selama pembelajaran tatap muka vs belajar daring.

TribunnewsSultra.com/ Amelda Devi Indriyani
Guru SD Negeri 51 Kendari dan Guru SMP Negeri 10 Kendari 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Inilah beragam keluhan guru SD dan SMP di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) selama pembelajaran tatap muka vs belajar daring.

Diketahui saat ini Pemerintah Kota Kendari menerapkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau sekolah daring semenjak kasus Covid-19 di Kota Kendari kembali meningkat.

Sekiranya sudah dua pekan sekolah online diterapkan bagi murid PAUD, SD dan SMP se-Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kecuali kelas 6 SD dan kelas 9 SMP tetap melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas, mengingat akan mengikuti ujian akhir sekolah.

Seorang guru kelas 3 di SD Negeri 51 Kendari Wa Ode Rosna (37) mengaku lebih memilih pembelajaran secara offline atau belajar tatap muka di sekolah.

Baca juga: Tanggapan Orangtua Siswa Soal Belajar Online vs Sekolah Tatap Muka di Kendari Sulawesi Tenggara

Hal tersebut karena banyaknya kendala yang dihadapi oleh guru-guru selama pembelajaran online atau sekolah daring.

"Kami memiliki banyak kendala selama pembelajaran online, ke offline dan kembali ke online," ujarnya kepada TribunnewsSultra.com, Senin (7/3/2022).

Menurutnya, selama pembelajaran online peserta didik tidak menyerap dengan baik materi pembelajaran yang diberikan.

Sehingga, kata Rosna, materi yang diberikan saat pembelajaran online terulang kembali saat belajar tatap muka (offline).

Rosna mengaku kesulitan mengetahui cara belajar siswanya selama di rumah, apalagi ia mengajar kelas rendah yang membutuhkan bimbingan orangtua.

Baca juga: DPRD Kendari Sebut Vaksinasi Cara Pemerintah Lindungi Siswa saat Belajar Tatap Muka di Sekolah

"Karena saat pembelajaran online kebanyakan murid tidak menyimak atau membuka materi yang kami kirim. Sehingga ketika offline kami mengulang kembali," kata Rosna.

Selanjutnya, kata dia, kendala yang dialami oleh para guru yaitu kesulitan memberikan nilai kepada peserta didik.

Meskipun guru-guru telah menyediakan video dan materi terbaik namun peserta didik hanya fokus pada tugas yang diberikan.

Rosna mengaku untuk menyelesaikan tugas kebanyakan mereka mengambil dari internet, sehingga hasilnya sebagian besar sama.

Hal tersebut menurutnya yang membuat guru-guru kesulitan dalam memberikan nilai kepada peserta didik.

Baca juga: Dikmudora Kendari Tegaskan Vaksinasi Bukan Syarat Pembelajaran di Sekolah, Prioritas Kesehatan Anak

"Di rumah kami tidak tahu sama sekali caramereka belajar. Apakah betul-betul mengerjakan tugas atau orangtua yang mengerjakan. Ini yang menjadi kendala kami, akhirnya timbul suudzon," ucapnya.

Jika diberi pilihan, ia lebih memilih sekolah offline yang tentunya lebih efisien bagi peserta didik maupun bagi guru.

"Kalau online, disiplinnya tidak ada kemudian dari segi attitudenya juga jauh sekali dibandingkan kita mendidik mereka di sekolah," bebernya.

Selain itu, Rosna tidak setuju dengan kebijakan yang membedakan siswa yang sudah divaksin dan belum vaksinasi dalam menerima pembelajaran.

Lantaran kata dia, sangat tidak efektif karena membuat guru-guru kesulitan memberikan nilai saat ujian kepada siswa.

Baca juga: Pembelajaran Murid Sudah Vaksin dan Belum Bakal Dibedakan, Siswa Sebut Nyaman Tatap Muka di Sekolah

"Materi soalnya sama, tapi cara pengerjaannya berbeda, di sekolah masih bisa kita pantau, bagaimana dengan yang di rumah, kami bekerja dua kali," bebernya.

Hal serupa juga dialami dan dihadapi oleh guru-guru di SMP Negeri 10 Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Seorang guru bahasa Inggris di SMP Negeri 10 Kendari, Fenny Marlina (40) mengaku lebih memilih pembelajaran offline.

Pasalnya, selama pembelajaran online, guru-guru kesulitan memonitoring kehadiran siswa, di mana saat online lebih banyak siswa yang tidak mengikuti pembelajaran.

"Banyak yang tidak hadir di room, kadang tidak sampai setengah dari jumlah siswa per kelas, alasannya karena terlambat bangun, tidak ada jaringan atau paket data maupun tidak punya handphone," ujarnya.

Baca juga: Akademisi Universitas Halu Oleo Kendari Sebut Sekolah Online vs Tatap Muka untuk Sadarkan Orangtua

Sementara itu, saat pembelajaran offline, guru bisa sangat berperan dalam mengawasi kehadiran siswa-siswa.

Selain itu, kebijakan yang membedakan siswa sudah divaksin dan belum vaksinasi, menurutnya tidak efektif.

"Saya tidak setuju vaksin dijadikan alasan tatap muka atau tidak, karena dari sebelum diterapkan sampai telah diterapkan tidak ada pengaruhnya, alhamdulillah tidak ada yang bergejala," ucapnya.

"Untuk siswa selama berada di sekolah saja masih kesulitan kita awasi, apalagi siswanya yang di rumah," tambahnya.

Menurutnya, tidak adil bagi siswa yang tidak diizinkan vaksin orangtuanya sehingga tidak bisa memperoleh pembelajaran di sekolah.

Baca juga: Pembelajaran Murid Sudah Vaksin dan Belum Bakal Dibedakan, Ini Tanggapan Kepala Sekolah di Kendari

"Kita tahu belajar dalam jaringan tidak efektif dibandingkan pembelajaran offline atau tatap muka," jelasnya.

Ia berharap ke depan pembelajaran bisa dilaksanakan secara offline meskipun pandemi Covid-19, tetapi tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan menjaga imun tubuh dengan pola hidup baik.

"Karena sudah kita rasa selama kurang lebih dua tahun, kita sebagai guru kesusahan, offline saja kami kadang kesulitan menghandle siswa apalagi online," bebernya. (*)

(TribunnewsSultra.com/Amelda Devi Indriyani)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved